Wednesday 15 August 2012

Perang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tingkat Tinggi

Bisakah kita membangun Angkatan Luar Angkasa Indonesia?

Indonesian Space Force Command



Penulis dan Peneliti Muda bersama Generasi Muda Indonesia Masa Depan 
serta  Periset dari Litbang TNI AU 
Abstract


"Pelihara TNI, pelihara angkatan perang kita, jangan sampai tni dikuasai oleh partai politik manapun juga.
Ingatlah, bahwa prajurit kita bukan prajurit sewaan, bukan parjurit yang mudah dibelokkan haluannya, kita masuk dalam tentara, karena keinsyafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara."
~Panglima Besar Jendral Soedirman~

Introduction:


Asymmetric warfare is war between belligerents whose relative military power differs significantly, or whose strategy or tactics differ significantly. "Asymmetric warfare" can describe a conflict in which the resources of two belligerents differ in essence and in the struggle, interact and attempt to exploit each other's characteristic weaknesses. Such struggles often involve strategies and tactics of unconventional warfare, the "weaker" combatants attempting to use strategy to offset deficiencies in quantity or quality. Such strategies may not necessarily be militarized. This is in contrast to symmetric warfare, where two powers have similar military power and resources and rely on tactics that are similar overall, differing only in details and execution. 





INFORMATION IN OPERATIONS, AND OPERATION INFORMATION 
DALAM ERA ASSIMETRIC WAR 



Diadaptasi dari tulisan: Marsma TNI Madar Sahib STS., Psc., SSP.
Dosen SESKO AU Lembang.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai subsistem ketatanegaraan Republik Indonesia difokuskan pada gatra Pertahanan Nasional dari sistem yang selalu bergerak dinamis. Konsekuensi logisnya, TNI memiliki posisi sebagai pilar negara dan dituntut mampu digunakan setiap saat ketika negara mengalami kegagalan diplomasi. Namun untuk mendukung kondisi paling buruk tersebut diperlukan informasi yang terus menerus. Di sisi lain prediksi ancaman ke depan yang cukup dominan dinilai akan datang dari kondisi kultur atau budaya yang rapuh dan faktor ekonomi yang lemah. Sehingga jelas bahwa pilar-pilar negara baik Ekonomi, Politik, Budaya dan Militer memiliki keeratan kohesi. Artinya, kelemahan satu pilar akan berpengaruh kepada pilar-pilar lainnya. 

Oleh karenanya, kelemahan pada satu pilar harus segera di atasi dan disikapi secara cermat karena sangat mungkin berdampak pada pilar-pilar lain. Perkembangan teknologi saat ini sangat berdampak dengan semakin canggihnya sistem persenjataan yang diciptakan, akibatnya tingkat ancaman dan gangguan baik dari segi volume, kecepatan maupun wahananya semakin bertambah tinggi, sehingga untuk mengantisipasi dan menjawab, dinilai perlu di atasi melalui pendekatan media Information Technology (IT) dan dengan mengimplementasikan suatu sistem Komando, Kendali serta Pembinaan bagi pelaksana langsung di lapangan secara teratur dan terarah. 

Mencermati kondisi Global yang didominasi oleh perang Informasi dan telah menjadi arena perang masa kini sebagai dampak teknologi yang mampu memayakan batas negara, maka diperlukan terobosan dan kesiap kesiagaan TNI menghadapi kancah perang modern. Intelijen harus menyentuh dan menjadi motor dalam menciptakan keunggulan informasi dengan menerapkan sistem Integrated Intelligence Information, Command Center, C-4I SR, C-5I SR di mana merupakan pengembangan Komando, Kendali, Komunikasi dan Informasi (K-3I) TNI yang diharapkan dapat berpartisipasi dalam Era Assimetric saat ini. 
  
Dalam Era Global dinamika perkembangan lingkungan strategis mengalami perubahan yang begitu cepat dan sulit diduga sebelumnya.     Peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kalau dihadapkan dengan perkembangan situasi dunia yang semakin kompleks, ternyata belum sepenuhnya dapat berfungsi, terutama menyelesaikan konflik antarnegara (interstate) atau pun dalam negara (intrastate)

  Berbagai perubahan yang telah dan sedang terjadi pada semua aspek dalam hubungan antarnegara, hubungan negara, dan masyarakat, serta hubungan antar-masyarakat, fenomena dari interaksi-interaksi tersebut harus benar-benar dapat diprediksi.   Oleh sebab itu, perkembangan lingkungan strategis baik lingkup internasional, regional, maupun nasional dapat diantisipasi dan dipersepsikan secara akurat guna pencapaian keberhasilan pelaksanaan.           
 
                Strategi penggunaan kekuatan melalui teknologi informasi terus dikembangkan oleh negara-negara maju, antara lain oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, India dan Cina, dalam upaya mewujudkan tujuan nasionalnya.   Strategi ini selalu mengalami perubahan yang sangat signifikan, dibuktikan dalam Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Teluk, hingga perang melawan jaringan terorisme internasional, hal ini mengisyaratkan, bahwa dalam mandala operasi, penggunaan kekuatan udara yang dikombinasikan dengan kekuatan matra lainnya akan merupakan perpaduan kekuatan yang menentukan kemenangan:



 ”air force leads the way, navy is smoothing the way, and the army conquers the battle”.
 
                Akhir-akhir ini, kita semua merasakan dampak dari dinamika dan perilaku masyarakat internasional, khususnya negara-negara barat, dengan konsep strategi globalnya.  Hal ini disebabkan semakin canggihnya penerapan teknologi informasi dan semakin dinamisnya mobilitas manusia, sehingga batas antar negara menjadi imajiner dan terasa semakin dekat.
 
                Perkembangan lingkungan strategis saat ini semakin tidak menentu dan sulit untuk diprediksi seiring makin dinamisnya perubahan politik.   Negara-negara barat sering kali menerapkan kebijakan globalnya secara sepihak dengan berbagai strategi sesuai kepentingan nasionalnya.   Isu-isu global yang senantiasa dipergunakan sebagai alat politik mereka yaitu: Demokratisasi, hak azasi manusia, lingkungan hidup dan perdagangan bebas.   Isu-isu tersebut karena perbedaan kepentingan, berpotensi menimbulkan benturan dan bahkan  konflik antar negara.

                Permasalahan Global lain yang dapat memicu konflik, yaitu terorisme internasional, penyelundupan baik manusia, senjata, maupun amunisi, perdagangan obat terlarang, perompakan pembajakan dan pencucian uang.  
 
                Permasalahan global ini yang merupakan Current issue seperti Changing Responsibility of Security dan Core Values of Responsibility.     Nilai-nilai Humaniter yang dijunjung tinggi, melahirkan konsep bahwa  nilai tingkat keamanan individu sangat dijunjung tinggi, oleh karena itu negara akan sangat tergantung pada seluruh interaksi individu pada tataran global.  Sehingga masalah Human security merupakan agenda pokok bagi semua insan manusia di muka bumi dan membutuhkan kerja sama yang erat antar semua individu.   Dengan kata lain tercapainya keamanan tidak hanya bergantung pada negara, melainkan oleh kerja sama transnasional antar non state actor.
 
 
Definisi Perang Informasi 
 
Perang Informasi adalah suatu bentuk konflik militer di mana sistem informasi diserang atau dipertahankan, langsung /tak langsung sebagai upaya mengungguli, menurunkan/menghancurkan, atau melindungi data, keterangan, keyakinan atau suatu potensi kekuatan perang, antara lain ;
 
  1. Perang Informasi adalah setiap bentuk serangan terhadap suatu fungsi informasi. Terlepas dari sarana yang digunakan. Pengeboman terhadap fasilitas telepon juga merupakan perang informasi. Sama halnya dengan menghancurkan software fasilitas switch.
 
  1. Perang Informasi adalah setiap bentuk kegiatan bertujuan melindungi fungsi-fungsi  informasi, terlepas dari sarana yg digunakan. Memperkuat dan mempertahankan fasilitas switch dari serangan udara adalah Perang Informasi. Termasuk menggunakan anti-virus utk melindungi fasilitas software.
 
  1. Perang Informasi adalah sarana, bukan tujuan, seperti halnya Perang Udara adalah alat, bukan tujuan. Perang Informasi bisa digunakan sebagai sarana utk melaksanakan Serangan Strategis dan Penyekatan, persis seperti Perang Udara digunakan dalam Serangan strategis dan Penyekatan Udara.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan Perang Informasi?
 
Perang Informasi adalah satu bentuk serangan yang terutama dilakukan melalui fungsi intelijen dan tidak menggunakan kekuatan militer secara terbuka. Serangan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara yang semuanya dapat dikategorikan sebagai subversi. Salah satunya  yang menjadi tujuan adalah satu regime change atau pergantian pimpinan pemerintahan yang menguntungkan Pengguna Information Warfare. Yang akan diusahakannya adalah membentuk kekuatan dalam negeri yang dapat menurunkan pemerintahan yang ada dan menggantikannya dengan pemerintahan yang sesuai kehendak Pengguna Information Warfare.
 
Pengguna Information Warfare dapat memanfaatkan kebebasan pers yang luas untuk mempengaruhi cara berpikir masyarakat. Ia akan sekuat dan sejauh mungkin menguasai media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Kenyataan bahwa penyelenggaraan media massa memerlukan dana besar, khususnya Teknologi informatika, maka uang merupakan sarana yang penting dalam penguasaan itu. 

Ia akan mencari penyelenggara media atau orang yang berminat membentuk media yang dapat dipengaruhi, baik karena memang sesuai pikirannya dengan tujuan Pengguna Information Warfare, karena sangat memerlukan uang untuk menjalankan misinya atau karena ambisinya menjadi pemenang perang. 

Ambisi ini jauh melebihi kesetiaannya kepada bangsanya sendiri. Keberhasilan Pengguna Information Warfare memungkinkannya untuk membawa dan menyajikan kehendaknya secara teratur kepada masyarakat luas di semua lini.   


Pengalaman dan pengetahuan menunjukkan bahwa untuk itu media TV paling efektif.
 
Serangan juga dapat dilakukan dalam bidang ekonomi untuk mengacaukan keadaan masyarakat serta menghancurkan kepercayaan kepada pemerintah. Juga bidang budaya dapat dimanfaatkan. Untuk ini peran media massa amat penting untuk mempengaruhi opini dan pandangan masyarakat.
 
Mungkin ada Pengguna Information Warfare yang menganggap tindakan teror lebih efektif untuk membuat masyarakat makin tidak percaya kepada pemerintah dan sebaliknya menjadi tertarik kepada pihak yang membuat teror. 

Kalau organisasi teror itu berhasil membuat organisasi politik yang memperjuangkan tujuannya atau mempengaruhi organisasi yang ada untuk melakukan itu, maka diusahakan pemerintah dapat dijatuhkan dan kekuasaan diambil para pendukung teror dan Pengguna Information Warfare.
 
                Saat ini kita dapat melihat dengan jelas bahwasanya Teknologi Informasi telah berubah bentuk menjadi senjata yang sangat ampuh untuk menghancurkan suatu Negara. 

Simak saja apa yang terjadi di Mesir, Tunisia, Libiya, Syriya, dan banyak Negara Negara Arab yang masih menerapkan fungsi kultur demokrasi berkarakter monarkhi, dan paham turunan akan menjadi sasaran empuk dari Era teknologi ini, tanpa menggunakan kekuatan senjata yang dapat berakhir dengan penggulingan kekuasaan ataupun bagi yang bertahan juga menjadi pemicu perang saudara.
 
Pendapat  beberapa pakar tentang Operasi Informasi .
 
Martin Libicki.     
Seorang Pakar Intelijen teknologi menyatakan Information warfare, is not a separate technique of waging war,  implementasi pandangan tersebut terlihat dalam perkembangan dan kemajuan teknologi khususnya aplikasi teknologi komunikasi dan informasi yang menggunakan peralatan elektronika canggih, kecil dalam ukuran/volume tapi justru memiliki kemampuan besar dan dahsyat serta kehandalan yang tinggi dalam kegiatannya. 

Antara lain menyebutkan;
 
 
.               Command & Control Warfare, which is to separate the enemy’s head  from the body of his forces.
 
.               Intelligence-Based Warfare,  which consists of measures and counter measures that seek knowledge to dominate opponents combat power,  in the battle space & combat power potential outside the battle space.
.               Electronic Warfare, such as radio-electronic or cryptographic means.
 
.               Psychological Warfare, used to influence the minds of friends, neutrals & foes.
 
.               Hacker Warfare, in which computer systems are attacked.
 
.               Economic Information Warfare, blocking or channeling information to pursue  economic dominance.
 
.               Cyber Warfare, a futuristic collection of ideas that range from clever to absurd.
 
 

Gen. Ronald R. Fogleman, USAF Chief of Staff.   

 Perang Informasi penggunaan informasi dan sistem informasi secara ofensif dan defensif untuk menangkal, mengekploitasi, merusak, atau menghancurkan informasi musuh, kegiatan pengolahan informasi, sistem informasi, jaringan komputer, sementara melindungi milik sendiri. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan aspek militer, politis atau bisnis dari pihak musuh.

 
DR. Ivan Goldberg.   
Mengapa Perang Informasi menjadi demikian penting, sebab operasi informasi merupakan sarana yang penting dalam pelaksanaan tugas Angkatan Udara.   Dikarenakan juga sistem informasi yang terintegrasi dalam setiap operasi Angkatan Udara menyebabkan fungsi-fungsi  informasi militer menjadi target yang sangat penting, seperti:  Information Warfare Can Take Many Forms:
 
       Television and radio transmission can be jammed.
 
       Television and radio transmission can be hijacked for a disinformation campaign
 
 
       Logistics networks can be disabled.
 
       Stock exchanges transactions can be sabotaged either with electronic intervention, leaking sensitive information or placing disinformation.
 
       (Cyber War) During the 1991 Gulf War, Dutch crackers stole information about U.S. troop movements from U.S. Defense Department computers and tried to sell it to the Iraqis, who thought it was a hoax and turned it down. [source: wikipedia.org]
 
       In January 1999, U.S. Air Intelligence computers were hit by a coordinated attack, part of which appeared to come from Russian cracking. [source: wikipedia.org] ]
 
 
Greg Wilcox, analis militer AS, menjelaskan tentang perang, sebagai berikut:
 
-          Perang Generasi Pertama bertepatan dengan era munculnya senapan dan tentara mulai memanfaatkannya untuk mendapatkan sasaran tembak dalam jumlah besar.
 
-          Perang Generasi Kedua sesuai dengan lahirnya teknologi di Abad ke-19, seperti senapan mesin yang efeknya berlanjut hingga masa Perang Dunia.
 
-          Perang Generasi Ketiga ditandai dengan motivasi idealisme sebagai penggerak, hingga kemudian sering disebut sebagai peperangan manuver, yang dilakukan oleh Jerman untuk melancarkan perang kilat (blitzkrieg) semasa Perang Dunia II.
 
-          Perang Generasi Keempat (Fourth generation warfare (4GW)) oleh sejumlah analis sering disederhanakan sebagai tindakan terorisme, yang melahirkan ancaman global, menerapkan organisasi sel dan kelompok aksi yang membangkitkan diri sendiri, acap dilandasi oleh keyakinan etnik, agama, moral, dengan sasaran masyarakat atau ekonomi.   Basis Perang Generasi Keempat  bisa berupa nir-nasional atau transnasional,  seperti  ideologi atau agama; melakukan serangan langsung terhadap kultur musuh, dan mampu melancarkan Perang psikologis amat canggih, dalam hal ini dapat melalui manipulasi media.
 
Peneliti Perang Generasi Keempat berkeyakinan bahwa tipe perang ini tidak akan menggantikan Perang Generasi Ketiga dan Kedua, tetapi akan berkoeksistensi. Berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh ahli falsafah dan strategi perang Clausewitz, yang melihat perang sebagai benturan kebijakan dua negara,
 
Meskipun demikian, senjata dan taktik dalam 4GW tidak terbatas pada terorisme. Di Amerika Selatan sempat ditemukan kapal selam yang sedang dibangun oleh kelompok penyelundup obat bius.  

Jadi praktik 4GW bisa diibaratkan sebagai Fase III aksi gerilya Mao. Ketika musuh sudah sempoyongan, aksi bisa diteruskan dengan pemanfaatan sarana dan taktik konvensional untuk menghancurkan militer musuh yang tersisa.






"Ketika Kekuatan Cinta mengatasi Cinta akan Kekuasaan, dunia akan mengetahui Apa itu Perdamaian."
~Almarhum Jimi Hendrix, Gitaris~


Permasalahan dalam Negeri Indonesia
 
Saat ini isu-isu yang mengemuka, antara lain: jalur perdagangan internasional dan jalur perhubungan melalui Selat Malaka, Perairan Riau, dan Laut Cina Selatan yang lebih dikenal sebagai sea lanes of communication (SLOC).   Terganggunya keamanan di jalur laut ini akan mengundang reaksi keras dari negara-negara yang berkepentingan, untuk mencampurinya.
 
Masalah lain dan belum sepenuhnya dapat diselesaikan, antara lain: batas wilayah, antar pelintas batas ilegal, illegal logging, illegal fishing, Human Trafficking, penyelundupan barang-barang dari dan atau ke luar negeri, pembajakan di laut, imigran gelap, dan tenaga kerja ilegal, serta status pulau-pulau kecil yang berada di perbatasan antar negara.
 
Pembangunan sistem pertahanan dan modernisasi kekuatan militer yang terus meningkat, khususnya pembangunan kekuatan udara oleh negara-negara tetangga akan menimbulkan ketidak seimbangan kekuatan di kawasan Asia Tenggara.   Hal ini merupakan potensi ancaman baru sehingga harus mendapat perhatian atau pertimbangan, khususnya dalam penyusunan strategi pertahanan.
 
Pemulihan ekonomi nasional, pembangunan ekonomi daerah yang belum sesuai dengan harapan, reformasi politik yang belum sepenuhnya tuntas serta rekonsiliasi sosial yang belum memuaskan, akan terus menjadi ganjalan yang berdampak pada terganggunya proses pembangunan nasional secara keseluruhan.   Permasalahan dalam negeri yang harus menjadi pusat perhatian antara lain adalah kemiskinan, disintegrasi bangsa, separatisme, konflik komunal dan konflik sosial, perdagangan senjata ilegal, terorisme, dan masalah perbatasan wilayah dengan negara tetangga.
 
 Kekuatan udara merupakan bagian integral dari kekuatan dirgantara sehingga selalu diupayakan agar mampu menguasai, mempertahankan, dan mendayagunakan ruang udara di wilayah udara nasional kita.   Dalam upaya mempertahankan wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional, kekuatan udara hendaknya mampu mendayagunakan seluruh potensi yang berada di dalam ruang udara secara optimal baik pada masa damai maupun perang.   Pendayagunaan kekuatan udara ini diarahkan untuk dapat diproyeksikan ke seluruh wilayah Indonesia dalam rangka melindungi kepentingan nasional.
 
        Kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat, telah memberikan peluang kepada siapa saja yang ingin memanfaatkan teknologi tersebut untuk mengembangkan wawasan pengetahuan, strategi, dan taktik berpikir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Konsekuensi logis dari kondisi ini kemudian mempengaruhi sikap dan perilaku setiap orang yang berpendidikan, bahkan telah memotivasi  masyarakat internasional di setiap belahan dunia untuk menuntut adanya; kebebasan disemua lini, independensi serta tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government); penegakan hukum yang adil (law enforcement of fair), maupun hak untuk hidup layak (kesejahteraan).
               
        Teknologi informasi dewasa ini secara signifikan telah dimanfaatkan oleh perorangan atau kelompok untuk mendapatkan dan menyebarluaskan data dan informasi melalui mass media, internet, dengan pemanfaatan satelit komunikasi  guna memenuhi rasa ingin tahu atau untuk mendukung falsafah hidup seorang komunikator. Pengaruh yang ditimbulkan sangat jelas dapat berakibat positif atau buruk terhadap sasaran yang dicapai, apakah itu pribadi, kelompok, dan atau suatu organisasi pemerintahan.          

Belakangan kerap terjadi suatu informasi yang menyesatkan seperti Jaring sosial Wiki Leaks yang memberikan informasi  tentang berbagai hal telah mempengaruhi kredibilitas banyak negara. Atau juga tayangan hiburan dan berita media elektronik yang bernuansa kekerasan, materialistis, dan menghasut dapat menggoda pemirsa untuk berbuat anomali. 

Masih banyak contoh strategi dan taktik berpikir yang hendak dikembangan dari kemajuan teknologi informasi terhadap Sembilan komponen strategis:
1.  Ideologi, 
2.  Politik,
3.  Ekonomi, 
4.  Sosial, 
5.  Budaya, 
6.  Geografi, 
7.  Demografi, 
8.  Sumber daya alam, 
9.  Pertahanan, dan Kemanan

sebagai upaya mempengaruhi wawasan dan ketahanan suatu bangsa.  
 
Dari situasi dan kondisi tersebut di atas kemudian berkembang dengan apa yang dinamakan Assimetric War sebagai cara untuk mendapatkan sumber daya atau aset strategis lainnya.

Kesimpulan
 
Perang  Asimetrik umumnya dilakukan secara terselubung oleh nonstate actor  yang berhubungan atau bersimpati terhadap bangsa tertentu (state actor) negara melalui sistem proxy yang memanfaatkan jaringan informasi untuk mencegah implementasi protokol, misalnya melalui modem. Hal ini biasanya dilakukan untuk memberikan dukungan  kepada state actor.   

Dukungan ini penting untuk menjaga citra aktor negara tidak tercemar, supaya kemudian dapat melakukan negosiasi dengan menyatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas tindakan pihak-pihak yang  hanya simpatisan, atau untuk menghindari tuduhan melakukan kejahatan perang.  
 
Dalam memahami aplikasi perang informasi terdapat  sudut pandang yang berbeda antara Perang Asimetrik dan Terorisme . Dalam konteks modern, Perang Asimetrik semakin dianggap sebagai bagian dari peperangan generasi keempat . Bila dipraktekkan di luar hukum perang meskipun oleh praktisi atau pendukung, sering didefinisikan sebagai terorisme. Pandangan lain adalah bahwa Perang Asimetrik tidak bertepatan dengan terorisme.


Misalnya dalam konflik asimetris, sisi dominan biasanya sebagai bagian dari propaganda kampanye, bisa menuduh pihak yang lemah menjadi Teroris, penjarah atau radikalis dan subversiv.   Pendapat lain menyebutkan bahwa Perang Asimetrik disebut "terorisme"  oleh mereka yang ingin mengeksploitasi konotasi negatif dari kata tersebut dan membawa tujuan politik tertentu.
 
Untuk memastikan bahwa semua komponen yang terlibat  berpikir, bertindak, dan beroperasi untuk mencapai dominasi informasi secara optimal, maka stake holder menemukan beberapa wawasan tentang bagaimana cara terbaik untuk melakukan hal ini.  Disesuaikan dengan  konsep yang perlu dilakukan untuk memenuhi visi Operasi Informasi.   
 
Pemimpin atau pembuat keputusan harus mulai melihat medan pertempuran dalam hal keputusan damai dan perang.   pelaksana harus merencanakan operasi untuk mendukung kebutuhan dan persyaratan dari keputusan seperti halnya rencana untuk menghancurkan dan melindungi kekuatan tempur. Secara umum, masalah yang dialami oleh para Perencana  adalah memahami bahwa Operasi Informasi dapat diselesaikan dengan baik. 
 
Perencanaan Operasi Informasi adalah usaha multifungsi dari banyak pemain peran.   Setiap fungsi   akan memiliki persyaratan informasi, dan ini akan dipenuhi oleh staf intelijen dan operator, dan ditransmisikan melalui sistem informasi  oleh komunikator.   Untuk sebagian besar aspek dari proses perencanaan Operasi Informasi (informasi dan sistem informasi) sudah merupakan bagian integral dari proses perencanaan, dan metodologi yang harus diikuti untuk memastikan integrasi penuh dengan rencana secara keseluruhan.
 
                Operasi Informasi tidak berdiri sendiri.   Untuk memaksimalkan aplikasi Operasi Informasi sesuai yang ada di doktrin, maka harus ada perubahan budaya eselon dan tingkatan yang mengakui pentingnya era informasi.   Operasi Informasi harus dibuat jelas untuk semua eselon, melalui instruksi, task  dan yang lebih penting adalah dengan memastikan semua informasi berperan di dalam semua lini. 




"Yang memungkinkan penguasa yang bijak serta jenderal yang baik untuk menyerang dan menguasai serta mencapai semua hal di luar kemampuan orang biasa, adalah mengetahui lebih banyak."

~Sun Tzu (abad 6 SM), The Art of War.~

Catatan:

*Marsma TNI Madar Sahib STS., Psc., SSP.:

Lulusan The Royal College of Defence Studies, UK 2004, dan The George Marshal Center di Germany untuk bidang Defence Management dan Contra terorist , mempunyai kemampuan dibidang C4ISR, UAS/V, Contra Terorist Management, Intelligence, IT Tracking System, and Information Warfare.

Sources:

1. http://en.wikipedia.org/wiki/Asymmetric_warfare
2. http://www.seskoau.mil.id (SESKO AU , Lembang)
3. http://lemjiantek.mil.id/article-82-perang-masa-depan.html 
4. http://www.darpa.mil (Defense Advanced Research Projects Agency)

No comments: