Sunday 7 November 2010

Optika Kuantum

Elektrodinamika Kuantum yang berhasil "dibersihkan" dari problem inherennya oleh Tomonaga, Schwinger, dan Feynman, mayoritas hanya dibahas pada proses-proses hamburan fisika partikel berenergi tinggi. Dapat dimaklumi bahwa pada saat itu, pun hingga sekarang, fisika partikel energi tinggi sangat menantang dan menjanjikan fenomena baru dalam fisika. Konflik antara teori Maxwell dan teori Planck saat itu dianggap tidak akan memiliki efek signifikan dalam fisika optik. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Pada tahun 1956 dua astronomiwan, Robert Hanbury Brown dan Richard Q. Twiss, memublikasikan hasil eksperimen mereka dalam sebuah paper yang berjudul A test of a new type of stellar interferometer on Sirius pada majalah Nature. 

Pada percobaan ini dua buah detektor yang terpisah sejauh 6 meter diarahkan pada bintang Sirius. Kedua detektor tersebut menghasilkan arus elektron (listrik) dan dihubungkan dengan peralatan yang mencatat korelasinya. Diluar dugaan, kedua ilmuwan ini menemukan bahwa keluaran kedua detektor memiliki korelasi meski keduanya diletakkan pada posisi yang berlainan. Hasil eksperimen ini menimbulkan perdebatan serius dalam komunitas fisika karena dianggap tidak konsisten dengan termodinamika dan menyalahi ketidak-pastian Heisenberg. 

Hanbury Brown dan Twiss menyelesaikan masalah ini dengan menganggap bahwa foton dari dua berkas cahaya koheren yang datang dari Sirius berkorelasi. Korelasi ini selanjutnya ditransfer pada saat proses emisi fotolistrik dalam detektor. Dengan demikian foton secara individu terdeteksi dalam dunia optik! Pada tahun yang sama Edward M. Purcell menunjukkan bahwa hasil eksperimen tersebut masih memiliki interpretasi klasik, namun ia masih mengasumsikan bahwa efek tersebut merupakan indikasi sifat kuantum dari cahaya. Penemuan serta penjelasan korelasi antara dua berkas cahaya koheren ini merupakan pemicu perhatian ilmuwan pada efek kuantum yang dapat diobservasi secara optis. 

Hal ini juga diperkuat oleh penemuan laser pada tahun 1960 yang melengkapi para ilmuwan dengan sumber cahaya koheren yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan sumber cahaya termal. Eksperimen-eksperimen selanjutnya hanya menyibak kegagalan pendekatan semi-klasik yang dijelaskan di atas. Teori yang benar baru muncul pada tahun 1963. Pada tahun 1963 Roy Glauber menghadirkan dasar-dasar teorinya pada sebuah paper singkat yang dipublikasikan dalam jurnal Physical Review Letters. Detail dari teori tersebut ia jelaskan dalam dua paper panjang berikutnya yang dipublikasi pada tahun yang sama dalam jurnal Physical Review. 

Dalam teori ini Glauber menyatakan bahwa penjelasan eksperimen korelasi foton harus berlandaskan pada aplikasi konsisten dari Elektrodinamika Kuantum. Glauber memperkenalkan konsep kuasi-distribusi dalam Optika Kuantum yang merupakan penggambaran kuantum dari satu keadaan, namun memiliki hubungan langsung dengan distribusi ruang fase klasik. Meski demikian, konsep ini menghadirkan juga sifat non-klasik, misalnya peluang distribusinya tidak positif. Jika distribusi positif, maka kita dapat memberikan interpretasi klasik. 

Glauber memperlihatkan bahwa sumber cahaya termal berhubungan dengan distribusi Gaussian sehingga teori fluktuasi dapat digunakan untuk sumber jenis ini. Kasus laser ideal tidak memperlihatkan korelasi Hanbury Brown dan Twiss. Dalam papernya, Glauber menjelaskan analisis dari formalisme untuk pendeteksian foton yang berdasarkan fungsi korelasi normal yang kini dikenal sebagai fungsi-P atau representasi Glauber-Sudarshan. Glauber mencatat bahwa statistik absorpsi foton untuk sebuah laser tidak dapat dijelaskan dengan sifat stokastik sederhana, Gaussian atau Poissonian, namun membutuhkan informasi detail keadaan kuantum dari peralatan. Keadaan-keadaan koheren ini direpresentasikan oleh osilator harmonis. Metode ini juga cocok untuk penjelasan sinyal klasik, karena osilator tersebut memiliki amplitudo dan fase. 

Dengan demikian baik efek klasik maupun fluktuasi kuantum dapat muncul secara simultan. Dalam limit intensitas cahaya yang sangat rendah jumlah foton akan sangat sedikit, sehingga efek kuantum akan dominan. Keadaan ini dapat digunakan untuk komunikasi kuantum dengan tingkat keamanan tinggi, komputasi kuantum, serta untuk merekam sinyal-sinyal super lemah pada eksperimen dengan ketelitian tinggi. Aplikasi lain dari Optika Kuantum adalah dalam penelitian aspek fundamental mekanika kuantum. Bukan rahasia lagi jika interpretasi mekanika kuantum belum dapat disepakati semua fisikawan.

 Dengan demikian kemungkinan menguji teori ini pada daerah kuantum dengan menggunakan Optika Kuantum sudah terbuka. Masih banyak aplikasi Optika Kuantum yang tidak dapat dijelaskan pada tulisan ini. Tidak dapat disangkal, jasa Glauber sudah sepatutnya dihargai dengan hadiah Nobel. 

Sumber: Dr. Terry Mart