Daya geraknya adalah jiwa manusia: yang tergerak oleh aspirasi masyarakat yang menghendaki kehidupan baru. Sedang aspirasi itu sendiri timbul dari adanya kesengsaraan dalam hidupnya.
Demikian juga halnya dengan revolusi perjuangan nasional kita yang lahir dari semangat bangsa yang hidup sengsara dan tertindas di bawah belenggu penjajahan, dan karena itu mendambakan suatu kehidupan baru, yang tidak mungkin bisa diraihnya dalam konstelasi masyarakat pada masa penjajahan.
Semangat bangsa itu dipersiapkan pada zaman Boedi Oetomo 1908, dilanjutkan dalam zaman Sumpah Pemuda 1928, lantas bergerak maju menuju Proklamasi Kemerdekaan 1945 dan berlanjut terus hingga kini.
Semangat itu adalah semangat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Tugas kita sebagai pemikir adalah memberi bentuk nyata pada semangat itu.
Kita harus mempunyai ideal-ideal, bukan untuk diri kita tetapi untuk bangsa kita.
Kita wajib bermimpi tentang masa depan bangsa kita.
Kita wajib bermimpi tentang kehidupan yang lebih baik untuk seluruh bangsa kita.
Tetapi sebagai orang yang berpendidikan, kita harus sadar bahwa mewujudkan impian itu membutuhkan kerja keras.
Melakukan transformasi teknologi dan industri berarti bergerak ke arah dimensi baru dalam kehidupan kita sebagai bangsa.
Cepat atau lambat dimensi baru bangsa Indonesia itu akan diakui dunia internasional.
Dimensi inilah yang sering tidak terlihat jika mengadakan perhitungan mikro dan makro ekonomi yang lazim digunakan untuk menilai layak-tidaknya pendirian industri.
Memang, bergerak ke dimensi baru dalam kehidupan suatu bangsa mengandung risiko:
Risiko pemikiran baru, risiko inovasi dalam pemikiran.
Sebagai bangsa, kita harus pandai melakukan kedua macam pemikiran:
Berpikir untung-rugi, biaya-manfaat dan berpikir baru.
Menggunakan analisis biaya-manfaat sangat berguna untuk menghindari dilakukannya investasi yang merugikan. Sedang melakukan inovasi memang dapat mendatangkan kerugian besar.
Namun, menghindar dari kemungkinan rugi juga dapat berarti melepaskan kesempatan beralih ke dimensi baru dan tetap terpaku pada posisi lama yang jelas akan merugikan dari sudut idealisme dan semangat perjuangan.
Untuk mencapai tingkat kemahiran industri yang memadai secara internasional diperlukan waktu:
Waktu untuk mengikuti suatu kurva belajar (learning curve).
Hidup tidak mungkin menggantungkan harapan pada jatuhnya jenius dari langit.
Lazimnya, Meister von Himmel gefallen tidak ada.
Pada umumnya, semua manusia di dunia ini harus menjalani suatu proses belajar, belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan dan keberhasilan sendiri.
Dan dalam belajar, lazimnya dibutuhkan energi yang lebih banyak dan investasi lebih besar dari energi dan investasi yang dilakukan oleh yang sudah mahir.
Pendekatan kita kepada wahana transformasi industri harus dan akan selalu pragmatis.
Namun, di dalam wahana yang sedang ditumbuhkan itu, kita berada dalam gerakan ke atas. Dan seperti galibnya, suatu gerakan ke atas selalu membutuhkan energi yang lebih banyak.
Untuk itu, masyarakat seyogyanya rela memberi pada industri-industri nasionalnya yang sedang tumbuh, waktu untuk belajar, waktu untuk memperoleh pengalaman, membuat kesalahan, dan mengatasi berbagai penyakit anak.
Di tahun 1994, kita mulai memasuki era tinggal landas. Di tahun 2026, industri-industri wahana transformasi Indonesia insya Allah sudah akan beroperasi dengan sangat efisien, produktif, dan optimum.
Pada saat itu, daya penggerak industrialisasi kita tidak akan terbatas pada pasaran domestik kita saja. Daya penggerak industrialisasi kita akan mencakup pula pasaran regional dan pasaran internasional.
Apakah suatu hal yang berlebihan jika para produsen Indonesia diberi waktu sesingkat itu untuk mengejar dimensi baru kehidupan bangsanya?
Selamat Milad Bapak.
Sumber:
The Habibie Center
Institute for Advanced Study at Indonesia
Demikian juga halnya dengan revolusi perjuangan nasional kita yang lahir dari semangat bangsa yang hidup sengsara dan tertindas di bawah belenggu penjajahan, dan karena itu mendambakan suatu kehidupan baru, yang tidak mungkin bisa diraihnya dalam konstelasi masyarakat pada masa penjajahan.
Semangat bangsa itu dipersiapkan pada zaman Boedi Oetomo 1908, dilanjutkan dalam zaman Sumpah Pemuda 1928, lantas bergerak maju menuju Proklamasi Kemerdekaan 1945 dan berlanjut terus hingga kini.
Semangat itu adalah semangat untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Tugas kita sebagai pemikir adalah memberi bentuk nyata pada semangat itu.
Kita harus mempunyai ideal-ideal, bukan untuk diri kita tetapi untuk bangsa kita.
Kita wajib bermimpi tentang masa depan bangsa kita.
Kita wajib bermimpi tentang kehidupan yang lebih baik untuk seluruh bangsa kita.
Tetapi sebagai orang yang berpendidikan, kita harus sadar bahwa mewujudkan impian itu membutuhkan kerja keras.
Melakukan transformasi teknologi dan industri berarti bergerak ke arah dimensi baru dalam kehidupan kita sebagai bangsa.
Cepat atau lambat dimensi baru bangsa Indonesia itu akan diakui dunia internasional.
Dimensi inilah yang sering tidak terlihat jika mengadakan perhitungan mikro dan makro ekonomi yang lazim digunakan untuk menilai layak-tidaknya pendirian industri.
Memang, bergerak ke dimensi baru dalam kehidupan suatu bangsa mengandung risiko:
Risiko pemikiran baru, risiko inovasi dalam pemikiran.
Sebagai bangsa, kita harus pandai melakukan kedua macam pemikiran:
Berpikir untung-rugi, biaya-manfaat dan berpikir baru.
Menggunakan analisis biaya-manfaat sangat berguna untuk menghindari dilakukannya investasi yang merugikan. Sedang melakukan inovasi memang dapat mendatangkan kerugian besar.
Namun, menghindar dari kemungkinan rugi juga dapat berarti melepaskan kesempatan beralih ke dimensi baru dan tetap terpaku pada posisi lama yang jelas akan merugikan dari sudut idealisme dan semangat perjuangan.
Untuk mencapai tingkat kemahiran industri yang memadai secara internasional diperlukan waktu:
Waktu untuk mengikuti suatu kurva belajar (learning curve).
Hidup tidak mungkin menggantungkan harapan pada jatuhnya jenius dari langit.
Lazimnya, Meister von Himmel gefallen tidak ada.
Pada umumnya, semua manusia di dunia ini harus menjalani suatu proses belajar, belajar dari pengalaman, belajar dari kesalahan dan keberhasilan sendiri.
Dan dalam belajar, lazimnya dibutuhkan energi yang lebih banyak dan investasi lebih besar dari energi dan investasi yang dilakukan oleh yang sudah mahir.
Pendekatan kita kepada wahana transformasi industri harus dan akan selalu pragmatis.
Namun, di dalam wahana yang sedang ditumbuhkan itu, kita berada dalam gerakan ke atas. Dan seperti galibnya, suatu gerakan ke atas selalu membutuhkan energi yang lebih banyak.
Untuk itu, masyarakat seyogyanya rela memberi pada industri-industri nasionalnya yang sedang tumbuh, waktu untuk belajar, waktu untuk memperoleh pengalaman, membuat kesalahan, dan mengatasi berbagai penyakit anak.
Di tahun 1994, kita mulai memasuki era tinggal landas. Di tahun 2026, industri-industri wahana transformasi Indonesia insya Allah sudah akan beroperasi dengan sangat efisien, produktif, dan optimum.
Pada saat itu, daya penggerak industrialisasi kita tidak akan terbatas pada pasaran domestik kita saja. Daya penggerak industrialisasi kita akan mencakup pula pasaran regional dan pasaran internasional.
Apakah suatu hal yang berlebihan jika para produsen Indonesia diberi waktu sesingkat itu untuk mengejar dimensi baru kehidupan bangsanya?
''Sebagai insinyur maupun ilmuwan seharusnya kita mampu untuk berperan dalam memajukan bangsa ini,''
*Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, M.B.A.*
CEO dan Direktur Ilthabi Rekatama
Selamat Milad Bapak.
Sumber:
The Habibie Center
Institute for Advanced Study at Indonesia
No comments:
Post a Comment