Kata Bayes saya dapatkan dari seorang Fisikawan muda tanah air Kak Suharyo Sumowidagdo, Ph.D. yang bekerja di CERN (Pusat Penelitian Fisika Nuklir dan Partikel di Eropa):
CERN | Accelerating science
Mengenal sosok Kak Haryo.
Ia adalah lulusan program sarjana dan master dari jurusan Fisika
Universitas Indonesia (UI) serta menamatkan jenjang doktoralnya di Florida State
University tahun 2008. Perburuan "Partikel Tuhan" di CERN dilakukan lewat dua eksperimen, yaitu Compact Muon Solenoid (CMS) dan A Toroidal LHC Apparatus (ATLAS). Masing-masing bekerja secara independen, bertujuan mencapai kesempurnaan penelitian.
“Saya menjadi anggota kolaborasi eksperimen CMS setelah
menyelesaikan Ph.D. fisika partikel eksperimen di kolaborasi eksperimen di Amerika Serikat, tepatnya tahun 2008,” jelas Kak Haryo.
Kak Haryo dan rekannya bertanggung jawab untuk pengoperasian dan
pemeliharaan detektor muon (salah satu partikel penyusun materi). Selain
itu, Haryo juga berperan mengambil data di ruang kontrol. Secara spesifik, Kak Haryo ikut serta dalam pembuatan software
sistem kendali bagi detektor muon. Detektor ini berada 100 meter di bawah
tanah sehingga pendendalian harus dilakukan lewat jarak jauh dengan
sistem kendali.
Banting Setir
Kak Haryo sebelumnya menekuni fisika partikel teoretik. Ia melakukan
riset untuk studi sarjana di bawah bimbingan Professor Terry Mart di UI
dan lulus dari program itu tahun 1999. Namun, setelah menempuh doktoral, ia beralih ke fisika partikel
eksperimental. Topik disertasinya tentang top quark yang meluruh menjadi
tau lepton. Hal tersebut sudah diprediksi sebelumnya, tapi belum
dibuktikan. Setelah menyelesaikan Ph.D.-nya, Kak Haryo menjadi peneliti postdoktoral di University of
California Riverside.
Di CMS, ia meneliti tentang massa top quark.
Penelitian itu berguna untuk memprediksi massa Higgs Boson.
Secara mengejutkan, Haryo mengatakan:
“Adalah sebuah artikel di
Kompas tanggal 30 April 1994 dan beberapa artikel sambungannya tahun
1994-1995 yang menginspirasi saya untuk menjadi seorang fisikawan
partikel eksperimen.”
Artikel tersebut memuat keterlibatan ilmuwan Indonesia, Stephen van
den Brink, dalam tim riset Universitas Chicago dan Universitas
Pittsburgh untuk menemukan bukti kuat adanya top quark di Laboratorium
Akselerator Nasional Fermi.
Menurut Kak Haryo, berbeda dengan fisikawan partikel teori yang membuat
formulasi teori baru atau perhitungan matematis rumit, fisikawan
partikel eksperimental mencari keberadaan partikel dari sebuah teori
atau mengukur sifat partikel.
Kak Haryo merasa bahwa fisika partikel eksperimental punya tantangan
tersendiri. Dan, dari banting setirnya itu Haryo pun punya kesempatan
untuk bergabung dalam misi besar CERN mencari keberadaan Higgs Boson.
Penulis dan Peneliti Muda sedang mengikuti penjelasan Kak Haryo mengenai:
CERN and its Particle Physics Programme
Fisika partikel dan nuklir, terutama bagi Indonesia yang masih berkutat dengan pembangunan ekonomi, kadang dianggap tidak aplikatif. Menurut kak Haryo, pandangan tersebut sebenarnya tidak tepat.
"Mengatakan fisika partikel tidak aplikatif bagi saya adalah seperti tidak perlu meneliti tentang listrik magnet yang diperlukan untuk menciptakan bohlam listrik karena kita cukup menggunakan lilin saja untuk penerangan!" tegasnya.
Riset listrik magnet pada abad 17 dan 18 bisa dikatakan sama seperti penelitian fisika partikel eksperimen saat ini. Tidak seorang pun tahu apa kegunaan mempelajari listrik statis dari menggesek-gesek kain wol atau batu ambar. Tapi, pada akhirnya riset tersebut sangat berguna.
Dalam kenyataannya, riset fisika partikel di CERN secara tidak langsung memberi sumbangsih pada perkembangan teknologi. Contoh nyatanya adalah aplikasi pada kedokteran dan teknologi informasi.
"Teknologi yang diperlukan untuk membangun detektor dan akselerator fisika partikel, ternyata memiliki aplikasi praktis untuk kehidupan sehari-hari. Keberadaan alat pencitraan medis yang murah di rumah sakit dimungkinkan karena teknologi kabel listrik superkonduktor yang digunakan di akselerator Fermilab dan Tevatron," jelas Kak Haryo.
"Teknologi internet (WWW) diciptakan di CERN tahun 1989 untuk membantu komunikasi ilmiah antar fisikawan, dan saat ini teknologi komputasi grid dan global digunakan eksperimen CERN untuk mengolah data," tambahnya.
Lalu apa Teorema Bayes itu?
Torema Bayes
In
probability theory and
statistics,
Bayes' theorem (alternatively
Bayes' law) is a theorem with two distinct interpretations. In the
Bayesian interpretation, it expresses how a subjective degree of belief should rationally change to account for evidence. In the
frequentist interpretation,
it relates inverse representations of the probabilities concerning two
events.
In the Bayesian interpretation, Bayes' theorem is fundamental to
Bayesian statistics, and has applications in fields including
science,
engineering,
economics (particularly
microeconomics),
game theory,
medicine and
law. The application of Bayes' theorem to update beliefs is called
Bayesian inference.
Bayes' theorem is named after
Thomas Bayes (
/ˈbeɪz/; 1701–1761), who first suggested using the theorem to update beliefs. His work was significantly edited and updated by
Richard Price before it was posthumously read at the
Royal Society. The ideas gained limited exposure until they were independently rediscovered and further developed by
Laplace, who first published the modern formulation in his 1812
Théorie analytique des probabilités.
Contoh Aplikasi Teorema Bayes
Di sebuah negara, diketahui bahwa 2% dari penduduknya menderita
sebuah penyakit langka. 97% dari hasil tes klinik adalah positif bahwa
seseorang menderita penyakit itu. Ketika seseorang yang tidak menderita
penyakit itu dites dengan tes yang sama, 9% dari hasil tes memberikan
hasil positif yang salah.
Jika sembarang orang dari negara itu mengambil test dan mendapat
hasil positif, berapakah peluang bahwa dia benar-benar menderita
penyakit langka itu?
Secara sepintas, nampaknya bahwa ada peluang yang besar bahwa orang
itu memang benar-benar menderita penyakit langka itu. Karena kita tahu
bahwa hasil test klinik yang cukup akurat (97%).
Tetapi apakah benar
demikian?
Marilah kita lihat perhitungan matematikanya.
Marilah kita lambangkan informasi di atas sebagai berikut:
- B = Kejadian tes memberikan hasil positif.
- B = Kejadian tes memberikan hasil negatif.
- A = Kejadian seseorang menderita penyakit langka itu.
- A = Kejadian seseorang tidak menderita penyakit langkat itu.
Kita ketahui juga peluang dari kejadian-kejadian berikut:
- P (A) = 2%
- P (A) = 98%
- P (B | A) = 97%
- P (B | A) = 9%
Dengan menggunakan rumus untuk peluang bersyarat, dapat kita
simpulkan peluang dari kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dalam
tabel di bawah ini:
Misalnya seseorang menjalani tes klinik tersebut dan mendapatkan
hasil positif, berapakah peluang bahwa ia benar-benar menderita penyakit
langka tersebut?
Dengan kata lain, kita mencoba untuk mencari peluang dari
A, dimana
B atau
P (A | B).
Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa
P (A | B)
adalah peluang dari positif yang benar dibagi dengan peluang positif
(benar maupun salah), yaitu 0,0194 / (0,0194 + 0,0882) = 0,1803.
Kita dapat juga mendapatkan hasil yang sama dengan menggunakan rumus teorema Bayes di atas:
Hasil perhitungan ini sangat berbeda dengan intuisi kita di atas.
Peluang bahwa orang yang mendapat hasil tes positif itu benar-benar
menderita penyakit langka tidak sebesar yang kita bayangkan. Cuma ada
sekitar 18% kemungkinan bahwa dia benar-benar menderita penyakit itu.
Mengapakah demikian?
Ketika mengira-ngira peluangnya, seringkali kita lupa bahwa dari
seluruh populasi negara itu, hanya 2% yang benar-benar menderita
penyakit langka itu. Jadi, walaupun hasil tes adalah positif, peluang
bahwa seseorang menderita penyakit langka itu tidaklah sebesar yang kita
bayangkan.
Kita bisa juga meninjau situasi di atas sebagai berikut. Misalnya
populasi negara tersebut adalah 1000 orang. Hanya 20 orang yang
menderita penyakit langka itu (2%).
19 orang dari antaranya akan
mendapat hasil tes yang positif (97% hasil positif yang benar). Dari 980
orang yang tidak menderita penyakit itu, sekitar 88 orang juga akan
mendapat hasil tes positif (9% hasil positif yang salah).
Jadi, 1000 orang di negara itu dapat kita kelompokkan sebagai berikut:
- 19 orang mendapat hasil tes positif yang benar
- 1 orang mendapat hasil tes negatif yang salah
- 88 orang mendapat hasil tes positif yang salah
- 892 orang mendapat hasil tes negatif yang benar
Bisa kita lihat dari informasi di atas, bahwa ada (88 + 19) = 107
orang yang akan mendapatkan hasil tes positif (tidak perduli bahwa dia
benar-benar menderita penyakit langka itu atau tidak). Dari 107 orang
ini, berapakah yang benar-benar menderita penyakit?
Hanya 19 orang dari
107, atau sekitar 18%.
Unduh Disertasi S3 Kak Suharyo Sumowidagdo:
First
Measurement of top quark production in muon plus hadronic tau final
states
Ucapan Terima Kasih:
Kang Iqbal Robiyana, S.Pd.
Semoga Bermanfaat
Sumber:
1. Indonesia Proud
2. Kuliah Umum CERN
3. http://en.wikipedia.org/wiki/Bayes%27_theorem
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_keputusan
5. http://www.idomaths.com/id/peluang5.php