Duhai sahabatku tahukah kita?
Bahwa: masing-masing dari diri kita memilikinya, yaitu potensi untuk menjadi lebih baik, memimpin dan memberi inspirasi.
"Seringkali kita menganggap apa yang kita lakukan hanyalah sesuatu yang kecil dan tak berarti
Tapi ingatlah Setetes air akan sangat berharga ketika kita kehausan ditengah panasnya gurun pasir
Sebuah Puzzle tak akan lengkap jika satu saja kepingannya tak ada
Maka bersyukurlah atas setiap hal yang dapat kita lakukan
Mulailah membuat langkah-langkah kecil yang sederhana
Teruslah melangkah di jalan yang kita buat
Pasti nanti akan ada banyak yang meragukan kita
Atau bahkan Menghina, Merendahkan dan Menertawakan Kita"
"Terus.,.Teruslah Melangkah.,.Terus.,Berlari.,.Teruslah Terbang"
Don't Give Up!
Pantang Menyerah!
"Karena Keberhasilan itu adalah tentang Kesabaran dalam Bertahan
Disa'at yang lain menyerah pasrah
Ketakutan Kita
Keraguan Kita
Kesedihan Kita
Hanya akan membuat kita lemah dan kecil"
Mari Kita Berlari...Terbos semua ketakutan.,. Mari Kita Terbang..Hadapai setiap rintangan.,..
Menggapai Puncak Harapan dan Impian Kita
Jangan hanya selalu menjadi penonton, karena semua orang juga bisa
Tapi tujulah Lapangan
Jadilah Sang Pemain Kehidupan dan
Lesakan Goal Terindah kita
Ambil dan hadapi Resiko
Meski terkadang kita harus terjun bebas
Namun yakinlah Pertolongan Yang Kuasa akan datang disaat kita membutuhkan
Beranilah Bermimpi
Berani Menjadi Kreatif
Karena dengan itu Matahari yang panas akan dapat kita genggam dengan tangan kita
Bermimpilah Berani Bermimpi Besar
Rasakan dengan Sepenuh Hati
Yakini dengan tekad yang Kuat
Kelak kita akan bisa
Menggapai puncak Terindah dan Tertinggi
Apapun Mimpi dan harapan Kita
Majulah, berjuanglah untuk mewujudkannya
Jangan menunggu bukti
Tapi Jadilah Bukti itu sendiri
Mari menjadi teladan bagi diri, keluarga dan masyarakat
Janganlah berputus asa terhadap apa yang kita raih hari ini
Bangkitlah Selalu
Amin
Membangun Peradaban Dirgantara dan Keantariksaan Nusantara
Kalau sebuah hope bisa membuat hidup kita lebih bergairah, lebih bersemangat, dan lebih baik mengapa kita tidak membangun industri harapan? Bahan bakunya gampang didapat: Niat baik, Ikhlas, Semangat, kreativitas, tekad, dan totalitas.
Semuanya bisa diperoleh secara gratis!
Kalau sebuah hope bisa membuat hidup kita lebih bergairah, lebih bersemangat, dan lebih baik mengapa kita tidak membangun industri harapan? Bahan bakunya gampang didapat: Niat baik, Ikhlas, Semangat, kreativitas, tekad, dan totalitas.
Semuanya bisa diperoleh secara gratis!
Diadaptasi dari ceramah Prof. Habibie
17 tahun lalu, tepatnya 10 Agustus 1995, dalam rangka
peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa kita telah
menggoreskan pena sejarahnya dengan terbang perdana pesawat terbang
canggih N‐250.
Pesawat turboprop tercanggih, hasil
disain dan rancang bangun putra‐putri terbaik bangsa sendiri mengudara di
atas kota Bandung dalam cuaca yang amat cerah, seolah melambangkan
cerahnya masa depan bangsa karena telah mampu menunjukkan kepada dunia
kemampuannya dalam penguasaan sains dan teknologi secanggih apapun oleh
generasi penerus bangsa.
Bandung memang mempunyai arti dan
peran yang khusus bagi bangsa Indonesia. Bukan saja sebagai kota
pendidikan, kota pariwisata atau kota perjuangan, namun Bandung juga
kota yang menampung dan membina pusat‐pusat keunggulan Iptek, sebagai
penggerak utama proses nilai tambah industri yang memanfaatkan teknologi
tinggi (high tech).
Pada tahun 1985, sepuluh tahun sebelum terbang perdananya, telah dimulai riset dan pengembangan pesawat N250. Semua hasil penelitian dari pusat‐pusat keunggulan penelitian di Eropa dan Amerika dalam bidang ilmu dirgantara, ilmu aerodinamik, ilmu aeroelastik, ilmu konstruksi ringan, ilmurekayasa, ilmu propulsi, ilmu elektronik, ilmu avionik, ilmu produksi, ilmu pengendalian mutu (qualitycontrol) dsb, telah dikembangkan dan diterapkan di industri IPTN, di Puspitek, di BPPT dan di ITB, UGM, UI, ITS, dsb.
Dengan terbangnya N250 pada kecepatan tinggi dalam daerah “subsonik” dan stabiltas terbang dikendalikan secara elektronik dengan memanfaatkan teknologi “fly by wire”, adalah prestasi nyata bangsa Indonesia dalam teknologi dirgantara.
Dalam sejarah dunia penerbangan sipil, pesawat N250 adalah pesawat turboprop yang pertama dikendalikan dengan teknologi fly by wire.
Dalam sejarah dunia dirgantara sipil, pesawat Jet AIRBUS A300 adalah yang pertama kali menggunakan teknologi fly by wire, namun AIRBUS 300 ini terbang dalam daerah “transsonic” dengan kecepatan tinggi, sebagaimana kemudian juga Boeing‐777.
Fakta sejarah mencatat bahwa urutan pesawat penumpang sipil yang menerapkan teknologi canggih untuk pengendalian dan pengawasan terbang dengan “fly by wire” adalah sebagai berikut:
1. A‐300 hasil rekayasa dan produksi Airbus Industri (Eropa)
2. N‐250 hasil rekayasa dan produksi Industrie Pesawat Terbang Nusantara IPTN, sekarangbernama PT. Dirgantara Indonesia (Indonesia)
3. BOEING 777 hasil rekayasa dan produksi BOEING (USA)
Fakta sejarah mencatat bahwa urutan pesawat penumpang sipil yang menerapkan teknologi canggih untuk pengendalian dan pengawasan terbang dengan “fly by wire” adalah sebagai berikut:
1. A‐300 hasil rekayasa dan produksi Airbus Industri (Eropa)
2. N‐250 hasil rekayasa dan produksi Industrie Pesawat Terbang Nusantara IPTN, sekarangbernama PT. Dirgantara Indonesia (Indonesia)
3. BOEING 777 hasil rekayasa dan produksi BOEING (USA)
Produk pesawat terbang, produk kapal laut dan produk kerata api yang pernah kita rancang bangun dalam “euforia reformasi” telah kita hentikan pembinaannya atau bahkan sedangdalam “proses penutupan”. Misalnya PT. Dirgantara Indonesia yang dahulu memiliki sekitar 16.000 karyawan, sekarang tinggal kurang‐lebih 3.000 karyawan, yang dalam 3 sampai 4 tahun mendatang dipensiun karena tidak ada kaderisasi dalam segala tingkat.
Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang mengkoordinir 10 Perusahaan yang pada tahun 1998 memiliki kinerja turn‐over sekitar 10 Milliard US$ dengan 48.000 orang karyawan, kemudian dalam “eufori reformasi” dibubarkan!
Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) yang mengkoordinir 10 Perusahaan yang pada tahun 1998 memiliki kinerja turn‐over sekitar 10 Milliard US$ dengan 48.000 orang karyawan, kemudian dalam “eufori reformasi” dibubarkan!
Pembinaan Industri Dirgantara, Industri Kapal Laut, Industri Kereta Api, Industri Mesin, Industri Elektronik‐Komunikasi dan Industri Senjata, dsb.
Tak lagi mendapat perhatian dan pembinaan!
Bila saja pembangunan dan pembinaan industri strategis ini terus dilanjutkan maka tak mustahil bidang ini akan menyerap jutaan tenaga kerja dan keuntungan Trilyunan US $. Sehingga mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa ekonomi terkuat di dunia.
Membangkitkan Industri Dirgantara Nusantara
Pasar Domestik yang begitu besar di bidang transportasi, komunikasi, kesehatan dsb.“diserahkan” kepada produk impor yang mengandung jutaan “jam kerja” untuk penelitian, pengembangan dan produksi produk yang kita butuhkan.
Produk yang dibutuhkan itu harus kita biayai dengan pendapatan hasil ekspor sumber daya alam terbaharukan dan tidak terbaharukan, energi, agro industri, pariwisata, dsb. Ternyata potensi ekspor kita ini tidak dapat menyediakan jam kerja yang dibutuhkan sehingga SDM di desa harus ke kota untuk mencari lapangan kerja atau ke luar negeri sebagai TKI dan TKW.
Akibatnya, proses pembudayaan dalam rumah tangga terganggu dsb. Proses pembudayaan (“Opvoeding, Erszeihung, Upbringing”) harus disempurnakan dengan proses pendidikan dan sebaliknya, karena hanya dengan demikian sajalah produktivitas SDM dapat terus ditingkatkan melalui pendidikan dan pembudayaan sesuai kebutuhan pasar.
Pertumbuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seharusnya dipelihara setinggi mungkin untuk dapat meningkatan “pendapatan bruto masyarakat” atau peningkatan“kekayaan national” atau “national wealth”. Namun pemerataan pemberian kesempatan berkembang, pemerataan pendidikan‐pembudayaan dan pemerataan pendapatanlah yang pada akhirnya menentukan kualitas kehidupan, kualitas kesejahteraan dan kualitas ketentraman yang menjadi sasaran tiap masyarakat.
Bukankah jam kerja yang terselubung pada tiap produk yang kita beli itu pada akhirnya menentukan tersedianya lapangan kerja atau mekanisme proses pemerataan dalam arti yang luas itu?
Kita harus pandai memproduksi barang apa saja yang dibutuhkan di pasar nasional dan memberi insentip kepada siapa saja, yang memproduksi di dalam negeri, menyediakan jam kerja dan akhirnya lapangan kerja.
Potensi pasar nasional domestik kita sangat besar. Misalnya, pertumbuhan penumpang pesawat terbang sejak 10 tahun meningkat sangat tinggi, sekitar 10% ‐ 20% rata-rata tiap tahun. Produksi pesawat terbang turboprop N250 untuk 70 penumpang yang sesuai rencana pada tahun 2000 sudah mendapat sertifikasi FAA dan Pesawat Jet N2130 untuk 130 penumpang yang sesuai rencana mendapat sertfikasi FAA pada tahun 2004 adalah jawaban kita untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Kedua produk yang dirancang bangun oleh putra‐putri generasi penerus ini yang mengandung jutaan jam kerja, bahkan harus dihentikan.
MENGAPA ? ? ?
Demikian pula dengan produksi kapal Caraka Jaya, Palwobuwono dan kapal Container yang harus dihentikan. Produksi kerata api harus pula dihentikan.
Walaupun pasar domestik nasional begitu besar, namun sepeda motor, telpon genggam dsb. yang semuanya mengandung jam kerja yang sangat dibutuhkan nyatanya barang‐barang tersebut tidak diproduksi di dalam negeri.
MENGAPA? MENGAPA? MENGAPA?
Kita mesti melakukan reaktualisasi peran Iptek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka meningkatkan daya saing dan produktivitas nasional, serta untuk menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang.
Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, dan hal tersebut akan mensyaratkan solusi yang tepat, terencana dan terarah. Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk.
Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk‐produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain.
"Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo‐colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".
Saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya paratokoh dan cendekiawan di kampus‐kampus serta di lembaga‐lembaga kajian dan penelitian lain untuk secara serius merumuskan implementasi peran iptek dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan.
Terkait dengan hal tersebut, saya sangat menghargai upaya Pemerintah dalam membentuk Komite Inovasi Nasional (yang dikenal dengan KIN) dan Komite Ekonomi Nasional (yang dikenal dengan KEN) dengan tugas sebagai advisory council untuk mendorong inovasi di segala bidang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Saya mengetahui bahwa KIN maupun KEN telah merumuskan berbagai strategi dan kebijakan dan agenda aksi, khususnya yang menyangkut perbaikan ekosistem inovasi dan pengembangan wahana transformasi industri.
Apa yang ingin saya ingatkan ialah, jangan sampai berbagai konsep yang dirumuskan oleh KIN maupun KEN tersebut hanya berhenti ditingkat masukan kepada Presiden saja, ataupun di tingkat rencana pembangunan saja, namun perlu direalisasikan dalam kegiatan pembangunan nyata.
Jangan kita merasa puas dengan wacana maupun berencana, namun ketahuilah bahwa rakyat menunggu aksi nyata dari kita semua, baik para penggiat teknologi, penggiat ekonomi, pemerintah maupun lembaga legislatif. Saya juga menyarankan agar Pemerintah maupun Legislatif perlu lebih proaktip peduli dan bersungguh sungguh dalam pemanfaatan produk dalam negeri dan “perebutan jam kerja”.
Kerjasama Pemerintah Daerah dan Pusat bersama dengan wakil rakyat di lembaga Legeslatif Daerah dan Pusat perlu ditingkatkan konvergensinya ke arah lebih pro rakyat, lebih pro pertumbuhan dan lebih pro pemerataan.
Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan pesan dan himbauan, hendaknya kita pandai-pandai belajar dari sejarah. Janganlah kita berpendapat bahwa tiap pergantian kepemimpinan harus dengan serta‐merta disertai pergantian kebijakan, khususnya yang terkait dengan program penguasaan dan pernerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kita mengetahui bahwa dalam penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi diperlukan keberlanjutan (continuity).
Jangan sampai pengalaman pahit yang dialami industri dirgantara dan industri strategis pada umumnya sebagaimana saya sampaikan di atas terulang lagi di masa depan!
Jangan sampai karena euforia reformasi atau karena pertimbangan politis sesaat kita tega “menghabisi” karya nyata anak bangsa yang dengan penuh ketekunan dan semangat patriotisme tinggi yang didedikasikan bagi kejayaan masa depan Indonesia.
Kita dapat bersyukur bahwa bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang multi etnik dan sangat peka terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Allah subhana wata’alla.
Oleh karena itu ini adalah falsafah hidup nyata bangsa ini yang dari masa ke masa selalu disesuaikan dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dan peradaban yang dikembangkan dan diterapkan oleh kita bersama.
Dapat kita catat, bahwa saat ini bangsa kita sudah keluar dari “euforia kebebasan” dan mulai kembali ke“kehidupan nyata” antara bangsa‐bangsa dalam era globalisasi. Persaingan menjadi lebih ketat dan berat.
Peran keunggulan Sumber Daya Manusia lebih menentukan dan informasi sangat cepat mengalir. Kita menyadari bahwa tidak semua informasi menguntungkan peningkatan produktivitas dan daya saing SDM Indonesia.
Budaya masyarakat lain dapat memasuki ruang hidup keluarga. Kita harus meningkatkan “Ketahanan Budaya” sendiri untuk mengamankan kualitas iman dan taqwa (Imtak) yang melengkapi pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang diberikan dalam sistem pendidikan dan pembudayaan kita, yang menentukan perilaku, produktivitas dan daya saing Generasi Penerus.
Kita sudah Merdeka, sudah Melek IPTEKS, sudah Bebas belajar dan menerima informasi dari seluruh penjuru dunia. Kita sadar akan keunggulan masyarakat madani yang pluralistik, sadar akan kekuatan lembaga penegak hukum (Yudikatif) dan informasi yang mengacu pada nilai‐nilai luhur umat manusia yang terus disesuaikan dengan perkembangan pembangunan nasional, regional dan global.
Saya akhiri tulisan ini dengan ucapan:
MARI KITA REBUT KEMBALI JAM BELAJAR, JAM MENELITI, JAM KERJA, JAM BERUSAHA dan JAM BERIBADAH!
WUJUDKAN KEMBALI KARYA NYATA YANG PERNAH KITA MILIKI UNTUK PEMBANGUNAN PERADABAN INDONESIA!
BANGKITLAH, SADARLAH ATAS KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA!
MERDEKA!
Wallahualam bissawab
Bila saja pembangunan dan pembinaan industri strategis ini terus dilanjutkan maka tak mustahil bidang ini akan menyerap jutaan tenaga kerja dan keuntungan Trilyunan US $. Sehingga mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa ekonomi terkuat di dunia.
Membangkitkan Industri Dirgantara Nusantara
Pasar Domestik yang begitu besar di bidang transportasi, komunikasi, kesehatan dsb.“diserahkan” kepada produk impor yang mengandung jutaan “jam kerja” untuk penelitian, pengembangan dan produksi produk yang kita butuhkan.
Produk yang dibutuhkan itu harus kita biayai dengan pendapatan hasil ekspor sumber daya alam terbaharukan dan tidak terbaharukan, energi, agro industri, pariwisata, dsb. Ternyata potensi ekspor kita ini tidak dapat menyediakan jam kerja yang dibutuhkan sehingga SDM di desa harus ke kota untuk mencari lapangan kerja atau ke luar negeri sebagai TKI dan TKW.
Akibatnya, proses pembudayaan dalam rumah tangga terganggu dsb. Proses pembudayaan (“Opvoeding, Erszeihung, Upbringing”) harus disempurnakan dengan proses pendidikan dan sebaliknya, karena hanya dengan demikian sajalah produktivitas SDM dapat terus ditingkatkan melalui pendidikan dan pembudayaan sesuai kebutuhan pasar.
Pertumbuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seharusnya dipelihara setinggi mungkin untuk dapat meningkatan “pendapatan bruto masyarakat” atau peningkatan“kekayaan national” atau “national wealth”. Namun pemerataan pemberian kesempatan berkembang, pemerataan pendidikan‐pembudayaan dan pemerataan pendapatanlah yang pada akhirnya menentukan kualitas kehidupan, kualitas kesejahteraan dan kualitas ketentraman yang menjadi sasaran tiap masyarakat.
Bukankah jam kerja yang terselubung pada tiap produk yang kita beli itu pada akhirnya menentukan tersedianya lapangan kerja atau mekanisme proses pemerataan dalam arti yang luas itu?
Kita harus pandai memproduksi barang apa saja yang dibutuhkan di pasar nasional dan memberi insentip kepada siapa saja, yang memproduksi di dalam negeri, menyediakan jam kerja dan akhirnya lapangan kerja.
Potensi pasar nasional domestik kita sangat besar. Misalnya, pertumbuhan penumpang pesawat terbang sejak 10 tahun meningkat sangat tinggi, sekitar 10% ‐ 20% rata-rata tiap tahun. Produksi pesawat terbang turboprop N250 untuk 70 penumpang yang sesuai rencana pada tahun 2000 sudah mendapat sertifikasi FAA dan Pesawat Jet N2130 untuk 130 penumpang yang sesuai rencana mendapat sertfikasi FAA pada tahun 2004 adalah jawaban kita untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Kedua produk yang dirancang bangun oleh putra‐putri generasi penerus ini yang mengandung jutaan jam kerja, bahkan harus dihentikan.
MENGAPA ? ? ?
Demikian pula dengan produksi kapal Caraka Jaya, Palwobuwono dan kapal Container yang harus dihentikan. Produksi kerata api harus pula dihentikan.
Walaupun pasar domestik nasional begitu besar, namun sepeda motor, telpon genggam dsb. yang semuanya mengandung jam kerja yang sangat dibutuhkan nyatanya barang‐barang tersebut tidak diproduksi di dalam negeri.
MENGAPA? MENGAPA? MENGAPA?
Kita mesti melakukan reaktualisasi peran Iptek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka meningkatkan daya saing dan produktivitas nasional, serta untuk menghadapi berbagai permasalahan bangsa masa kini dan masa datang.
Problema kebangsaan yang kita hadapi semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, dan hal tersebut akan mensyaratkan solusi yang tepat, terencana dan terarah. Kita tahu bahwa fenomena globalisasi mempunyai berbagai bentuk.
Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu Negara ke Negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk‐produk ke Negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus "membeli jam kerja" bangsa lain.
"Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo‐colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru".
Saya mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya paratokoh dan cendekiawan di kampus‐kampus serta di lembaga‐lembaga kajian dan penelitian lain untuk secara serius merumuskan implementasi peran iptek dalam berbagai aspek kehidupan bangsa dalam konteks masa kini dan masa depan.
Terkait dengan hal tersebut, saya sangat menghargai upaya Pemerintah dalam membentuk Komite Inovasi Nasional (yang dikenal dengan KIN) dan Komite Ekonomi Nasional (yang dikenal dengan KEN) dengan tugas sebagai advisory council untuk mendorong inovasi di segala bidang dan mempercepat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Saya mengetahui bahwa KIN maupun KEN telah merumuskan berbagai strategi dan kebijakan dan agenda aksi, khususnya yang menyangkut perbaikan ekosistem inovasi dan pengembangan wahana transformasi industri.
Apa yang ingin saya ingatkan ialah, jangan sampai berbagai konsep yang dirumuskan oleh KIN maupun KEN tersebut hanya berhenti ditingkat masukan kepada Presiden saja, ataupun di tingkat rencana pembangunan saja, namun perlu direalisasikan dalam kegiatan pembangunan nyata.
Jangan kita merasa puas dengan wacana maupun berencana, namun ketahuilah bahwa rakyat menunggu aksi nyata dari kita semua, baik para penggiat teknologi, penggiat ekonomi, pemerintah maupun lembaga legislatif. Saya juga menyarankan agar Pemerintah maupun Legislatif perlu lebih proaktip peduli dan bersungguh sungguh dalam pemanfaatan produk dalam negeri dan “perebutan jam kerja”.
Kerjasama Pemerintah Daerah dan Pusat bersama dengan wakil rakyat di lembaga Legeslatif Daerah dan Pusat perlu ditingkatkan konvergensinya ke arah lebih pro rakyat, lebih pro pertumbuhan dan lebih pro pemerataan.
Pada kesempatan ini, saya juga ingin menyampaikan pesan dan himbauan, hendaknya kita pandai-pandai belajar dari sejarah. Janganlah kita berpendapat bahwa tiap pergantian kepemimpinan harus dengan serta‐merta disertai pergantian kebijakan, khususnya yang terkait dengan program penguasaan dan pernerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kita mengetahui bahwa dalam penguasaan, pengembangan dan penerapan teknologi diperlukan keberlanjutan (continuity).
Jangan sampai pengalaman pahit yang dialami industri dirgantara dan industri strategis pada umumnya sebagaimana saya sampaikan di atas terulang lagi di masa depan!
Jangan sampai karena euforia reformasi atau karena pertimbangan politis sesaat kita tega “menghabisi” karya nyata anak bangsa yang dengan penuh ketekunan dan semangat patriotisme tinggi yang didedikasikan bagi kejayaan masa depan Indonesia.
Kita dapat bersyukur bahwa bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang multi etnik dan sangat peka terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Allah subhana wata’alla.
Oleh karena itu ini adalah falsafah hidup nyata bangsa ini yang dari masa ke masa selalu disesuaikan dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dan peradaban yang dikembangkan dan diterapkan oleh kita bersama.
Dapat kita catat, bahwa saat ini bangsa kita sudah keluar dari “euforia kebebasan” dan mulai kembali ke“kehidupan nyata” antara bangsa‐bangsa dalam era globalisasi. Persaingan menjadi lebih ketat dan berat.
Peran keunggulan Sumber Daya Manusia lebih menentukan dan informasi sangat cepat mengalir. Kita menyadari bahwa tidak semua informasi menguntungkan peningkatan produktivitas dan daya saing SDM Indonesia.
Budaya masyarakat lain dapat memasuki ruang hidup keluarga. Kita harus meningkatkan “Ketahanan Budaya” sendiri untuk mengamankan kualitas iman dan taqwa (Imtak) yang melengkapi pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang diberikan dalam sistem pendidikan dan pembudayaan kita, yang menentukan perilaku, produktivitas dan daya saing Generasi Penerus.
Kita sudah Merdeka, sudah Melek IPTEKS, sudah Bebas belajar dan menerima informasi dari seluruh penjuru dunia. Kita sadar akan keunggulan masyarakat madani yang pluralistik, sadar akan kekuatan lembaga penegak hukum (Yudikatif) dan informasi yang mengacu pada nilai‐nilai luhur umat manusia yang terus disesuaikan dengan perkembangan pembangunan nasional, regional dan global.
Saya akhiri tulisan ini dengan ucapan:
MARI KITA REBUT KEMBALI JAM BELAJAR, JAM MENELITI, JAM KERJA, JAM BERUSAHA dan JAM BERIBADAH!
WUJUDKAN KEMBALI KARYA NYATA YANG PERNAH KITA MILIKI UNTUK PEMBANGUNAN PERADABAN INDONESIA!
BANGKITLAH, SADARLAH ATAS KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA!
MERDEKA!
Wallahualam bissawab
"Saya awali hari dengan impian yang sederhana, banyak orang menertawakan, mengejek dan menghina saya namun saya tetap pada pendirian ini, dan akhirnya saya dapat merasakan berada pada suatu puncak tertinggi di dunia"
~Arip~
Terima Kasih Ya Rabbana.
Terima Kasih Keluarga ku, Sahabat-sahabatku, guru dan kepada orang-orang yang telah memberikan semangat serta kasih mereka.
Allhamdulilah
Mampir ke rumah kami:
Masyarakat IPTEKS Indonesia
http://masyarakatipteksindonesia.blogspot.com/