Saturday, 30 March 2013

Relationship Between Religion and Science

"Kesabaran adalah hal yang sangat berarti dan diperlukan agar seseorang bisa melewati kesulitan demi kesulitan yang dihadapi." 
~Ust. Yusuf Mansur~ 



Terima Kasih Ya Robbana, hari ini penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Wisuda Akbar Indonesia Menghafal Qur'an ke-4 di Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta. Acara ini dipelopori oleh Ust. Yusuf Mansur yang riang dan penuh pesona itu, selain itu beliau adalah pendiri Yayasan Program Pembibitan Penghafal Al-Qur’an (PPPA), Penulis Produktif, Pembicara juga pendiri jaringan Darul Qur'an International School.

Bersama sahabat Forsalim kami  menghadiri acara tersebut, terasa malu dan sangat menyesal sekali diusia yang sudah mulai menua ini hafalan Qur'an saya belum banyak, untuk Juz 30 dan surat-surat pendek-pun tak begitu hafal.

Sedangkan ribuan anak-anak dan pemuda sudah begitu banyak terlihat yang mampu menghafal ayat-ayat suci Al-Quran.

Wisuda Akbar Indonesia Menghafal Qur’an ke-4, dihadiri sejumlah Ulama dan Qari’ Internasional. Ulama yang hadir diantaranya adalah:  Syekh Saad Al-Ghomidi Imam Besar Mesjid Madinah dan Dr. Abdullah bin Ali Basfar (Saudi Arabia), Syekh Abdul Jamal Yusuf (Gaza Palestina), Dr. Amin Kurdi (Lebanon), Syekh Thoriq (Kementrian Agama dan Wakaf Qatar) serta Dr. Kholid (Lebanon).

Sebuah pengalaman yang sangat berharga.

“Kematian itu pasti, jangan takut akan mati, tapi takutlah hidup tak manfaat dan mati su'ul khotimah.”
~KH. Abdulah Gymnastiar~

Tipologi Hubungan Sains dan Agama

The relationship between religion and science has been a subject of study since Classical antiquity, addressed by philosophers, theologians, scientists, and other commentators. Perspectives from different geographical regions, cultures and historical epochs are diverse. Recent commentators have characterized the relationship as one of 4 categories: conflict, independence, dialogue, and integration. Discussions of what is science and what is not science, the demarcation problem in the philosophy of science, have intersected with discourse on religion in some instances and both have had complex relations in their historical interactions.

Isu hubungan sanis dan agama tidaklah selalu konfilk sebagaimana banyak orang duga. Sebagian kalangan berusaha mencari hubungan antara sains dan agama namun ada juga kalangan yang beranggapan bahwa sains dan agama tidak akan pernah dapat dipertemukan. 

Pada tahun 1990-an, berkembang diskusi tentang sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci) di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Diskusi dimulai oleh Ian G. Barbour yang mengemukakan teorinya tentang “Empat Tipologi Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci)”. 

4 Tipologi Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci) menurut Ian G. Barbour yaitu : 

* Tipologi Konflik 
* Tipologi Independensi 
* Tipologi Dialog 
* Tipologi Integrasi

Tipologi Konflik

Tipologi ini menganggap bahwa sains dan agama saling bertentangan. Tipologi ini dianut oleh kelompok materialism ilmiah dan kelompok literalisme kitab suci.
Pandangan kelompok Materialisme Ilmiah
  • Keyakinan agama tidak dapat diterima karena agama bukanlah data yang dapat diuji dengan percobaan
Pandangan kelompok Liberalisme Kitab Suci
  • Teori ilmiah melambungkan filsafat materialisme dan merendahkan perintah moral Tuhan
Penyebab konflik agama dan sains ada 2 yaitu :
  • Fundamentalisme Sains (ilmu pengetahuan)
  • Fundamentalisme Agama (kitab suci)
Sikap yang merasa dirinya yang paling benar dan menyalahkan orang lain lah yang membuat konflik agama dan sains.


Tipologi Independensi


Tipologi ini menganggap bahwa konflik sains dan agama tidak perlu terjadi karena sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci) berada pada wilayah yang berbeda.

Tipologi Dialog

Tipologi ini mencari hubungan antara sains dan agama (kemiripan dan perbedaannya) secara ilmiah baik hubungan konseptual dan metodologis.
Konseptual
  • Sains menyentuh persoalan di luar wilayahnya sendiri (misalnya: mengapa alam semesta serba teratur?)
  • Sains digunakan sebagai analogi untuk membahas hubungan Tuhan dengan dunia, yakni adanya kesejajaran konseptual antara teori ilmiah dan keyakinan teologi
Metodologi
  • Sains digunakan sebagai analogi untuk membahas hubungan Tuhan dengan dunia, yakni adanya kesejajaran konseptual antara teori ilmiah dan keyakinan teologi
Sains : Obyektif – Subyektif
  • Data ilmiah yang menjadi dasar sains, ternyata melibatkan unsur-unsur subyektifitas
  • Subyektivitas itu terjadi pada asumsi-asumsi teoritis yang digunakan dalam proses pemilahan, pelaporan, dan penafsiran data
  • Sebagian teori sains lahir dari imajinasi kreatif yang di dalamnya mengandalkan analogi dan model
Agama : Subyektif – Obyektif
  • Agama tidak sesubyektif yang diduga
  • Data agama (pengalaman keagamaan, ritual, dan kitab suci) lebih banyak diwarnai penafsiran konseptual
  • Asbaabun nuzuul (Al-qur’an)
  • Asbaabul wuruud (Al-hadits)


Tipologi Integrasi

Target dari tipologi ini adalah memadukan antara agama dan sains sehingga dapat berjalan bersama-sama dengan menyerukan perumusan ulang terhadap gagasan-gagasan teologi tradisional dan teologi tradisional dikaji secara lebih ekstensif (luas) dan sistematis.
Ada 3 versi integrasi yaitu:
  • Natural Theology
Menjadikan alam sebagai sarana untuk mengetahui Tuhan. Eksistensi Tuhan dapat disimpulkan dari (didukung oleh) bukti desain alam, yang dari alam tersebut dapat menyadari adanya Tuhan.
  • Theology of Nature
Berangkat dari pemahaman keagamaan. Pemahaman keagamaan yang ada disinari dengan sains.

ITT + S = TR (Arthur Peacocke)

Dimana :

ITT = Iman dan teologi tradisional
S = Sains
TR = Teologi yang telah direvisi
Teologi ini akan menjadikan pemahaman keagamaan yang disinari sains ketika agama dipersatukan dengan sains.
  • Sintesis Sistematis
Pemaduan agama dan sains secara lebih sistematis. Memberikan kontribusi ke arah pandangan yang lebih koheren. Dengan melalui filsafat proses, setiap peristiwa atau teori baru merupakan produk masa lalu dari tindakan dan aksi Tuhan.

"Kepercayaan diri adalah salah satu modal terbesar untuk sukses" 
~Ust. Yusuf Mansur~ 





Ucapan Terima Kasih Kepada: 

Dr. rer. nat. Muhammad Farchani Rosyid, M.Sc.
Kang Agus Heruman, S.Si. (MTU Singapore & Germany, Founder Forsalim)
Kang Iqbal Robiyana, S.Pd. (Guru di Darul Qur'an International School)
Kang H. Bambang Achdiyat, S.Pd. (Guru di Asyifa Boarding School, Motivator, Penulis dan Founder Belajar Menuju Ihsan)

Semoga kami semua dimudahkan untuk memahami ayat-ayat Qauliyah dan ayat-ayat Kauniyah-Mu

Amin.

Sumber:

1. http://www.pppa.or.id/
2. http://scienceislamblog.wordpress.com/
3. http://harunyahya.com/
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Relationship_between_religion_and_science
5. http://irmforsalim.blogspot.com/

HABIBIENOMICS: Pembangunan Berdasarkan Nilai Tambah dengan Orientasi IPTEKS dan Industri



"Saya garis bawahi pentingnya kita menjadikan NERACA JAM KERJA sebagai Indikator Makro Ekonomi disamping NERACA PERDAGANGAN dan NERACA PEMBAYARAN." 
~Prof. Habibie~

Habibienomics adalah sebutan yang diberikan oleh Kwik Kian Gie ketika menanggapi konsep pembangunan ekonomi yang disampaikan oleh Prof. Habibie. Habibienomics mempunya kecendrungan dan kemiripan dengan ekonom-ekonom terkenal seperti Paul Krugman, James Brander, Barbara Spencer, dsb. 

Pemikiran habibienomics datang dari seorang Profesor Dirgantara yang menuntut ilmu pada ilmu teknik penerbangan, sehingga konsep dari habibienomics menitik beratkan pada pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan sains & teknologi dapat menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi. 

Pemikiran Mazhab Habibienomics dibuktikan dalam kebijakannya yang berpihak pada industry berteknologi canggih, beasiswa keluar negeri yang cukup banyak diberikan oleh BPPT, dan dana untuk R & D. (Research and Development) Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), sekarang PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), sangat menjanjikan pada era orde baru. 

Anggaran negara cukup banyak terkuras untuk membiaya IPTN saat itu sehingga banyak musuh-musuh politik dari Prof. Habibie (terutama dari kalangan Mafia Berkeley) mengkritik pemborosan yang dilakukan oleh Mazhab Habibienomics. 

Tapi sesungguhnya bagi saya pribadi, Habibienomics sebenarnya mempunyai dampak yang cukup besar, bukan hanya untuk para engineer, tapi juga lulusan STM dan politeknik (D3) bahkan pula peningkatan keterampilan pekerja dan masyarakat Indonesia. 

Prestasi pesawat N-250 dengan sistem fly-by-wire yang dipuji dunia adalah salah satu prestasi yang membanggakan dari Habibienomics.

Sayangnya, krisis finansial tahun 1997/98 menghentikan IPTN (selain pula kurangnya kemampuan manajerial dari IPTN). Prof. Habibie sendiri yang menjadi Presiden Indonesia setelah menggantikan presiden Soeharto tidak mampu berbuat banyak untuk kemajuan Habibienomics. 

Sebenarnya tidak banyak waktu untuk menunjukkan hasil dari Habienomics sehingga banyak pula kritik datang pada Habibienomics yang kuat secara konsep namun lemah dalam implementasi. Saya pribadi harap dengan kembalinya Prof. Habibie dalam industri penerbangan dengan Memperkuat PT. Dirgantara Indonesia dan mendirikan PT. Regio Aviasi Industri (PT.RAI) pada hari kebangkitan teknologi nasional tahun lalu mampu membangkitkan HABIBIENOMICS.

Amin

Semoga

Semangat Indonesia, Pasti Bisa!