Friday, 15 March 2013

Sinergi Fisika dan Matematika

Ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh
~Almarhum Prof. Albert Einstein~


Mathematical physics refers to development of mathematical methods for application to problems in physics. The Journal of Mathematical Physics defines the field as: "the application of mathematics to problems in physics and the development of mathematical methods suitable for such applications and for the formulation of physical theories".



Fisika adalah Upaya Merekonstruksi Matematika Alam


By: Dr. rer. nat. Muhammad Farchani Rosyid, M.Sc.


Abstract:

Physics, at least in my opinion, is an attempt to find out the mathematics of the nature, i.e. the totality of patterns obeyed by all natural phenomena. The mathematics under question should not be thoroughly the mathematics known today by human being. The today mathematics is merely a kind of approximation to the mathematics of the nature.

Sejarah mencatat adanya hubungan yang teramat khusus antara fisika dan matematika. Tidak ada hubungan yang terjalin antara dua disiplin ilmu sedemikian erat melebihi eratnya hubungan antara fisika dan matematika. Di Mesir kuno geometri digagas karena terkait urusan agraria, yakni untuk urusan pengukuran tanah. Motivasi serupa namun dalam sekala yang lebih luas juga dimiliki oleh Gauss, ketika ia menggagas geometri diferensial intrinsik untuk permukaan-permukaan dalam ruang.

Isaac Newton menghabiskan waktu sebelas tahun untuk mengembangkan kalkulus dalam rangka untuk memahami mekanika dan gravitasi benda-benda langit. Poincaré pun tak jauh berbeda dari para matematikawan yang disebut sebelumnya. Bagi Poincaré peninjauan sistem-sistem dinamis membutuhkan peranti matematis yang lebih mendalam dan memiliki cakupan yang luas, yakni harus melibatkan L’Analysis Sitûs (topologi). Matematika dan ilmu fisika berkembang beriringan selama berabad-abad. Adakalanya perkembangan fisika dan matematika berada di satu figur (semisal pada diri Archimedes dan Newton).

Tetapi, kebanyakan perkembangan yang terjadi melibatkan sekian banyak figur. Sayang, ada masanya kebersamaan itu mencapai kejenuhan dan tibalah saat keduanya harus berjalan sendiri-sendiri. Matematika terus berkembang dengan kekuatan abstraksi dan generalisasi tanpa tekanan oleh realitas. Sementara para fisikawan ditekan oleh realitas sehingga tidak punya waktu untuk melakukan itu semua. Akan tetapi kedua ilmu itu membuktikan adanya saling melengkapi dan bahkan terdapat paralelisme meskipun berjalan sendiri-sendiri.

Relativitas umum yang digagas oleh Albert Einstein berdasar inspirasi dari Ernst Mach tidak lain adalah kasus khusus implementasi geometri differensial. Gagasan Einstein itu, pada akhirnya diparipurnakan oleh David Hilbert (seorang matematikawan). Mekanika kuantum yang dibangun oleh Heisenberg, Schroedinger, dan beberapa figur yang lain ternyata, sebagaimana ditunjukkan oleh von Neumann, merupakan mekanisme dalam teori ruang Hilbert (analisa fungsional) yang dikombinasikan dengan teori peluang.

Selanjutnya panggung sejarah ilmu fisika menyajikan episode-episode menarik. Berangkat dari gagasan Dirac untuk membangun profil medan elektromagnetik yang sejalan dengan mekanika kuantum, diteruskan dengan elektrodinamika kuantum Feynman, Dyson, Schwinger dan Tomonaga, lalu giliran model Yang-Mill untuk spin isotopis, kemudian teori elektrolemah Weinberg dan Abdusalam dan sebagainya.

Pemain bintang dalam epos yang ditampilkan dalam panggung sejarah fisika itu adalah yang disebut oleh fisikawan sebagai teori medan tera yang dikembangkan oleh para fisikawan sebagai kerangka teoretis bagi interaksi-interaksi fundamental. Tidak kalah gegap gempita adalah epos yang ditampilkan dalam panggung sejarah matematika. Epos kolosal di sana dimulai dari kajian lebih mendalam terhadap topologi dan geometri manifold differensibel, dilanjutkan dengan munculnya konsep untingan serat (fibre bundel) dan sifat-sifatnya. Giliran berikutnya adalah penampilan koneksi pada untingan serat, dan kelengkungan terkait dengan koneksi itu. Pendalaman lebih lanjut menghasilkan kelas-kelas karakteristik untingan serat dengan koneksi.

Tanpa ada janjian sebelumnya, kedua epos yang ditampilkan dalam dua panggung yang berbeda itu ternyata menceritakan kisah kepahlawanan yang sama. Teori medan tera bagi fisikawan adalah teori tentang untingan serat dengan koneksi bagi matematikawan. Perkembangan-perkembangan selanjutnya yang terjadi pada kedua ilmu itu pun masih dihiasi oleh paralelisme-paralelisme semacam itu. Misalnya, ketika para fisikawan tertarik berbicara grup kuantum, para matematikawan sibuk dengan aljabar Hopf. Kenyataannya, keduanya identik.

Terdapat simbiosis mutualisme antara fisika dan matematika. Di satu pihak, fisikawan membutuhkan peranti analisis dan objek-objek matematis guna menyelesaikan permasalahan dan memodelkan keteraturan alam.

Di pihak lain ternyata tuntutan kebutuhan matematika tingkat lanjut memicu dan mengilhami para matematikawan untuk memunculkan gagasan-gagasan matematis yang belum terpikirkan sebelumnya.

Dalam hal ini, fisika menuntun perkembangan ilmu matematika.




Prominent Mathematical Physicists

 

 

Prominent contributors to the 20th century's mathematical physics include Satyendra Nath Bose [1894–1974], Julian Schwinger [1918–1994], Sin-Itiro Tomonaga [1906–1979], Richard Feynman [1918–1988], Freeman Dyson [1923– ], Hideki Yukawa [1907–1981], Roger Penrose [1931– ], Munir Ahmad Rashid [1934- ], Stephen Hawking [1942– ], Edward Witten [1951– ], and Rudolf Haag [1922– ]. Yet mathematical physics is often traced to Archimedes in ancient Greece.

In the first decade of the 16th century, amateur astronomer Nicholas Copernicus proposed heliocentrism, and published a treatise on it in 1543. Not quite radical, Copernicus merely sought to simplify astronomy and achieve orbits of more perfect circles, stated by Aristotelian physics to be the intrinsic motion of Aristotle's fifth element—the quintessence or universal essence known in Greek as aither for the English pure air—that was the pure substance beyond the sublunary sphere, and thus was celestial entities' pure composition. The German Johannes Kepler [1571–1630], Tycho Brahe's assistant, modified Copernican orbits to ellipses, however, formalized in the equations of Kepler's laws of planetary motion.

An enthusiastic atomist, Galileo Galilei in his 1623 book The Assayer asserted that the "book of nature" is written in mathematics. His 1632 book, upon his telescopic observations, supported heliocentrism. Having introducing experimentation, Galileo then refuted geocentric cosmology by refuting Aristotelian physics itself. Galilei's 1638 book Discourse on Two New Sciences established law of equal free fall as well as the principles of inertial motion, founding the central concepts of what would become today's classical mechanics. By the Galilean law of inertia as well as the principle Galilean invariance, also called Galilean relativity, for any object experiencing inertia, there is empirical justification of knowing only its being at relative rest or relative motion—rest or motion with respect to another object.

René Descartes adopted Galilean principles and developed a complete system of heliocentric cosmology, anchored on the princple of vortex motion, Cartesian physics, whose widespread acceptance brought demise of Aristotelian physics. Descartes sought to formalize mathematical reasoning in science, and developed Cartesian coordinates for geometrically plotting locations in 3D space and marking their progressions along the flow of time.


"Wahai anak muda, jika engkau tidak sanggup menahan lelahnya belajar, engkau harus menanggung betapa pahitnya kebodohan."
~Pythagoras, Born 570 BC, Died 495 BC~



 

 

Textbooks for graduate studies

 

Ucapan Terima Kasih: 

Kepada Guru-guru dan para Dosen ku selama ini.

Terima Kasih.