On a recent official visit to southeast Asia, a prime minister asked me: "What does it take to get a Nobel prize?" I answered immediately: "Invest in basic research and recruit the best minds."
Akhir-akhir ini kita mensinyalir bahwa Iptek Indonesia sudah mencapai titik nadir. Lembaga-lembaga penelitian kita sudah termarjinalisasi, suatu fenomena yang dapat langsung dilihat dari rendahnya kualitas hasil riset. Timbul pertanyaan, apa atau siapa yang menyebabkan hal ini?
Jawabnya mungkin banyak, namun jika kita mau jujur: kita semualah penyebabnya. Komunitas ilmiah dan masyarakat umum telah bahu-membahu menekan kualitas riset.
Jawabnya mungkin banyak, namun jika kita mau jujur: kita semualah penyebabnya. Komunitas ilmiah dan masyarakat umum telah bahu-membahu menekan kualitas riset.
Dukungan masyarakat dan industri juga tidak kalah besarnya. Masyarakat
hanya memerlukan perguruan tinggi sebagai lembaga pencetak gelar.
Semakin mudah memperoleh gelar, semakin banyak peminatnya.
Sementara itu, pihak industri semata-mata bertindak sebagai “pedagang” teknologi. Teknologi dibeli dari luar, dipermak, kemudian dipasarkan di dalam negeri bak barang asongan. Sedikit sekali, jika tidak boleh dikatakan tidak ada, motivasi untuk mengembangkan sendiri teknologi melalui riset. Mungkin, hal ini dipicu oleh motivasi menggandakan uang secepat mungkin, sementara hasil riset yang ditawarkan para peneliti umumnya berkualitas rendah.
Riset Berbasis Kompetensi
Melihat problem di atas maka sebaiknya penetapan tema riset unggulan nasional didasarkan pada kompetensi SDM kita, sebab kita dihadapkan pada persaingan global. Riset harus menghasilkan sesuatu yang baru secara universal. Jika di satu bidang kita tidak memiliki SDM yang kompeten untuk melaksanakannya, maka argumentasi untuk tetap bertahan di sana terlalu lemah.
Pemerintah sebaiknya segera memetakan kekuatan SDM yang ada sebelum menetapkan kriteria riset unggulan. Jika tidak, kemungkinan triliunan rupiah yang dialokasikan hanya akan berakhir sebagai laporan riset yang bertumpuk di kantor-kantor birokrat, berdebu, dimakan rayap, dan akhirnya dibuang ke dalam tong sampah. Tentu saja hal ini tidak sepenuhnya benar untuk riset-riset strategis.
Kolaborasi Riset Internasional
Harus diakui bahwa cara paling efektif untuk mendongkrak kualitas riset adalah melalui kolaborasi internasional, karena para peneliti akan dipaksa untuk melakukan riset berkualitas dan belajar dari kolega mereka yang jauh lebih mapan.
Namun, patut disadari juga bahwa menjalin kerjasama internasional bukanlah hal mudah, terutama jika kita ingin bekerjasama dengan kelompok peneliti dari universitas papan atas di negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa, yang selain memiliki sumber dana besar juga telah memiliki SDM unggul.
Meski demikian, kita masih dapat berharap dari beberapa institusi riset mapan yang memiliki program-program bantuan (charity) bagi peneliti dari negara berkembang. Pilihan selanjutnya tentu saja dengan second-class university, yang jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.
Kesalahan utama kita di sini adalah seringnya menilai keberhasilan kerjasama riset dari jumlah MOU. MOU merupakan payung hukum yang tentu saja diperlukan jika telah memiliki infrastruktur. Namun payung-payung tersebut sering dibuat tanpa mempersiapkan dahulu apa yang akan dipayungi.
Kerjasama yang bersifat individual mungkin lebih tepat saat ini, karena jauh lebih fleksibel dan efisien. Jika secara kualitas dan kuantitas kerjasama semacam itu telah meningkat, dan memerlukan koordinasi formal, barulah MOU diperlukan.
Kriteria Riset yang Baik
Kriteria riset yang baik sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu riset nasional. Agak sulit untuk mendapatkan kriteria baku bagi semua disiplin ilmu, namun untuk bidang sains dan teknologi tampaknya riset yang baik akan menghasilkan paling tidak satu dari tiga poin berikut:
(1) Produk atau inovasi baru yang dapat langsung dipakai oleh industri (bukan hanya sebatas prototipe),
(2) Paten, atau
(3) Publikasi di jurnal internasional.
Campur Tangan Pemerintah
Dari argumen di atas terlihat pentingya campur tangan pemerintah dalam memperbaiki mutu riset nasional. Pemerintah sebaiknya segera memetakan “kekuatan” peneliti-peneliti kita dan meninjau ulang definisi riset unggulan nasional. Para peneliti harus difasilitasi untuk menjalin kerjasama riset internasional secara individual, sementara strategi penjaringan proposal riset sudah saatnya direvisi. Selain apresiasi terhadap para peneliti harus ditingkatkan melalui peningkatan alokasi dana riset, masyarakat ilmiah dan umum juga harus dididik untuk lebih mendahulukan esensi riset ketimbang embel-embel formalitas yang saat ini lebih banyak dikejar.
Sementara itu, pihak industri semata-mata bertindak sebagai “pedagang” teknologi. Teknologi dibeli dari luar, dipermak, kemudian dipasarkan di dalam negeri bak barang asongan. Sedikit sekali, jika tidak boleh dikatakan tidak ada, motivasi untuk mengembangkan sendiri teknologi melalui riset. Mungkin, hal ini dipicu oleh motivasi menggandakan uang secepat mungkin, sementara hasil riset yang ditawarkan para peneliti umumnya berkualitas rendah.
Riset Berbasis Kompetensi
Melihat problem di atas maka sebaiknya penetapan tema riset unggulan nasional didasarkan pada kompetensi SDM kita, sebab kita dihadapkan pada persaingan global. Riset harus menghasilkan sesuatu yang baru secara universal. Jika di satu bidang kita tidak memiliki SDM yang kompeten untuk melaksanakannya, maka argumentasi untuk tetap bertahan di sana terlalu lemah.
Pemerintah sebaiknya segera memetakan kekuatan SDM yang ada sebelum menetapkan kriteria riset unggulan. Jika tidak, kemungkinan triliunan rupiah yang dialokasikan hanya akan berakhir sebagai laporan riset yang bertumpuk di kantor-kantor birokrat, berdebu, dimakan rayap, dan akhirnya dibuang ke dalam tong sampah. Tentu saja hal ini tidak sepenuhnya benar untuk riset-riset strategis.
Kolaborasi Riset Internasional
Harus diakui bahwa cara paling efektif untuk mendongkrak kualitas riset adalah melalui kolaborasi internasional, karena para peneliti akan dipaksa untuk melakukan riset berkualitas dan belajar dari kolega mereka yang jauh lebih mapan.
Namun, patut disadari juga bahwa menjalin kerjasama internasional bukanlah hal mudah, terutama jika kita ingin bekerjasama dengan kelompok peneliti dari universitas papan atas di negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa, yang selain memiliki sumber dana besar juga telah memiliki SDM unggul.
Meski demikian, kita masih dapat berharap dari beberapa institusi riset mapan yang memiliki program-program bantuan (charity) bagi peneliti dari negara berkembang. Pilihan selanjutnya tentu saja dengan second-class university, yang jauh lebih baik daripada tidak sama sekali.
Kesalahan utama kita di sini adalah seringnya menilai keberhasilan kerjasama riset dari jumlah MOU. MOU merupakan payung hukum yang tentu saja diperlukan jika telah memiliki infrastruktur. Namun payung-payung tersebut sering dibuat tanpa mempersiapkan dahulu apa yang akan dipayungi.
Kerjasama yang bersifat individual mungkin lebih tepat saat ini, karena jauh lebih fleksibel dan efisien. Jika secara kualitas dan kuantitas kerjasama semacam itu telah meningkat, dan memerlukan koordinasi formal, barulah MOU diperlukan.
Kriteria Riset yang Baik
Kriteria riset yang baik sangat diperlukan untuk memperbaiki mutu riset nasional. Agak sulit untuk mendapatkan kriteria baku bagi semua disiplin ilmu, namun untuk bidang sains dan teknologi tampaknya riset yang baik akan menghasilkan paling tidak satu dari tiga poin berikut:
(1) Produk atau inovasi baru yang dapat langsung dipakai oleh industri (bukan hanya sebatas prototipe),
(2) Paten, atau
(3) Publikasi di jurnal internasional.
Campur Tangan Pemerintah
Dari argumen di atas terlihat pentingya campur tangan pemerintah dalam memperbaiki mutu riset nasional. Pemerintah sebaiknya segera memetakan “kekuatan” peneliti-peneliti kita dan meninjau ulang definisi riset unggulan nasional. Para peneliti harus difasilitasi untuk menjalin kerjasama riset internasional secara individual, sementara strategi penjaringan proposal riset sudah saatnya direvisi. Selain apresiasi terhadap para peneliti harus ditingkatkan melalui peningkatan alokasi dana riset, masyarakat ilmiah dan umum juga harus dididik untuk lebih mendahulukan esensi riset ketimbang embel-embel formalitas yang saat ini lebih banyak dikejar.
Practical Impacts of Scientific Research
Discoveries in fundamental science can be world-changing, but often take time to have that effect. For example:
Research Impact The strange orbit of Mercury and other research
leading to special and general relativitySatellite-based technology such as GPS, satnav and satellite communications Radioactivity and antimatter Cancer treatment, PET scans, and medical research (via isotopic labeling) Immunology Vaccination, leading to the elimination of most infectious diseases from developed countries and the worldwide eradication of smallpox; hygiene, leading to decreased transmission of infectious diseases; antibodies, leading to techniques for disease diagnosis and targeted anticancer therapies. Crystallography and quantum mechanics Semiconductor devices, hence modern computing and telecommunications including the integration with wireless devices: the mobile phone Diffraction Optics, hence fiberoptic cable, modern intercontinental communications, and cable TV and internet Photovoltaic effect Solar cells, hence solar power, solar powered watches, calculators and other devices. Radio waves Radio had become used in innumerable ways beyond its better-known areas of telephony, and broadcast television and radio entertainment. Other uses included - emergency services, radar (navigation and weather prediction), sonar, medicine, astronomy, wireless communications, and networking. Radio waves also led researchers to adjacent frequencies such as microwaves, used worldwide for heating and cooking food.
Cara Mudah Membudayakan Penelitian di Lingkungan Sekolah:
Melaksanakan Penelitian Tindakan Sekolah
"Jika kita mampu mentransformasikan sekitar 80 % masyarakat akademis kita menjadi para peneliti handal, kemungkinan bangsa ini akan menjadi negara terkuat dalam bidang riset sangat besar"
~Arip Nurahman~
Apakah Penelitian Tindakan Sekolah?
Penelitian tindakan adalah suatu proses pelaksanaan penelitian yang diperankan oleh pelaksana kegiatan (guru, kepala sekolah, atau pengawas), mereka meneliti tindakannya sendiri dengan sistematis dan menggunakan teknik penelitian secara berhati-hati. Penelitian tindakan merupakan teknik untuk melibatkan orang-orang bekerja untuk meningkatkan keterampilan, teknik, dan strategi dalam melaksanakan pekerjaan. Penelitian tindakan adalah studi tentang bagaimana kita dapat melakukan perubahan. (Eileen Ferrance: 2000. P 6).
Dengan melaksanakan peneltian tindakan sekolah: guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah menurut Eileen dapat;
Mengidentifikasi masalah yang dihadapinya sendiri.
Bekerja lebih efektif karena mereka dapat menilai dan mengevaluasi efektivitasnya bekerja serta mempertimbangkan baik tidaknya caranya mereka mendidik dan bekerja.
Berkerja sama dan saling membantu mengarahkan pekerjaan agar mencapai tujuan.
Bekerja sama dalam memperbaiki keterampilan sehingga dapat bekerja lebih profesional.
Penelitian Tindakan Sekolah perlu dilakukan secara sistematis. Artinya, peneliti dapat mengidentifikasi komponen input, proses, dan output kegiatan. Dengan pemahaman yang baik mengenai komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan, maka kepala sekola, guru dan tenaga pendidik lain dapat berpikir secara kritis mengenai mutu input dan proses agar dapat menghasilkan mutu output yang memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Jenis Penelitian Tindakan Sekolah
Penelitian tindakan sekolah dapat dilakukan oleh seorang kepala sekolah atau guru yang difokuskan pada masalah yang dihadapinya. Kepsek dan guru mecari solusi atas permasalahannya, seperti problem manajemen kelas, strategi pembelajaran, manajemen kurikulum, dan bagaimana siswa belajar-guru mengajar.
Hasil observasi interaksi guru dengan siswa dapat dilaporkan dalam rapat dewan pendidik.
Penelitian dapat pula dilaksanakan secara kolaboratif. Penelitian dilakukan secara bersama-sama oleh dua, atau tiga orang, atau kepala sekolah dan beberapa orang guru.
Masalah yang diteliti bisa jadi merupakan masalah yang dihadapi oleh beberapa orang, misalnya, tentang bagaimana meningkatkan potensi individu siswa melalui kerja sama kelompok.
Penelitian dapat dilaksanakan secara individu maupun kolaboratif dengan fokus utama bukan mengobservasi kelas, melainkan terhadap sistem pengelolaan sekolah.
Misalnya tentang rendahnya partisipasi orang tua siswa, struktur organisasi dan pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan sekolah, atau tentang pelaksanaan pembaruan mutu dalam pemenuhan standar isi, proses, dan penilaian.
Kiat Praktis Meningkatkan Kompetensi
Agar para peserta tidak terjebak pada masalah perumusan proposal, maka pelatihan menerapkan stategi yang tidak dimulai dari proposal, namun dari pelaksanaan kegiatan. Penyusuan rancangan kerangka penelitian perlu diwujudkan dalam bentuk tindakan pragmatis. Teknik perancangan penelitian diintegrasikan dengan pelaksanaan program. Ada pun teknik penelitian dilaksanakan melalui beberapa langkah teknis sebagai berikut.
Langkah Pertama: Perencanaan Program dan Penelitian
1. Program apa yang akan Kita laksanakan?
Contoh Judul Program:
*Pelatihan guru dalam mempraktikan penyusunan rencana pembelajaran inovatif.
*Peningkatan efektivitas belajar melalui pelaksanaan supervisi akademik.
*Pelatihan guru dalam mempraktikan metode STAD dan Time Token.
*Pelatihan guru dalam melaksanakan PTK berkolaborasi.
*Pelatihan guru dalam praktik menyusun instrumen evaluasi yang mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
2. Kita memilih salah satu program seperti pada contoh di atas, maka masalah apa yang paling mungkin dapat menjadi kendala pelaksanaan program?
Apakah selama ini Anda mengetahui cara nyata dalam pengalaman sehari-hari di sekolah cara mengajar seperti apa yang paling berpengaruh terhadap hasil belajar siswa?
3. Apakah Kita akan melaksanakan penelitian tindakan sekolah (untuk mengetahui jawaban atas permasalahan itu) dengan cara mengumpulkan data yang relevan?
Data Yang Anda perlukan
Penelitian tindakan pada hakekatnya untuk memecahkan masalah penelitian sehingga penelitian mencapai tujuan. Data yang Anda perlukan pada dasarnya merupakan catatan bukti fisik yang diperoleh dari kegiatan observasi tindakan sebagai bahan penyusunan laporan dengan susunan sebagai berikut:
Daftar Isi Laporan Penelitian Tindakan Sekolah:
Untuk mengisi laporan, peneliti perlu merancang perencaan tindakan dan merancang pula tentang kebutuhan informasi atau data yang akan dihimpun melalui penelitian tindakan. Format isian data perencaan program dan perencanaan tindakan sebagai bahan latihan dan praktik obsevasi.
Format Rekam Jejak Rencana Kegiatan dan Rencana Tindakan:
Format sebagaimana yang sudah Kita lihat selanjutnya dapat Anda gunakan sebagai alat untuk menghimpun data penelitian tindakan sekolah.
Data yang terhimpun selanjutnya Kita gunakan untuk menyusun laporan tindakan, menuliskan paper ilmiah dan dirujuk untuk menjadi sebuah gerakan yang memperbaiki kualitas sekolah serta kegiatan belajar mengajar.
Bahkan dapat disusun menjadi sebuah buku.
Bahkan dapat disusun menjadi sebuah buku.
Budaya Membaca, Menulis, Menghitung, Mendesain, Meneliti dan Menghasilkan Produk Berkualitas Baiknya Dikembangkan Sejak Usia Dini.
Semangat Para Pelajar Indonesia Kita Bisa
Insha Allah.
Amin.
Ucapan Terima Kasih:
Bapak Yaya Kardiawarman, M.Sc., Ph.D. [Universitas Pendidikan Indonesia & State University of New York]
Guru dan Dosen Penulis dalam Metode Penelitian
Kepada Seluruh Keluarga dan Sahabat yang mendambakan kemajuan bangsa besar Indonesia.
Sumber:
1. Prof. Dr. rer. nat. Terry Mart, M.Sc.
2. Guru Pembaharu
3. Arip Nurahman Notes