Para
ahli astronomi dan astrofisika kini mengembangkan teori baru, menyangkut
tahapan akhir alam semesta. Teori Big Bang atau dentuman besar bagi
penciptaan alam semesta kini sudah secara luas diterima. Akan tetapi
skenario akhir dari dentuman besar, masih menjadi bahan perdebatan yang
cukup hangat.
Lima tahun lalu, para ahli astronomi dan astrofisika
ibaratnya hanya membahas dua tema. Yakni, kecepatan pemuaian alam
semesta serta kerapatan rata-rata materi penyusun alam semesta. Terdapat
aksioma, jika kerapatan materi melampaui nilai kritis, maka alam
semesta berhenti berkembang dan mengkerut kembali.
Jadi
selaras dengan teori dentuman besar, skenario tahapan akhir alam
semesta adalah keruntuhan besar. Akan tetapi berdasarkan pengukuran
pancaran latar belakang sinar kosmis, penyebaran awan galaksi,
penghitungan konstanta Hubble serta indikator lain, diperhitungkan
volume materi nampak maupun materi gelap, tidak mencukupi untuk membuat
alam semesta kolaps.
Masih ada komponen utama lainnya yang menentukan
nasib alam semesta, yakni energi gelap yang sejauh ini masih misterius.
Tantangan terbesar ilmu kosmologi saat ini, adalah mengerti sifat dan
mekanisme energi gelap ini.
Para ahli kosmologi
menyadari, alam semesta yang kini berumur sekitar 13,7 milyar tahun,
sudah memasuki paruh siklus hidupnya. Itulah sebabnya para peneliti
merasa lebih tertarik pada skenario nasib alam semesta.
Apa yang terjadi dengan alam semesta 20 milyar tahun mendatang?
Bumi
sendiri yang lahir sekitar 5 milar tahun lalu, jadi jauh lebih muda
dari alam semesta, diperkirakan lima sampai tujuh milyar tahun mendatang
sudah merupakan planet tanpa kehidupan. Matahari sudah memasuki fase
bintang raksasa merah, dan ukurannya membesar sampai 100 kali lipat dari
ukuran sekarang. Bumi sudah menjadi planet yang berupa bola api
menyala.
Ada tiga gambaran skenario yang dikembangkan
para peneliti kosmologi. Yakni jika konstanta alam semesta tetap
negatif, alam semesta akan mengalami keruntuhan besar di akhir siklus
kehidupannya. Jika konstantanya positif atau tidak mencapai titik
kritis, alam semesta akan terus memuai.
Disamping itu, ada juga gambaran
yang ekstrim. Misalnya saja teori yang dilontarkan Robert Caldwell dari
departemen fisika dan astronomi di Darmouth College, AS, serta Marc
Kamionkowski dan Nevin Weinberg dari institut teknologi California di
Pasadena AS. Beberapa bulan lalu, ketiga pakar astrofisika itu
melontarkan skenario yang disebut Big Rip, atau koyakan besar.
Dalam
hal ini, energi gelap tetap memainkan peranan utama. Jika energi gelap
tidak lagi mengikuti hukum konstanta alam semesta, dan bertindak sebagai
materi liar yang dijuluki “Phantom Energy”, maka pemuaian alam semesta
tidak berhenti atau konstan, akan tetapi justru dipercepat.
Dengan
percepatan yang terus meningkat, alam semesta ibaratnya dikoyak sampai
menjadi bagian materinya yang terkecil. Kerapatan energi “phantom
energy” pada akhir zaman alam semesta, menjadi tidak terbatas. Artinya,
tidak ada yang dapat mengelak, semua benda langit, mulai dari galaksi
besar sampai atom terkecil akan meledak.
Kapan akhir zaman atau kiamat alam semesta itu akan terjadi?
Apakah dapat diramalkan?
Berdasarkan
perhitungan konstanta alam semesta Einstein dan konstanta Hubble, yang
saat ini besarnya 70 kilometer per detik dan Megaparsec, masih tersisa
waktu 53 milyar tahun sampai tibanya Big Rip. Skenario yang lebih
ekstrim dilontarkan astronom Pedro Gonzalez-Diaz dari pusat penelitian
alam semesta di Madrid.
Ia memperkirakan Big Rip akan
terjadi sekitar 22 milyar tahun mendatang. Satu milyar tahun sebelum
terjadinya koyakan besar, awan galaksi akan tercerai berai.
Tiga bulan sebelum koyakan besar, juga lubang hitam akan tercerai berai.
Tigapuluh
menit sebelum koyakan besar, semua benda langit makroskopis akan
meledak. Namun pusat persemaian pemusnahan alam semesta belum sepenuhnya
mengembang. Baru pada saat limit menjelang koyakan besar, semua inti
atom terpecah menjadi partikel elementernya, Proton dan Neutron. Setelah
itu semua hukum fisika yang dikenal, mungkin memainkan peranannya.
Diperkirakan
akan tercipta partikel secara spontan, terbentuknya dimensi ekstra
seperti string yang eksotis atau efek gravitasi kuantum. Jika masih ada
yang dapat mengamati, alam semesta akan terus mengecil sampai menjadi
sebuah titik, kata Caldwell dengan singkat.
Jelas
Caldwell hanya bercanda. Sebab sampai sekitar 20 milyar tahun mendatang,
diyakini umat manusia di Bumi sudah musnah. Namun juga tidak ada yang
mengetahui, apakah aksioma baru itu juga akan terbukti.
Yang
jelas perhitungan astronomi menunjukan, skenario itu dapat saja
terjadi. Kalau materi gelap melakukan percepatan yang terus meningkat,
hingga menjadi “phantom energy” maka skenario koyakan besar dapat
terjadi.
Namun belum diketahui, alam semesta nantinya akan memasuki tahapan akhir mana?
Apakah terkoyak, runtuh atau terus mengembang tanpa akhir?
Semua
skenario mungkin saja terjadi. Apakah nanti semua fase itu akan kembali
mengarah ke dentuman besar yang baru, juga masih diteliti dan dihitung
oleh para ahli.
Yang jelas, manusia tidak berdaya mencegah datangnya kiamat alam semesta semacam itu.
Manusia hanya dapat menghitung, memperkirakan, menarik aksioma dan meramalkan.
Besaran waktu alam semesta, memang terlalu panjang dan absurd untuk ukuran kehidupan manusia yang amat singkat.
Rasulullah S.A.W. bersabda:
"Sekiranya di tangan kamu ada benih kurma dan kamu tahu bahawa esok akan berlaku kiamat, maka hendaklah kamu menanam dan jangan biarkan hari kiamat berlaku tanpa menanam benih kurma tersebut"
[Hadis Riwayat Imam Ahmad]
Terlepas
dari tanda-tanda kiamat tersebut, sebenarnya yang lebih patut kita
selalu ingat adalah kiamat kecil yang selalu menghampiri manusia yaitu
kematian.
Kita tidak pernah tahu kapan dan dimana kita
akan mati. Mungkin banyak diantara kita menyaksikan keluarga, teman atau
tetangga yang tiba-tiba meninggal dunia, padahal beberapa jam
sebelumnya masih sempat bersenda gurau dengan kita.
Dan
yang pasti kita semua akan mati. Orang yang beriman yakin bahwa setelah
kematian akan ada kehidupan setelahnya. Sehingga sebelum kematian
itulah kita harus telah mengumpulkan bekal untuk kehidupan setelah
kematian.
Walohualambissawab.
Dari Berbagai Sumber.