Monday, 5 November 2012

Mau Melakukan Apa Kita?



Motivasi Paling Agung 

Dalam sains, motivasi paling agung dan alami yang mendorong ilmuwan sejati untuk melakukan perenungan dan penelitian adalah RASA INGIN TAHU, bukan hal-hal profan semacam uang, penghargaan, bukan pula jumlah publikasi ilmiah.

Inilah sebabnya Newton, Darwin, dan Einstein mendapatkan hal-hal besar dan paling mendasar.

Almarhum Sir Isaac Newton pernah bertuah:

"I know not what I appear to the world, but to myself I seem to have been only like a boy playing on the sea-shore, and diverting myself in now and then finding a smoother pebble or a prettier shell, Whilst the great ocean of truth lay all undiscovered before me."

Jika saja tidak didorong oleh sahabatnya (Edmund Halley), Newton tidak akan menerbitkan hasil pemikiran yang telah ia lakukan setidak-tidaknya selama 11 tahun dalam bentuk Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica.

Lalu, kalau bukan publikasi ilmiah, apa yang mendorong Newton menghabiskan waktu selama lebih dari 11 tahun untuk membangun teorinya?

Jawabnya: RASA INGIN TAHU!

Akan kebesaran ayat-ayat alam semesta



Dari Kiri ke Kanan:

Mr. Iqbal Robiyana, S.Pd.,
(Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia dan Guru di Darul Qur'an International School )
Dr. rer. nat. Muhammad Farchani Rosyid, M.Sc.
(Doctor of Physics, Technical University of Clausthal, Germany)
Mr. Wispar Sunu Brams Dwandaru, M.Sc., Ph.D.,
(Doctor of Science from University of Bristol, UK.)
dan
Mr. Mirza Satriawan, M.Sc., Ph.D.
(Doctor in Theoretical Physics, University of Illinois at Chicago. USA.)

Mau Melakukan Apa Kita?

Ada dua macam cita-cita: “ingin menjadi” (“want to be”) dan “ingin melakukan/berbuat sesuatu” 
(“want to do”). 

Sulit bagi kita untuk mengetahui "keinginan untuk menjadi" yang dimiliki oleh orang-orang besar semisal Edison, Einstein, Louis Pasteur, ataupun Newton. 

Tetapi, sangat nyata bagi kita, hal-hal yang ingin mereka lakukan atau ingin mereka perbuat. 

Sementara, kebanyakan kita memiliki cita-cita yang pertama: ingin menjadi guru, dokter, apoteker, tentara, pengacara, usahawan, akuntan keuangan, petani, ingin menjadi dosen, ingin menjadi insinyur, dll. 

Faktanya, di antara kita banyak yang telah menjadi guru, dokter, banyak yang menjadi insiyur, menjadi dekan, menjadi bupati, dll. 

Masing-masing kita telah mendapatkan kesejahteraan dengan tercapainya cita-cita itu, tetapi kenyataannya kemajuan dan kesejahteraan kolektif dan berkelanjutan itu tidak kunjung datang. 

Seringkali, keinginan kita menjadi sesuatu bukan didorong oleh ketertarikan kita akan sesuatu itu, melainkan oleh konsekuensi finansial yang menyertai sesuatu itu. 

Jadi, seringkali kita memilih suatu pekerjaan bukan karena kita mencintai pekerjaan itu malainkan oleh jaminan keuangan yang menyertai pekerjaan itu. 

Inilah akibat mewabahnya parasit materialistis di segala lini kehidupan kita yang nyatanya jauh lebih ganas jika dibandingkan dengan mewabahnya parasit yang sama di negara-negara Eropa ataupun Amerika. 

Kita jauh lebih materialistis jika dibandingkan dengan orang-orang Eropa. 
 
Kita lebih kapitalistik jika dibandingkan dengan orang-orang Eropa. 

Kita lebih liberal jika dibandingkan dengan mereka.

Semoga kita diberikan kekuatan oleh Yang Maha Kuasa untuk memperbaiki diri, keluarga, dan masyarakat.


Pendidikan dan Kemajuan IPTEKS

Kemajuan sains dan teknologi yang sekarang terjadi semuanya masih barat yang menjadi pelakunya. Mereka sangat cepat iri jika melihat adanya kemajuan Saintek negara lain. Sebagai contoh, Amerika sangat gerah melihat Soviet yang sudah berhasil meluncurkan pesawat luar angkasa Sputnik.

Melihat ketertinggalan itu, Amerika kemudian merombak pola pendidikan Sainsnya dari jenjang terendah hingga tertinggi.

Namun, bertolak belakang yang terjadi di negeri ini.

Isu-isu besar ketertinggalan Sainstek oleh pemerintah hanya direspon melalui UAN, UASBN, sertifikasi, RSBI, yang esensinya hanya formalitas semata. 

Negara-negara Amerika, Jepang, Jerman, dan beberapa negara maju lain meski ikut olimpiade-olimpiade Sains Internasional  tapi jarang kita dengar mereka juara.  

Yang selalu juara pasti negara-negara berkembang di Asia termasuk Indonesia. 

Tapi cobalah tengok dari awal, siapa saja para penerima Nobel? 

Tak satupun dari mereka pernah menang Olimpiade Internasional. 

Artinya selama ini Olimpiade itu kembali lagi hanya sebatas formalitas semata.

Bukan membentuk manusia yang haus ingin tahu akan ilmu dan peneliti. 

Selama ini sekolah kita hanya berorientasi pada isi bukan kapasitas siswa.

Lihat saja banyak mata pelajaran dipaksajejalkan di jenjang pendidikan yang masih rendah.

Tanpa diasah seberapa dalam kapasitasnya.

Kapasitas disini adalah rasa ingin tahu, semangat mengeksplorasi, tak kenal menyerah, gila baca dan lain-lain. Bukan banyaknya berapa istilah ilmu yang dihafal tanpa tahu benar apa maksudnya.

Bahwa selama ini kita menyampaikan IPS, IPA dan Matematika hanya sebagai mata pelajaran saja. Bukan sebagai suatu ilmu yang menyatu dengan kehidupan ini.

Terlihat dengan topik pembicaraan pada bidang tersebut dilepaskan dengan kehidupan nyata.

Untuk IPS, sebagai contoh Sejarah. Selama ini anak-anak hanya dijadikan sebagai mesin penghafal informasi. Padahal Sejarah itu hakikatnya adalah hasil interpretasi seorang peneliti sejarah tentang obyek sejarah. Sehingga siswa hanya menghafal hasil investigasi seorang sejarawan atau bahkan mempelajari sejarawan itu sendiri.

Harusnya, kita ajak siswa melihat dan mengamati obyek sejarah langsung dengan alat indra mereka. Pancing mereka dengan umpan yang akan menarik keingintahuan. Sehingga mereka haus ingin tahu dan mengeksplorasi obyek tersebut. Pastilah akan banyak hal yang akan ditemukan. Jadi, belajar sejarah sama dengan menjadi detektif.


Untuk IPA. Hakikatnya, jika berbicara IPA itu mencakup 4 hal yang tidak akan terlepas satu dengan yang lain. Fakta Sains, Sikap Sains, Proses Sains dan Produk Sains.

Kebanyakan yang terjadi hanya fakta sains yang dijadikan sebagai obyek pembelajaran.

Kembali lagi siswa dijadikan sebagai mesin penghafal fakta-fakta Sains. Padahal perkembangan Sains sangatlah pesat. Sudah tentu fakta-fakta itu dengan cepatnya akan usang. Selain itu anak juga harus mempunyai sikap Sains, ingin tahu eksplorasi, tidak cepat puas. dari belajar Sains anak sangat sayang lingkungan dan makhluk lainnya. Menciptakan kelestarian bukan eksploitasi tanpa batas.

Untuk Matematika.

Matematika adalah merupakan bahasa praktis pemecahan masalah kehidupan.

Bayangkan jika beli 45 apel ditambah 34 mangga, cukup ringkasnya ditulis dengan 45 + 34 = 79.

Sehingga pembelajaran Matematika harus menyatu dengan persoalan kehidupan.

Jika menghitung luas, langsung menghitung kamar, kain atau lapangan.

Tidak semata yang ada di gambar saja.

Ternyata untuk Matematika itu tidak mengenal usia.

Artinya di usia manapun orang akan mampu menguasainya.

Sebagai contoh, Gauss menemukan deret aritmetikanya saat usia 7 tahun, usia yang sangat muda.

Newton menemukan Kalkulus di saat ia butuh alat persaman untuk menguak hukum-hukum gravitasi dan gerak di alam.

Einstein belajar Matematika di saat ia butuh alat persamaan untuk menguak keingintahuannya.



Selama ini jika kita bertanya tentang cita-cita anak itu judulnya adalah “Mau jadi apa (Want to be)”, bukannya “Mau melakukan apa (Want to do)”.

Padahal keduanya sangatlah lain.

Cobalah tengok, apakah cita-cita Thomas A Edison, tidak pernah terucap olehnya ingin terkenal, atau pembuat bola lampu. Tapi cita-citanya adalah ingin membuat dunia terang jika malam.


"I never did a day's work in my life. It was all fun."
~Thomas A. Edison~




Apakah cita-cita nya Einstein, ternyata dia ingin menguak rahasia alam semesta ini, meski ia hanya seorang karyawan pencatat hak paten saja.


"Science without religion is lame. Religion without science is blind." 
~Albert Einstein~


Terkadang pertanyaan yang tidak pas mengakibatkan obsesi yang tidak pas juga.

Sungguh sangat rugi jika kita mempunyai anak yang jenius “hanya” semata ingin melakukan rutinitas seperti kebanyakan orang, padahal mungkin jika lebih diasah dan dimotivasi bisa menjadi orang yang memberikan manfaat yang besar untuk kehidupan manusia di dunia ini.

Ya Rabbana Jadikanlah Kami, Keluarga dan sahabat-sahabat kami serta masyarakat bangsa ini menjadi orang-orang yang pandai bersyukur serta selalu dinaungi kasih sayang-Mu.


Terimakasih saya ucapkan kepada guru-guru di masa lalu, sahabat-sahabat yang telah menjadi sumber inspirasi yang telah mampu memantik semangat pada diri saya, dan mampu mendorong saya untuk memiliki passion serta kebanggaan dengan hal-hal yang saya miliki.

Wallohualam Bissawab.

Sumber:

Dr. rer. nat. Muhammad Farchani Rosyid, M.Sc.
Doctor of Mathematical Physics, Department of Physics, Technical University of Clausthal, Germany, January 1997 - September 2000:
Thesis : On the Relation between Geometric Quantization and Borel Quantization

Bidang penelitian yang diminatinya adalah:
Topological and differential geometrical methods in Physics, Theory of Quantization, Groups and Symmetries, Mathematical Foundations of Quantum Theory. 

Mampir juga ke "rumah" kami:

1. http://banjarcyberschool.blogspot.com/2011/10/semangat-kerja-keras.html
2. http://banjarcyberschool.blogspot.com/2011/10/kenapa-mesti-sekolah.html
3. http://banjarcyberschool.blogspot.com/2011/10/bersahabat-dengan-anak-zaman-sekarang.html
4. http://banjarcyberschool.blogspot.com/2011/10/ibu-dan-sekolah.html

No comments: