Allhamdulilah pagi ini penulis dapat bersahabat dengan Sang Ilmuwan Muda Kelahiran Indonesia dalam jejaring sosial Facebook:
Sang Pencari dan Penemu Planet
Dr. rer. nat. Johny Setiawan, Dipl. Phys.
1. http://www.johny-setiawan.net/
2. http://www.mpia.de/Public/menu_q2.php
Date of birth: 1974 August 16th
Place of birth: Jakarta, Indonesia
Nationality (by ethnicity): Indonesian
Citizenship: German
Home addresses: 10365 Berlin, Germany, 69126 Heidelberg, Germany
Bintaro Sektor IX, Tangerang, Banten, Indonesia
Affiliation: Embassy of the Republic of Indonesia, Lehrter Str. 16-17, 10557 Berlin, Germany
Contact: e-mail: setiawan@indonesian-embassy.de
Tel. +49 30 47807 242
Fax. +49 30 44737 142
School
1981-1986: Elementary school
SD. St. Fransiskus I, Jakarta, Indonesia.
1986-1989: Middle school
SMP Immaculata, Marsudirini, Jakarta, Indonesia.
1989-1992: High school
SMA Fons Vitae I, Marsudirini, Jakarta, Indonesia.
University
1992-1993: Preparatory courses for foreign students (University of Heidelberg).
1993-1999: Undergraduate and graduate studies in physics (Diplom) Albert-Ludwig University of Freiburg.
1999-2003: Doctoral program at the Albert-Ludwig University of Freiburg
2009- 2011: Courses in Law and Business at the University of Mannheim
Courses in Politics at the University of Mannheim
Courses in History at the University of Heidelberg
Work experience
1995-2001: Student assistant for administration of the Evangelisches Studentenwohn-Heim
(student residence) in Freiburg.
1997-1999: Cook in the gastronomy.
Apr-Sept 2000: Student research assistant at the European Southern Observatory, Garching bei München.
Sept 2000-May 2003: Research scientist and doctoral candidate at the Kiepenheuer-Institute for Solar Physics, Freiburg.
Jan-June 2001: Student research assistant at Mettler Toledo AG, Schwerzenbach/Zurich (Switzerland )
June 2003- Sept 2011: Research scientist at the Max-Planck Institute for Astronomy (MPIA) in the Department of Planet and Star formation.
Mar 2012-now: Embassy of the Republic of Indonesia in Berlin, Germany. Section for Economic (and Development).
International experience and collaborations
1999 - 2011 regular visitor at the La Silla observatory in Chile for astronomical observations.
2000 - 2011 collaborations with international colleagues from:
• European Southern Observatory (ESO)
• Université de Genève, Observatoire de Genève (Switzerland)
• Universidad Federal do Rio Grande do Norte (Brazil)
• National Astronomical Observatories, Chinese Academy of Sciences, Beijing (China)
• Department of Physics and Kavli Institute of Astrophysics and Space Research, Massachussetts Institute of Technology, Cambridge, USA
2009 - Now : Deputy chairman (Oct 2009- Jul 2011) and Advisory board member (since Sept. 2011) of Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4, International Indonesian Scholar Association)
Invitation for giving scientific talks
2008: European Space Agency (the Netherlands), Kiepenheuer Institute for Solar Physics (Freiburg, Germany), University of Hamburg, University of Jena, Asian Science Camp, Bali, Indonesia
2009: Embassy of the Republic of Indonesia for Germany, Berlin, University of Heidelberg
2010: Department of Astronomy ETH, Zürich, Switzerland, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, ITB, Indonesia
2011: Torun Centre for Astronomy, Poland
2012: Arecibo Observatory, Puerto Rico OeAD & Embassy of the Republic of Indonesia for Austria, Vienna
Miscellaneous: language skills and hobbies
Language skills: indonesian (native), german (native-speaker level), english (fluent), spanish (good), french (fair)
Computer skills: Windows, Linux, Unix, SAP/R3
Hobbies: Cooking, travelling, fitness, cultural activities, paleontology & archeology, videography.
http://www.i-4.or.id/
Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional
Penemu Tata Surya Tertua
Johny Setiawan, astronom Indonesia, beserta astronom Eropa berhasil menemukan tata surya tertua. Dunia baru tersebut terdiri atas satu bintang yang dikelilingi oleh dua planet. Tata surya tersebut dikatakan tertua karena berumur 12,8 miliar tahun, hanya 900 juta tahun lebih muda dari semesta yang tercipta lewat Big Bang pada 13,7 miliar tahun lalu.
Bintang induk pada tata surya tersebut diberi nama HIP 11952 sesuai penamaan obyek dari katalog Hipparcos. Sementara kedua planet yang mengorbit bintang tersebut diberi nama HIP 11952 b dan HIP 11952 c. HIP 11952 juga dijuluki "Sannatana". Dalam bahasa Sansekerta, kata tersebut berarti abadi atau purba, sesuai dengan keunikan tata surya baru ini.
Sistem keplanetan yang baru saja ditemukan ini diperkirakan terbentuk saat galaksi Bimasakti masih bayi atau bahkan belum terbentuk. Jarak tata surya ini bahkan tak jauh, hanya 375 tahun cahaya dari Bumi. "Ini sama perumpamaannya dengan menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah sendiri," ungkap John.
Dua planet yang mengitari HIP 11952 ditemukan dengan metode kecepatan radial. Teknik ini didasarkan pada observasi gerakan bintang induk akibat planet-planet yang mengelilinginya. Penelitian dilakukan pada tahun 2009-2011 menggunakan spektrometer FEROS (Fibre-fed Extended Range Optical Range Spectograph) pada teleskop 2,2 meter di Observatorium La Silla, Cile.
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dua planet di tata surya baru ini ialah planet gas raksasa berukuran 0,8 dan 2,9 kali Jupiter. Masing-masing berevolusi dengan periode 7 dan 290 hari.
Anomali
Tata surya baru ini bisa dikatakan anomali. Pasalnya, bintang induk pada sistem keplanetan ini miskin logam, diperkirakan hanya 1 persen dari kandungan logam Matahari. Teori saat ini menyatakan bahwa bintang-bintang dengan kandungan logam tinggi cenderung memiliki peluang lebih besar untuk memiliki planet, dan sebaliknya.
Sejauh ini, HIP 11952b dan HIP 11952c adalah temuan planet kedua yang mengelilingi bintang miskin logam. Tahun 2010, ditemukan planet yang mengelilingi HIP 13044 yang juga miskin logam. Berdasarkan hasil penelitian, Johny mengatakan, "Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan bahwa planet-planet ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang yang kandungan logamnya sedikit."
Tak cuma itu, Johny yang bertahun-tahun bekerja di Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman, mengatakan bahwa planet di sekelilling bintang melarat logam mungkin umum. Observasi pada bintang-bintang tua masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal tersebut. Tim peneliti masih akan terus mencari jawabannya.
Secara lebih luas, secara teoritis diketahui bahwa lingkungan awal semesta hanya terdiri atas hidrogen dan helium. Unsur-unsur logam yang lebih berat terbentuk lewat proses lebih lanjut seperti supernova. Penelitian ini menunjukkan bahwa manusia bisa berharap adanya planet-planet purba yang terbentuk pada awal semesta, walau kondisinya dipandang kurang memungkinkan.
Hasil penelitian Johny dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics yang terbit minggu ini. Johny kini mengabdi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin.
Sumber:
1. http://www.mpia.de/Public/menu_q2.php
Max Planck Institute for Astronomy
Königstuhl 17
D-69117 Heidelberg
Phone: | (++49|0) 6221 – 528-0 |
Fax: | (++49|0) 6221 – 528-246 |
E-mail: | sekretariat@mpia.de |
2. http://www.eso.org/sci/facilities/lasilla/
La Silla Paranal Observatory: La Silla Facilities
3. http://www.aanda.org/
Journal of Astronomy & Astrophysics
4. http://www.indonesian-embassy.de/
Embassy of the Republic of Indonesia in Berlin - Germany
5. Kompas Sains