Produksi
dan Cadangan Minyak kita terbukti turun terus. Walaupun cadangan gas
kita empat kali lipat cadangan Minyak tetapi program konversi Minyak ke
Gas Domestik terbukti tidak berjalan mulus. Program 10.000 MW PLTU (Uap)
Batubara tidak berjalan mulus dan sebagian besar produksi batubara kita
diekspor.
PLTA (Air) di luar Jawa kurang
berkembang.
Program Bahan Bakar Nabati
tidak berjalan seperti yang diharapkan.
PLTS
(Surya) dan PLTB (Bayu) banyak yang tidak berfungsi lagi.
Berarti
ada yang tidak pas di Negeri ini.
Marilah kita evaluasi
satu per satu.
Minyak kurang berkembang karena sistem fiskal dan iklim
investasi yang kurang menarik. Gas kurang termanfaatkan untuk domestik
karena harga domestik yang tidak menarik dan tidak disiapkannya
infrastruktur dimasa lalu.
Batubara 10.000 MW kurang
berkembang karena terdapat masalah negosiasi, birokrasi dan koordinasi.
Kebanyakan
batubara diekspor karena harga domestik yang kurang menarik
dibandingkan harga ekspor.
PLTA kurang berkembang karena
masalah birokrasi, koordinasi, promosi dan kemauan politik untuk
mengembangkan industri di luar Jawa.
Panasbumi kurang
berkembang karena harga domestik yang tidak menarik di masa lalu.
Bioenergi
kurang berkembang karena masalah harga, peraturan, insentif, birokrasi,
koordinasi dan litbang.
Surya dan bayu tidak terawat
karena kurang dikembangkan litbang dan Kemampuan Nasional disamping
masalah birokrasi dan koordinasi. Konservasi kurang berhasil karena
harga energi murah, peraturan (kurangnya insentif untuk penghematan
energi) dan kurangnya dukungan bagi litbang serta kurangnya peningkatan
kemampuan nasional untuk itu.
Menurut International
Sustainable Energy Organization (ISEO) Biaya Energi Terbarukan seperti
Energi Surya, Energi Angin, Panasbumi, Arus Laut dan Hidrogen akan turun
di masa depan, sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) akan naik
(walaupun masih tetap rendah). Biaya Energi Tak Terbarukan seperti
Minyak, Gas, Batubara dan Nuklir akan naik di masa depan.
German
Working Party, 2004 memperkirakan Biaya Energi sampai tahun 2050
termasuk menggunakan Geocogen (Geothermal deepwell energy cogeneration)
dan SBSP (Space Based Solar Power). Juga diperkirakan True Energy Cost
dengan memperhitungkan Resiko, Biaya Lingkungan dan Carbon Credit
(Sumber: Gustav R. Grob (ISEO Executive Secretary dan ICEC President).
ISEO
adalah International Sustainable Energy Organization sedangkan ICEC
adalah International Clean Energy Consortium. Judul makalahnya adalah
“Energy Status Quo and Technology towards Clean Energy”, Chengdu, China,
September 28, 2010).
Batubara bisa lebih bersih
lingkungan, konsekuensinya biayanya lebih mahal. Batubara bisa dibuat
cair (Coal To Liquid atau CTL) atau dijadikan gas. Gas bisa dibuat cair
(Gas To Liquid atau GTL). Gas bisa diperoleh dari Gas Alam (Potensi 335
TCF), dari CBM (Potensi 454 TCF), Shale Gas dan dari Methane Hydrate
(Potensi 625 TCF) . Nuklir dari Uranium dan Thorium (FISI) adalah Tak
Terbarukan.
Tidak benar kalau energi nuklir sangat aman
karena disamping Chernobyl dan Three Mile Island, di Amerika Serikat 27
dari 104 reaktor nuklirnya pernah bocor (Tobi Raikkonen, 12 Maret 2010).
Menurut USA Today 17 Juli 2007 di Jepang terjadi kebocoran nuklir
1997-2007 sebanyak 8 kali. Apalagi kemudian terjadi tragedi Fukushima
(2011).
Banyak Negara-negara Eropa yang menutup PLTN
(Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) nya 2020.
Penanganan
dan penyimpanan limbah Uranium yang benar adalah mahal dan kalau tidak
benar berbahaya.
Perancis bisa membantu memproses limbah
Uranium tetapi limbah terakhirnya tetap dikirim ke Negara asal yang
mempunyai PLTN.
Konsorsium Uni Eropa, Jepang,
Cina, India, Korsel, Rusia dan Amerika Serikat membiayai Pengembangan
Nuklir FUSI yaitu ITER (International Thermonuclear Experimental
Reactor) TOKAMAK di Perancis Selatan.
(ITER)
TOKAMAK tersebut diharapkan bisa dikembangkan secara komersial pada
tahun 2020 an dan dibuat dari reaksi FUSI antara Detrium dan Tritium
yang limbahnya relatif aman (dibandingkan Uranium).
Indonesia
sebaiknya fokus pada FUSI.
Andai kata Nuklir
FISI ingin dikembangkan segera maka paling cepat dioperasikan pada 2021
karena memerlukan 10 tahun untuk merealisasikan PLTN seperti di
Malaysia. Sebaiknya Indonesia bekerjasama dengan Singapura dan Malaysia
(lebih baik bila juga dengan Negara-negara Asean lainnya).
Lokasi
pembangkitannya bisa di Pulau kosong di Indonesia dekat Singapura.
Makin banyak Negara-negara yang mengawasi diharapkan makin aman dan
makin banyak Negara-negara yang memakai makin murah.
Urutan
Global Innovation Index (Maret 2009) dari beberapa Anggota Asean dan
Negara Maju adalah sebagai berikut:
1. Singapore, 2. South
Korea, 8. US, 9. Japan, 15. UK, 19. Germany, 20. France, 21. Malaysia,
27. China, 44. Thailand, 46. India, 49. Russia, 71. Indonesia.
Tidak
benar kalau nuklir adalah energi yang paling murah. International
Energy Agency atau IEA di Paris tahun 2010 memberikan Electricity
Generation Costs 2010 dan Perkiraan 2050 (Tabel 1) yang menunjukkan
energi lain kecuali minyak dan matahari tidak lebih mahal saat ini
(2010) dan justru lebih murah di 2050 kecuali minyak.
Kita
masih bisa mencukupi kebutuhan energi sampai 2030 dengan menggunakan
Energi Domestik
(Minyak, Gas, CBM, Shale Gas, Batubara,
Panasbumi, Air, Surya, Angin, Laut, Biofuel dan Biogas) serta
mengembangkan Kemampuan Nasional untuk memproduksikan Energi Terbarukan
dan Konservasi Energi.
Bahkan kalau perlu mengimpor gas
dan batubara (yang lebih murah dari BBM) serta mengusahakan migas di
luar negeri.
Perlu Kebijakan Harga dan Infrastruktur serta
Peningkatan Iklim Investasi dan Peningkatan Kemampuan Nasional yang
mendukung untuk mengoptimalkan penggunaan Energi Domestik. Untuk
mencukupi kebutuhan energi 2030-2050 perlu dilihat perkembangan
Teknologi dan Biaya Energi pada 2020.
Diharapkan Pertamina
dan Perusahaan-perusahaan Nasional Migas lain dapat meningkatkan
produksi migasnya baik di dalam dan di luar negeri seperti Petronas
disamping perlu perbaikan Sistem Fiskal dan Iklim Investasi serta Sistem
Informasi untuk meningkatkan Investasi Internasional Migas di
Indonesia.
Terobosan Teknologi (Nano) menyebabkan Energi
Terbarukan lebih murah dimasa depan. Konservasi atau Penghematan Energi
mengurangi Pemakaian dan Pasokan Energi serta mengurangi Polusi.
Pemakaian mobil irit bensin seperti yang dihasilkan ITS dan penghematan
energi lainnya perlu didukung dan dikembangkan secara Nasional.
Peningkatan
Kemampuan energi Nasional wajib dilakukan . Dana dapat diperoleh dari
Penghematan yang diperoleh dari digantikannya BBM (Bahan Bakar Minyak)
yang mahal dan sudah diimpor dengan energi lain yang lebih murah dan
tersedia di dalam negeri (gas, batubara, panasbumi dan energi terbarukan
lain).
Untuk menghindari krisis energi dimasa datang
perlu dioptimalkan pemanfaatan energi di Indonesia baik dari sisi
pemanfaatan sumberdaya maupun pemanfaatannya.
Untuk
itu dibutuhkan kerjasama dan kasih sayang, kejujuran dan keterbukaan,
kerja keras dan cerdas dari seluruh Bangsa Indonesia. Kita perlu
melakukan hal-hal yang benar untuk Negeri ini.
Ketika
Harry Potter "selamat" dari Voldemore (Musuhnya), Dumbledore (Kepala
Sekolahnya): mengatakan:
"Someday, you will have to choose
between what is right and what is easy."
Pilihan kita, mau
"benar" tetapi ,walaupun sulit, "berhasil" di jangka panjang atau mau
"gampang" tetapi "standstill" tidak kemana mana.
Menurut
Yasadipura (kakek Ranggawarsita) mengatakan:
"Waniya ing
gampang, wediya ing pakewuh, sabarang nora tumeka." artinya: sukailah
kemudahan, takutilah kesulitan, maka tidak ada yang diperoleh.
Persoalan
energi dan bangsa tidak bisa hanya diselesaikan oleh Pemerintah saja.
Negara
yang baik membutuhkan adilnya Pemimpin, amalnya Pengusaha, ilmunya
Akademisi (Ulama) serta kesabaran, kemandirian dan keperdulian
Masyarakat.
Daftar Pustaka
1.
Economics and Development Resource Center, Guidelines for the Economic
Analysis of Project, ADB (Asian Development Bank), Manila, 1997.
2.
Gustav R. Grob, Energy Status Quo and Technology towards Clean Energy,
Chengdu, China, September 28, 2010.
3. IEA (International
Energy Agency), Energy Thecnology Prespectives, Scenarios &
Strategies to 2050, Paris, 2010.
4. Partowidagdo, W, Migas dan
Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan, Development
Studies Foundation, Bandung, 2009.
5. Partowidagdo, W.,
Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan, Bandung, Development
Studies Foundation, 2010.
6. Petronas, Profitability Based
Revenue-over-Cost (R/C) PSC, Manila, Philippines, 14 – 19 March 2005.
7.
The Goldman Sachs Group, Inc., 125 Projects to Change The World, New
York, 2006.