Ekpedisi Ilmiah dan Budaya Merantau
Beberapa daerah Indonesia mempunyai budaya merantau, seperti Suku Minangkabau, Bugis-Makassar, Banjar, Bawean, Batak, dan Madura.
Beberapa daerah Indonesia mempunyai budaya merantau, seperti Suku Minangkabau, Bugis-Makassar, Banjar, Bawean, Batak, dan Madura.
Terlepas dari perbedaan filosofi perantauan dari masing-masing budaya tersebut, tapi irisannya ada dalam pencarian pengalaman (experience).
Jika budaya ini bisa diadopsi generasi muda, ia akan menjadi landasan awal yang bagus. Untuk kembali, setidaknya menumbuhkan naluri ekspedisi dan berani keluar dari zona nyaman untuk mencari ‘sesuatu’.
Apalagi jika budaya ini dikonversi oleh pemerintah secara massif menjadi ekspedisi ilmiah, untuk memahami semesta ini, menganalisa hukum-hukumnya, untuk kemudian menciptakan revolusi pengetahuan.
Minggu, 7 Juli 2013.
Sejak pagi-pagi sekali penulis berserta adik pergi berolah raga ke Gunung Babakan Kota Banjar untuk berolah raga, LARI PAGI, menghirup udara segar dan mencoba kekuatan fisik, duuh baru saja naik sedikit gunung kaki mulai pegel-pegel he.,.he.,he., kalau kata urang Sunda mah: " Tu'ur asa Leklok".
Sempat bertemu teman semasa SMA Let Da. Bekti Aji yang baru menyelesaikan studinya di Akademi Militer Magelang. Rajin benar olah raganya, pantesan para Jebolan AKMIL pada kuat-kuat.
Ia pun mengingatkan saya untuk banyak berolah raga, karena katanya perut penulis kegemukan he.,he.,he.,
Menjelang siang pulang ke rumah kakek dan bertukar cerita, kebetulan beliau menceritakan seorang tokoh muda gerakan reformasi Mas Budiman Sudjatmiko yang ikut andil dalam menumbangkan Orde Baru, ternyata tempat kelahiran beliau ada di sebrang sungai Ci Jolang, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Allhamdulilah penulis langsung "Searching" di Internet dan dapat berteman di akun Twitter milik beliau.
Saya pun teringat akan sosok-sosok Legendaris yang berasal dari daerah, Ciamis, Banjar, Pangandaran dan Sekitarnya.
Di bawah ini beberapa tokoh pemimpin hebat itu.
Para Super Leaders dari Daerah Priangan dan Sekitarnya.
Sempat bertemu teman semasa SMA Let Da. Bekti Aji yang baru menyelesaikan studinya di Akademi Militer Magelang. Rajin benar olah raganya, pantesan para Jebolan AKMIL pada kuat-kuat.
Ia pun mengingatkan saya untuk banyak berolah raga, karena katanya perut penulis kegemukan he.,he.,he.,
Menjelang siang pulang ke rumah kakek dan bertukar cerita, kebetulan beliau menceritakan seorang tokoh muda gerakan reformasi Mas Budiman Sudjatmiko yang ikut andil dalam menumbangkan Orde Baru, ternyata tempat kelahiran beliau ada di sebrang sungai Ci Jolang, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Allhamdulilah penulis langsung "Searching" di Internet dan dapat berteman di akun Twitter milik beliau.
Saya pun teringat akan sosok-sosok Legendaris yang berasal dari daerah, Ciamis, Banjar, Pangandaran dan Sekitarnya.
Di bawah ini beberapa tokoh pemimpin hebat itu.
Para Super Leaders dari Daerah Priangan dan Sekitarnya.
Dr. dr. H. Herman Sutrisno, M.M.
Masyarakat pasti kenal Ir. Joko Widodo, mantan Wali Kota Surakarta yang kini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Gaya Jokowi yang populis dan suka blusukan membuat dia populer. Tapi, tahukah Anda rekor perolehan suara Jokowi ternyata kalah dengan rekor suara Dr. dr. H. Herman Sutrisno, M.M. Dia adalah Wali Kota Banjar, Jawa Barat.
Pada pemilihan kepala daerah 2008, dr. Herman Sutrisno meraih 92,17 persen suara dan masuk Museum Rekor-Dunia Indonesia. Rekor yang hingga kini belum terpecahkan oleh kepala daerah mana pun.
Bandingkan dengan pasangan Jokowi-Ahok yang pada putaran pertama DKI Jakarta meraih 42,6 persen dari total suara. Di putaran kedua, Jokowi cuma meraih 53,8 persen suara.
Bandingkan dengan pasangan Jokowi-Ahok yang pada putaran pertama DKI Jakarta meraih 42,6 persen dari total suara. Di putaran kedua, Jokowi cuma meraih 53,8 persen suara.
Dr. dr. Herman adalah dokter yang sudah bertugas selama 30 tahun. Setiap Jumat pagi, dia selalu bersepeda keliling Banjar. Minimal rutenya sejauh 35 kilometer.
Kadang Pak Herman mencari rute lain: jalan sempit, naik-turun, masuk-keluar desa. Bagi dr. Herman, olahraga ini bukan sekadar menyalurkan hobi, tapi juga untuk melihat dari dekat perkembangan kota yang dipimpinnya. "Saya bisa tahu apa ada jalan yang sudah rusak. Kalau naik mobil, belum tentu terasa," ujar Pak dr. Herman.
Marsekal Madya TNI (Purn.). Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita (lahir di Bandung, Jawa Barat, 9 April 1941; umur 72 tahun) adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 25 Januari 2010. Sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah periode 2004-2009. Prof. Ginandjar memiliki ayah bernama Husen Kartasasmita dan ibu bernama Ratjih Natawidjaja. Ia menikah dengan Yultin Harlotina, dan memperoleh empat orang anak, yaitu: Gita, Gumiwang, Galih, dan Gaya.
Keluarga dan leluhur beliau hidup dan tinggal di Banjar, penulis pernah mengikuti asrama Paskibra di kediaman keluarganya dekat lapang bakti dan tabur bunga ke makan leluhurnya di makam pahlawan jalan menuju ke Ci Maragas.
Mengikuti Pendidikan di:
ITB, Bandung (1959-1960)
Tokyo University of Agriculture and Technology (Chemical Engineering), Tokyo, Jepang (1960—1965)
STIA-LAN, Jakarta (1970—1980)
Sekolah Dasar Perwira (1966—1967)
Sekolah Ilmu Siasat (1968)
Sekolah staf Komando Angkatan Udara (1974)
Doktor HC dalam bidang ekonomi dari Takushoku University, Tokyo. Orasi "Indonesia Menyongsong Abad Ke-21" (10 Mei (1994) Doktor HC dalam bidang jasa publik dari Northeastern University, Boston (18 Juni 1994) Doktor HC dalam bidang ilmu administrasi pembangunan dari Universitas Gadjah Mada dengan orasi "Pembangunan Menuju Bangsa yang Maju dan Mandiri" (15 April 1995) Universitas Brawijaya (Profesor) (1995).
Mengikuti Pendidikan di:
ITB, Bandung (1959-1960)
Tokyo University of Agriculture and Technology (Chemical Engineering), Tokyo, Jepang (1960—1965)
STIA-LAN, Jakarta (1970—1980)
Sekolah Dasar Perwira (1966—1967)
Sekolah Ilmu Siasat (1968)
Sekolah staf Komando Angkatan Udara (1974)
Doktor HC dalam bidang ekonomi dari Takushoku University, Tokyo. Orasi "Indonesia Menyongsong Abad Ke-21" (10 Mei (1994) Doktor HC dalam bidang jasa publik dari Northeastern University, Boston (18 Juni 1994) Doktor HC dalam bidang ilmu administrasi pembangunan dari Universitas Gadjah Mada dengan orasi "Pembangunan Menuju Bangsa yang Maju dan Mandiri" (15 April 1995) Universitas Brawijaya (Profesor) (1995).
Prof. Juwono Sudarsono, M.A., Ph.D. Bersama Istri dan Cucu
Prof. Juwono Sudarsono, Profesor Emeritus dalam bidang Hubungan Internasional dan Pertahanan di Universitas Indonesia (lahir di Banjar Ciamis, Jawa Barat, 5 Maret 1942; umur 71 tahun) adalah seorang politikus Indonesia yang menjabat Menteri Pertahanan sejak 21 Oktober 2004 hingga 22 Oktober 2009.
Beliau sering dijuluki Menteri Super, karena dipercaya oleh hampir seluruh Presiden RI yang pernah menjabat.
Ayahnya adalah Dr. Soedarsono, mantan Menteri Dalam Negeri Indonesia pada Kabinet Sjahrir II. Ia mendapatkan gelar kesarjanaan dari Universitas Indonesia dan selanjutnya gelar Ph.D. dari London School of Economics and Political Science.
Dipercaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, dalam Kabinet Reformasi Nasional semasa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Prof. Juwono Sudarsono menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional, kemudian pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dipercaya sebagai Menteri Pertahanan (1999-2000).
Selanjutnya diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Inggris hingga tahun 2004. Pada tanggal 21 Oktober 2004 dilantik kembali sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Bersatu di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai 2009.
Prof. Juwono Sudarsono adalah Menteri Pertahanan pertama yang berasal dari kalangan sipil. Sebelum itu selama ± 40 tahun, dari tahun 1959 hingga 1999, Menteri Pertahanan selalu dijabat oleh kalangan militer.
Pendidikan:
Universitas Indonesia (B.A., M.S.)
The Institute of Social Studies, Den Haag, Belanda
The University of California at Berkeley, Amerika Serikat (M.A.)
The London School of Economics, Inggris (Ph.D.)
Ibu Susi Pudjiastuti
Lahir di Pangandaran, 15 Januari 1965; umur 48 tahun; adalah pengusaha pemilik dan Presdir PT. ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air dari Jawa Barat. Hingga awal tahun 2012, Susi Air memiliki 46 pesawat dengan berbagai tipe seperti Cessna Grand Caravan, Pilatus PC-06 Porter dan Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 179 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. Tahun 2012 Susi Air menerima pendapatan Rp. 300 Miliar dan melayani 200 penerbangan perintis.
Ayah dan ibunya Susi Pudjiastuti yaitu Haji Suwuh dan Hajjah Suwuh Lasminah berasal dari Jawa Tengah yang sudah lima generasi lahir dan hidup di Pangandaran. Keluarganya adalah saudagar sapi dan kerbau, yang membawa ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat.
Kakek buyutnya Haji Ireng dikenal sebagai tuan tanah. Susi hanya memiliki ijazah SMP. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah tanpa alasan jelas.
Kakek buyutnya Haji Ireng dikenal sebagai tuan tanah. Susi hanya memiliki ijazah SMP. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah tanpa alasan jelas.
Setelah tidak lagi bersekolah, dengan modal Rp. 750 ribu hasil menjual perhiasan, pada 1983 Susi mengawali profesi sebagai pengepul ikan di Pangandaran. Bisnisnya terus berkembang, dan pada 1996 Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan produk unggulan berupa lobster dengan merek “Susi Brand”.
Ketika bisnis pengolahan ikannya meluas dengan pasar hingga ke Asia dan Amerika, Susi memerlukan sarana transportasi udara yang dapat dengan cepat mengangkut lobster, ikan, dan hasil laut lain kepada pembeli dalam keadaan masih segar.
Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.
Lelaki kelahiran Desa Cigintung, Kecamatan Kawali Ciamis, 21 Maret 61 Tahun yang silam, Prof. Sunaryo mengawali pendidikan formalnya pada tahun 1957 di SDN 2 Talagasari. Hidup sebagai anak petani dilewatinya dikampung halaman tercinta. Masih terbayang dalam benaknya bagaimana waktu itu, meskipun masih kecil ia harus ikut membantu orangtuanya membajak sawah dan mengembala kambing yang merupakan mata pencarian utama keluarga. Saat menempuh jalur pendidikan di SMP 1 kawali tahun 1963, Prof. Sunaryo memiliki tradisi yang sangat unik. Bila berangkat ke sekolah ia tidak pernah menggunakan alas kaki alias nyeker, dan barulah setelah sampai kesekolah ia pergunakan sepatunya.
“Jarak dari rumah ke sekolah kan lima kilometer dilalui dengan berjalan kaki, jadi supaya sepatunya awet, ya biasanya jarang dibawa pulang. Suka disimpan saja, di titipkan di Ibu pemilik warung sekolah, dan digunakan hanya saat sekolah saja. Selain itu juga biasanya kalau mau pergi ke sekolah saya selalu mebekal karung di tas. Kan biasanya sambil pulang sakola itu sambil ngala rumput untuk kambing. ” kenangnya.
Meskipun tergolong dari keluarga yang pas-pasan, tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bersekolah. Malah hal tersebut dijadikan Prof. Sunaryo sebagai motivasi agar kelak menjadi orang sukses dan dicontoh oleh adik-adiknya. Hal itu ia buktikan setelah lulus dari SPG Ciamis tahun 1970 dengan melanjutkan ke jurusan Bimbingan Penyuluhan IKIP Bandung.
“Jarak dari rumah ke sekolah kan lima kilometer dilalui dengan berjalan kaki, jadi supaya sepatunya awet, ya biasanya jarang dibawa pulang. Suka disimpan saja, di titipkan di Ibu pemilik warung sekolah, dan digunakan hanya saat sekolah saja. Selain itu juga biasanya kalau mau pergi ke sekolah saya selalu mebekal karung di tas. Kan biasanya sambil pulang sakola itu sambil ngala rumput untuk kambing. ” kenangnya.
Meskipun tergolong dari keluarga yang pas-pasan, tapi hal itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bersekolah. Malah hal tersebut dijadikan Prof. Sunaryo sebagai motivasi agar kelak menjadi orang sukses dan dicontoh oleh adik-adiknya. Hal itu ia buktikan setelah lulus dari SPG Ciamis tahun 1970 dengan melanjutkan ke jurusan Bimbingan Penyuluhan IKIP Bandung.
Sempat mengenyam pendidikan di State University of New York, USA.
Budiman Sudjatmiko MSc., M.Phil. dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1970 di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Tumbuh besar di Cilacap, Bogor dan Yogyakarta di tengah keluarga yang menanamkan nilai-nilai keagamaan, nasionalisme dan kepedulian.
Pernah aktif dalam berbagai kegiatan diskusi dan organisasi sejak duduk di bangku SMP. Pada awal masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, pernah terlibat dalam gerakan mahasiswa.
Kemudian selama kurang lebih 4 tahun, menerjunkan diri sebagai community organizer yang melakukan proses pemberdayaan politik, organisasi dan ekonomi di kalangan petani dan buruh perkebunan di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada tahun 1996, mendeklarasikan PRD (Partai Rakyat Demokratik) yang kemudian menyebabkannya dipenjara oleh pemerintah Orde Baru dan divonis 13 tahun penjara.
Karena kemenangan gerakan demokrasi, beliau hanya menjalani hukuman selama 3,5 tahun setelah diberi amnesti oleh Presiden Abdurrahman Wahid (alm) pada tgl 10 Desember 1999.
Selepas dari penjara, beliau berkuliah mengambil Ilmu Politik di Universitas London dan Master Hubungan Internasional di Universitas Cambridge, Inggris.
Pendidikan yang Matang Kunci Melahirkan Generasi Super.
Sekali lagi pendidikan sangat penting untuk membangun generasi super masa depan.
Bayangkan apabila dari daerah-daerah ini kita dapat melahirkan minimal 1000 orang sekaliber tokoh-tokoh di atas, tanah air ibu pertiwi tak akan pernah kekurangan "benih-benih" super untuk menjayakan Nusantara.
Semoga Bermanfaat
Semoga Bermanfaat
Maju Terus Generasi Muda Indonesia
Indonesia Bisa!
Indonesia Bisa!