Mari Kita Sama-Sama Bangun dan Kembangkan
Menentukan Visi dan Misi Komunitas
Menentukan Program Kegiatan
Menentukan Tempat Observasi dan Penelitian
Beberapa Pengertian:
Ru’yatul Hilal Ramadhan 1430 H
Pengertian Hilal: Awal Bulan
Ru’yah : Melihat
Hisab : Menghitung
Ijtimak : konjungsi
Terlihatnya hilal bergantung faktor:
1. Kontras antara kecerlangan hilal dgn langit sekitar.
2. Ketebalan hilal, umur hilal.
3. Mata pengamat.
4. Elongasi memadai. Ijtimak / Konjungsi
Awal Ramadhan 1430 H: Kamis n 20 Agustus 2009 Pukul 17:02:48 WIB
Awal Syawal 1430 H: Sabtu 19 September 2009 Pukul 01:45:36 WIB
Garis Ketinggian hilal 0° Awal Ramadhan 1430 H
Visibilitas Hilal 20 Agustus 2009
Visibilitas Hilal 20 Agustus 2009
Visibilitas Hilal 21 Agustus 2009
Visibilitas Hilal 21 Agustus 2009
Garis Ketinggian hilal 0° Awal Syawal 1430 H
Berdasarkan hisab
Ketika maghrib 20 Agustus 2009 (29 Shaban 1430 H), hilal berada di bawah ufuk.
Umur <>
ketinggian: -10 s/d -20
Bulan Sya’ban digenapkan 30 hari
1 Ramadhan 1430 H, bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 2009.
Berdasarkan hisab
Ketika maghrib 19 September 2009 (29 Ramadhan 1430 H), hilal berada di atas ufuk.
Umur > 10 jam
Ketinggian: 40 s/d 60
1 Syawal 1430 H, akan bersesuaian dengan tanggal 20 September 2009.
Berdasarkan hisab
Prediksi Awal Bulan Menurut Berbagai Kriteria
Rukyat Hilal
Imkanur Rukyat
Wujudul Hilal
Rukyat Global (Matla al Badar)
1. Kriteria Ru’yat Hilal (bil Fi'li)
Wajib menggunakan rukyatul hilal bil fi'li, yaitu dengan merukyat hilal secara langsung pada setiap tanggal 29 penanggalan Hijriyah.
Bila tertutup awan atau menurut Hisab hilal di bawah ufuk, tetap merukyat untuk kemudian mengambil keputusan dengan menggenapkan (istikmal) bulan berjalan menjadi 30 hari.
Hisab juga tetap digunakan, namun hanya sebagai alat bantu dan bukan penentu awal bulan Hijriyah.
Jika bulan terlihat maka awal bulan akan jatuh esok harinya.
Jika tidak maka jumlah hari dalam sebulan digenapkan menjadi 30 hari meski menurut metode hisab umur bulan ditetapkan hanya 29 hari.
2. Imkanur Rukyat
Sering disebut juga dengan ijtimak qoblal ghurub, yaitu terjadinya konjungsi (ijtimak) sebelum tenggelamnya matahari.
Konjungsi (ijtimak) telah terjadi sebelum Matahari tenggelam
Bila Bulan tenggelam setelah Matahari, maka keesokan harinya dinyatakan sebagai awal bulan.
Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika ia tertutup awan, maka sempurnakan bilangan syaban menjadi 30 hari. (HR. Bukhari & Muslim)
Berdasarkan pada hadist yang menyatakan: jika satu penduduk negeri
melihat bulan, hendaklah mereka semua berpuasa meski yang lain mungkin
belum melihatnya.
Memungkinkan posisi hilal yang masih dibawah ufuk, bersamaan dengan tenggelamnya matahari, atau terbenam setelah matahari.
Dipakai oleh sebagian muslim di Indonesia lewat organisasi-organisasi
tertentu yang merujuk kepada terlihatnya hilal di negara lain dalam
penentuan awal bulan Hijriyah termasuk penentuan awal Ramadhan, Idul
Fitri dan Idul Adha.
3. Kriteria Wujudul Hilal
Tarjih Muhammadiyah 1932 menyatakan As-Saumu wa al-Fithru bir ru'yah wa laa man ilaa bil Hisab (berpuasa dan Idul Fitri itu dengan rukyat dan tidak berhalangan dengan hisab)
Muhammadiyah mulai 1969 tidak lagi melakukan Rukyat dan memilih menggunakan Hisab Wujudul Hilal.
Rukyatul hilal adalah pekerjaan yang sangat sulit dan dikarenakan Islam adalah agama yang tidak berpandangan sempit, maka hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah.
Bukan sekadar untuk memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak, akan tetapi dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus jadi bukti bahwa bulan baru sudah masuk atau belum.
Pasca 2002 Persatuan Islam (Persis) mengikuti langkah Muhammadiyah menggunakan Kriteria Wujudul Hilal
4. Rukyat Global (Matla al Badar)
Kurangnya pemahaman terhadap perkembangan dan modernisasi ilmu falak yang dimiliki oleh para perukyat sering menyebabkan terjadinya kesalahan identifikasi hilal.
Sering terjadi klaim terhadap kenampakan hilal oleh seeorang atau kelompok perukyat pada saat hilal masih berada di bawah limit visibilitas.
Tidak hanya di Indonesia bahkan di negara-negara lain kasus ini sering terjadi.
Sudah bukan berita baru lagi bahwa Saudi kerap kali melakukan istbat terhadap laporan rukyat yang kontroversi.
Kesimpulan
Ijtimak awal Ramadhan 1430 terjadi pada hari Kamis tanggal 20 Agustus 2009, 17:02:48 WIB.
Saat maghrib tanggal 22 Agustus 2008, ketinggian Hilal antara -1° sampai -2°.
Bulan telah wujud, berumur <>
Semua kriteria menyimpulkan 1 Ramadhan 1430 pada hari Sabtu 22 September 2009.
Ijtimak awal Syawal 1430 terjadi pada hari Sabtu 19 September 2009, 01:45:36 WIB .
Saat maghrib 19 September 2009 ketinggian Hilal antara 2° sampai 6°.
Bulan sudah wujud, berumur < 8 jam.
Berdasarkan wujudul hilal: Idul Fitri 1430 H pada hari Ahad, 20 September 2009.
Dilema Ru’yah dan Hisab 1
Beberapa negara/ormas berbeda pendapat:
• Satu ru’yah untuk semua negeri
• Satu Ru’yah untuk satu dan negeri yang berdekatan
• Masing-masing negeri memiliki ru’yah
Kata “kalian” pada hadits ru’yah berlaku umum untuk semua orang Islam. Jika ada yang melihat Hilal, jujur, terpercaya dan terbukti, maka persaksian itu harus diterima.
Umat Islam itu satu, karena itu perlu penyeragaman dalam penentuan Hilal.
Insya Allah, pendapat yang paling kuat / mendekati kebenaran juga pendapat yang paling ideal adalah pendapat yang pertama:
Satu ru’yah untuk semua
Dilema Ru’yah dan Hisab 2
Fakta, kebanyakan negeri memilih pendapat ke-3 (sebagian ada yang memilih pendapat ke-2), sehingga masih sering terjadi perbedaan dalam penentuan Hilal.
Ego masing-masing negara/ormas masih terlihat, padahal seharusnya yang terlihat hanyalah rasa persaudaraan sesama muslim dan melepas perbedaan negara/atribut ormas.
Ketika penentuan awal Dzulhijjah, banyak negara-negara yang mengikuti hasil Ru’yah Arab Saudi. Tetapi ketika penentuan awal Ramadhan dan Syawal, masing-masing kukuh berpendapat dengan hasil ru’yah di negerinya masing-masing. Aneh, kan?
Disinilah hisab sebenarnya bisa berperan dengan baik. Dengan ilmu hisab yang semakin dikuasai oleh astronom muslim, ditambah dengan bantuan teknologi astromoni, mereka memakai hisab untuk keperluan umat Muslim di seluruh dunia.
Dilema Ru’yah dan Hisab 3
Jadwal shalat 5 waktu untuk seluruh dunia, dibuat dengan hisab dan dipakai oleh mayoritas muslim di dunia, termasuk di Indonesia.
Jadwal shalat pada awalnya diketahui dengan cara melihat perubahan posisi matahari (dengan kata lain Ru’yah Syamsu/ Melihat matahari), tetapi dengan adanya ilmu hisab, jadwal sholat bisa dibuat untuk seluruh tempat di dunia.
Kenapa hisab jadwal shalat bisa digunakan di seluruh dunia? Karena perhitungan hasil hisab –Insya Allah– sama (setidaknya hanya selisih beberapa menit) dengan hasil melihat langsung posisi matahari.
Dilema Ru’yah dan Hisab 4
Jadwal shalat 5 waktu yang diterima di seluruh dunia dibuat dengan hisab, anehnya ketika ahli hisab (astronom muslim) membuat hisab untuk Hilal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah, banyak negeri muslim yang menolaknya.
Aneh! Aneh! Aneh!
Dalam keseharian hidup mereka memakai hisab (untuk shalat), tetapi ketika menentukan Hilal menolaknya.
Bisa diketahui dengan jelas kapan waktu gerhana bulan atau gerhana matahari, di tempat mana terjadinya, dan sebagainya. Dengan adanya informasi seperti itu, kaum muslimin jadi mengetahui kapan waktu gerhana, dan juga bisa bersiap-siap untuk melakukan shalat gerhana.
Dilema Ru’yah dan Hisab 5
Sebenarnya hisab dan Ru’yah tidak bertentangan, malah sebaliknya hisab bisa menjadi pendukung Ru’yah.
Dengan hisab, bisa ditentukan apakah Hilal kemungkinan besar akan terlihat atau tidak.
Jika ahli hisab mengatakan Ru’yah dapat terlihat di suatu tempat, maka hanya perlu pembuktian dengan Ru’yah, dan biasanya –Insya Allah– memang benar (karena perhitungan hisabnya sudah bagus dan semakin baik).
Jika ahli hisab dan astronom muslim mengatakan dengan ilmu hisab dan astronominya bahwa Hilal kemungkinan tidak akan terlihat, maka tinggal buktikan saja dengan Ru’yah, simpel kan?
Dilema Ru’yah dan Hisab 6
Dengan ilmu hisab, maka Insya Allah persatuan umat Islam di dunia dalam masalah penanggalan tahun hijriyah dapat tercapai lagi.
Tidak akan ada lagi perbedaan waktu shaum, Idul Fitri dan Idul Adha di seluruh dunia. Alangkah indahnya jika hal tersebut bisa terwujudnya.
Jika non muslim bisa bersatu merayakan natal setiap tanggal 25 Desember, kita sebagai muslim lebih berhak untuk bisa bersatu dalam shaum (Ramadhan), Idul Fitri (Syawal), dan Idul Adha (Dzulhijjah).
Alloh menghendaki kemudahan
"Alloh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu."
(QS:2:185)
Memasuki bulan yang mulya ini mari kita saling memohon maaf atas segala kesalahan, kealpaan, dan kekurangan yang telah dilakukan. Saling mendo’akan semoga kita dapat menyatukan hati untuk meningkatkan kedekatan pada Alloh SWT.
Tingkatkan amal ibadah kita, tinggalkan perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, untuk menyongsong kehidupan yang kekal di akhirat. Segala puji dan bumi dengan segala isinya, yang mempergilirkan siang dan malam, yang menghamparkan Bumi dan meninggikan langit tanpa tiang, yang menghidupkan dan mematikan, yang senantiasa memenuhi segala kebutuhan. Tidak ada kebahagiaan hakiki kecuali dengan melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Tidak ada rasa cukup, kecuali dengan mengharap rahmat-Nya. Tidak ada kemuliaan, kecuali dengan tunduk kepada keagungan-Nya. Tidak ada kehidupan, kecuali dengan keridhaan-Nya. Bagi Alloh, yang menciptakan serta memelihara langit
Satu kali orbit Bumi keliling Surya bukan 360 derajat tetapi 345 derajat dilaluinya selama 354 hari 8 jam 48 menit dan 36 detik. Dalam satu bulan Qamariah, Bumi bergerak sejauh 28˚ 45’ atau dalam satu hari sejauh 0derajat 58’ 28’’,4.
Perlu dicatat bahwa Bulan mengorbit keliling Bumi sejauh 331˚ 15’, selama 29 hari 12 jam 44,04 menit. Dia bergerak dalam satu hari sejauh 11˚ 12’. Jadi keliling 360˚ - 331˚ 15’ = 28˚ 45’ kalau dikalikan 12 bulan Qamariah maka satu tahun Islam adalah 354 hari 8 jam 48 menit dan 36 detik atau 345 derajat gerak edar Bumi keliling Surya.
Untuk mengitari Surya 360 derajat keliling, maka Bumi memakai waktu selama 370 hari. Dalam pada itu satu tahun musim pada abad 20 Masehi dijalani Bumi sejauh 355˚ 12’ selama 365 hari 6 jam. Hal ini dapat dibuktikan dengan terlambatnya bintang-bintang di angkasa pada waktu tertentu yang sama setiap tahunnya sejauh 4˚ 48’.
Sumber:
Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
Bpk. Taufik Ramlan R. dan Bpk. Judhistira Aria Utama
Observatorium Bosscha, FMIPA–ITB, Lembang – Jawa Barat
Bpk. Dr. B. Dermawan, Dr. N. Sopwan, Dr. M. Raharto
Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih
Arip Nurahman,
Pendidikan Fisika, FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia
dan
Follower Open Course Ware at MIT-Harvard University, Cambridge. USA.
Monday, 18 May 2009
Banjar Ciamis Pangandaran Tasikmalaya Rukyatul Hilal Community
Diposting oleh Astrophysics Boy di 13:19:00 0 komentar
Subscribe to:
Posts (Atom)