Thursday 6 June 2013

Suryalaya: Tempat Terbitnya Sang Mentari

Pepeling Kesling Ponpes Darul Huda Pamoyanan:
"Lamun Leuweung Ruksak, Kaina Beak, Caina Sa'at Ngoletrak, Runtah Pabalatak, Dahareun Inumeun Kimia Kabeh, Pasti Anak Incu Balangsak, Bakal Madarat." 


Allhamdulilah hari ini dapat mengunjungi Pondok Pesantren Suryalaya yang terkenal itu, sembari menghadiri Walimatul Ursy seorang sahabat. Bersama teman-teman yang lain kami mendapat kesempatan melihat-lihat kompleks pendidikan pondok pesantren Suryalaya.

Sejarah

Pondok Pesantren Suryalaya dirintis oleh Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Abah Sepuh, pada masa perintisannya banyak mengalami hambatan dan rintangan, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun dari masyarakat sekitar.

Juga lingkungan alam (geografis) yang cukup menyulitkan. Namun Alhamdullilah, dengan izin Allah SWT dan juga atas restu dari guru beliau, Syaikh Tholhah bin Talabudin Kalisapu Cirebon semua itu dapat dilalui dengan selamat. 

Hingga pada tanggal 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad dapat mendirikan sebuah pesantren walaupun dengan modal awal sebuah mesjid yang terletak di kampung Godebag, desa Tanjung Kerta. 

Pondok Pesantren Suryalaya itu sendiri diambil dari istilah sunda yaitu:
Surya = Matahari, Laya = Tempat Terbit.

Jadi Suryalaya secara harfiah mengandung arti tempat matahari terbit.

Pada masa kepemimpinan Abah Anom, Pondok Pesantren Suryalaya berperan aktif dalam kegiatan Keagamaan, Sosial, Pendidikan, Pertanian, Kesehatan, Lingkungan Hidup, dan Kenegaraan.

Pesantren Tradisional dan Pendidikan Kita

Pesantren Tradisional adalah jenis pesantren yang mempertahankan kemurnian identitas asli sebagai tempat mendalami ilmu-ilmu agama (Tafaqquh fi-I-din) bagi para santrinya. Semua materi yang diajarkan dipesantren ini sepenuhnya bersifat keagamaan yg bersumber dari kitab-kitab berbahasa arab (kitab kuning) yang ditulis oleh para ulama’ abad pertengahan. 

Dalam perspektif pendidikan Islam Indonesia ada yang menyebutkan bahwa pendidikan pondok pesantren tradisional berposisi sebagai sub ordinat yg bergerak pada wilayah dan domaian pendidikan hati yg lbh menekankan pada aspek “afektif pendidikan “ atau “atticude pendidikan”. 

Namun sebagian yang lain menyebutkan pendidikan pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari pendidikan nasional yg memberikan pencerahan bagi peserta didik secara integral baik kognitif (knowlagde) afektif (attitude) maupun psikomotorik (skill).

Pesantren Modern

Menurut Prof. Dr. H. Udin Saripudin Winataputra, M.A. dalam makalahnya yang berjudul Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Karakter (Konsep, Kebijakan, dan Kerangka Programatik): “karakter kita maknai sebagai kualitas pribadi yang baik, dalam arti tahu kebaikan, mau berbuat baik, dan nyata berprilaku baik, yang secara koheren.memancar sebagai hasil dari olah pikir, olah hati, oleh raga, dan olah rasa dan karsa”.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pendidikan Indonesia mengaartikan Pendidikan Berkarakter bangsa “Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif”

Nilai-nilai yang terdapat dalam pendidikan berkarakter bangsa adalah sebagai berikut; Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung Jawab.

Kurikulum Pendidikan di pesantren modern memadukan pendidikan formal dilaksanakan sesuai dengan standar nasional pendidikan yang ada, dengan kurikulum keagamaan yang terintegrasi didalamnya pendidikan karakter. Nilai-nilai yang diajarkan di pesantren modern dalam rangka pembentukan pribadi yang matang pada hakikatnya bermuara kepada seluruh nilai-nilai pada pendidikan berkarakter bangsa, adapun dasar nilai-nilai yang diimplementasikan di pesantren modern tertuang pada Panca Jiwa pondok pesantren modern antara lain:

1. Keikhlasan; mengerjakan suatu kebaikan semata-mata untuk ibadah tanpa mengharapkan balasan

2. Kesederhanaan; bukan diartikan menerima apa adanya, kesederhanaan disini mengandung unsur kekuatan atau ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan, Dan dari kesederhanaan inilah maka akan terpancar jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur dalam segala keadaan berkehidupan.

3. Berdikari; sikap kemandirian, kreatif dan tidak bergantung pada orang lain

4. Ukhuwah Islamiyah; suasana kebersamaan berlandaskan demokrasi, peraudaraan yang akrab berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama islam yang damai

5. Kebebasan; bebas berfikir, bebas berkreasi, bebas berpendapat,dan bebeas berkeinginan sesuai dengan ajaran agama islam.

Harmonisasi dan Integrasi IPTEKS Terhadap Pendidikan Pesantren



KETERPADUAN AYAT KAULIYAH DAN KAUNIYAH

Para ilmuwan Muslim memimpikan pupusnya dikotomi antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu empiris. Sebab, tradisi Eropa yang telah memisahkan sains dari agama yang sebelumnya padu di tangan saintis Muslim di Abad Pertengahan adalah alasan utama untuk itu. 

Setelah empirisme yang dimulai oleh Roger Bacon dan Robert Grosseteste dari Oxford menjadi ikon kuat di Eropa pada awal abad ke-12 kemudian menjadi lebih populer di tangan Francis Bacon melalui karyanya yang terkenal Novum Organum dan New Atlantis yang tidak lain diilhami tradisi ilmiah Islam, maka genderang revolusi ilmiah dan spesialisasi ilmu menjadi trend ilmiah. 

Setelah itu yang terjadi adalah pemisahan antara ilmu-ilmu alam yang berbasis metode eksperimental dengan filsafat alam, yang berbasis metode rasional-spekulatif. 

Dinding-dinding antar disiplin ilmu pun makin tinggi dibangun, yang baru kemudian runtuh di abad moderen ini, dengan berfusinya beberapa disiplin ilmu untuk membentuk disiplin baru. Bersama pengalaman pahit inkuisisi agamawan Eropa atas ilmuwan di abad tengah, maka ketegangan dan keterpisahan ilmu dan agama semakin jauh. 

Dua medan pertentangan ilmu-agama yang layak dicatat adalah masalah penciptaan dalam evolusi Darwin dan dalam kosmologi khususnya teori Steady State Universe (Keith Wilks, 1982). Dengan evolusi biologisnya Darwin secara tidak langsung menolak penciptaan manusia sempurna melalui Adam dan Hawa. 

Sementara teori “Jagad Raya Ajeg” yang dipelopori Bondi, Gold dan Hoyle berhipotesis bahwa ruang sebesar Stadion Utama Senayan di alam semesta mampu menciptakan satu inti atom hidrogen setiap 100 tahun. 

Alam kekal, karena ruang berkemampuan menciptakan materi dan galaksi, bukan sebab-sebab metafisis lainnya (Baca: Tuhan Yang Mahakuasa, Allah SWT). Bahkan fisika secara umum, bergerak hanya pada penjelasan-penjelasan material dan menolak penjelasan metafisis, yang dikokohkan dengan hukum “kekekalan materi”. 

Artinya, secara substansial antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu empiris memang berbeda, dan sulit disatukan. Secara ontologis obyek kajian ilmu-ilmu agama adalah risalah kenabian (ayat kauliyah), sedang ilmu-ilmu empiris adalah manusia dan alam (ayat kauniyah). 

Secara epistemologis, basis ilmu-ilmu agama adalah metode tekstual, sementara untuk ilmu eksakta adalah metode rasional-eksperimental. Hanya keyakinan bahwa sumber ilmu itu satu baik ayat kauliyah maupun ayat kauniyah yang datangnya dari Allah SWT dan mesti berujung pada pencerahan dan pengamalan sebagai bukti prilaku hamba yang saleh (baca: ibadah), maka ilmu agama dan ilmu empiris mesti dipandang sebagai suatu yang padu, tanpa pertentangan dan dikotomi. 

Persoalan ini sebenarnya cukup klasik. Teori “kebenaran ganda”, yang digaungkan Siger Brabant tokoh Averoisme latin yang dianggap berasal dari Ibnu Rusyd, menyatakan bahwa kesimpulan-kesimpulan akal budi murni dapat berbenturan dengan kebenaran wahyu (W. Montgomery Watt,1995). Namun menurutnya, kedua kebenaran itu harus diterima. 

Al-Ghazali dalam Tahafut al Falasifah atau Al Qardhawi dalam Al Qur’an dan As-sunnah Referensi Tertinggi Ummat Islam secara tegas menolak teori kebenaran ganda semacam itu. Kebenaran wahyu yang datangnya dari Allah SWT adalah kebenaran mutlak dan tertinggi, yang mengatasi kebenaran kognitif yang relatif. Dengan latar belakang ini, dapat difahami harapan agar ilmuwan Muslim dapat menguasai dan menjelaskan ilmu yang mereka kuasai dalam perspektif Islam, sehingga tidak terjadi split personality. 

Kajian membaca ayat-ayat Kauniyah, kita mesti memiliki spirit yang serupa. Kita menangkap kesan, bahwa tulisan ini akan berusaha membaca ulang ilmu-ilmu empiris (ayat-ayat kauniyah) dalam sinar keimanan, sehingga tidak terjadi pertentangan dalam pemahaman kaum Muslimin atas hakekat ilmu, bahkan yang terjadi adalah sinergi dan daya dorong positif agama atas ilmu di satu sisi (bayan), dan penjelasan empiris ilmu atas pernyataan wahyu di sisi lain (burhan).

MEMBANGUN PERADABAN INDONESIA MADANI DENGAN PENDIDIKAN TERPADU 

Dalam konteks Indonesia, Masyarakat Madani secara teoritis didefinisikan sebagai masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong royong menjaga kedaulatan negara, ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang konsisten dan perkembangan IPTEKS yang berkelanjutan.


Semoga Kita Semua diberikan Hidayah oleh-Nya.

Amin.

Waalohualambissawab.

Apa Itu Mesin Carnot?

Tak mungkin didapatkan mesin panas yang bekerja antara dua tandon panas dengan efisiensi 100 persen.

Kalau demikian, berapakah efisiensi maksimum yang mungkin bagi mesin semacam itu? 

Pertanyaan maha sulit ini terjawab pada tahun 1824 oleh seorang Ilmuwan muda Perancis: Sadi Carnot
[Nicolas Léonard Sadi Carnot]
Was a French military engineer and physicist, often described as the "father of thermodynamics".



Fields Physicist and engineer
Institutions French army
Alma mater École Polytechnique
École Royale du Génie
Sorbonne
Collège de France
Academic advisors Siméon Denis Poisson
André-Marie Ampère
François Arago
Known for Carnot cycle
Carnot efficiency
Carnot theorem
Carnot heat engine
Influenced Émile Clapeyron
Rudolf Clausius
Lord Kelvin

Pemecahan persoalan ini dikemukakan sebelum hukum pertama termodinamika dirumuskan. Carnot menemukan bahwa semua mesin reversibel yang bekerja antara dua tandon panas mempunyai efisiensi yang sama dan bahwa tidak ada mesin yang dapat mempunyai efisiensi yg lebih besar daripada efisiensi mesin reversibel.

Hasil ini dikenal dengan sebagai Teorema Carnot: Tidak ada mesin yang bekerja di antara dua tandon panas yang tersedia dapat lebih efisien daripada mesin reversibel yg bekerja di antara kedua tandon itu.

Mesin reveribel yang bekerja di antara dua tandon panas dinamakan Mesin Carnot.

Nama tersebut diberikan untuk menghormati ketekunan sang Ilmuwan muda dalam memecahkan salah satu permaslahan ilmu fisika Termodinamika.


Mesin Carnot:

Adalah mesin kalor hipotetis  yang beroperasi dalam suatu siklus reversibel yang disebut siklus Carnot. Model dasar mesin ini dirancang oleh Nicolas Léonard Sadi Carnot, seorang insinyur militer Perancis pada tahun 1824. Model mesin Carnot kemudian dikembangkan secara grafis oleh Émile Clapeyron 1834, dan diuraikan secara matematis oleh Rudolf Clausius pada 1850-an dan 1860-an. Dari pengembangan Clausius dan Clapeyron inilah konsep dari entropi mulai muncul.




Contoh mudah mengenai mesin dengan efisiensi mendekati 100% adalah pembangkit listrik tenaga air.

Mungkinkah mesin tersebut digerakkan oleh air, menghasilkan listrik untuk menyedot air dan memutar dirinya sendiri.?

Kelebihan kapasitas dari tenaga yang dihasilkan dapat disalurkan sebagai produk akhirnya.

Artinya, mesin pembangkit tersebut tidak memerlukan bahan bakar untuk memutar turbin
(kecuali pertama kali).

Dengan model ini, defisit tenaga listrik yang sering terjadi semestinya dapat diantisipasi sejak awal.

Sumber:

Arip Nurahman Notes

NASA Glenn Research Center

Kuliah Termodinamika


Oleh: Drs. H. Saeful Karim, M.Si.
(Dosen Senior Termodinamika, Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Indonesia, Pendiri Pondok Pesantren Myskatul Anwar, Penasehat Spiritual Mentri, TNI-Polri dan Pemimpin Daerah)

Terima Kasih

Semoga Bermanfaat.

Isra’ Mi’raj: Dari Relativitas Einstein Hingga Dimensi Lain


"Saya sering berpikir bahwa kita seperti ikan koi yang hidup nyaman di sebuah kolam, tanpa menyadari adanya kolam-kolam lainnya" 
*Prof. Michio Kaku* 

Isra’ mi’raj bukanlah kisah perjalanan antariksa. Aspek astronomis sama sekali tidak ada dalam kajian isra’ mi’raj. Namun, Isra’ mi’raj mengusik keingintahuan akal manusia untuk mencari penjelasan ilmu. Aspek aqidah dan ibadah berintegrasi dengan aspek ilmiah dalam membahas isra’ mi’raj. Inspirasi saintifik Isra’ Mi’raj mendorong kita untuk berfikir mengintegrasikan sains dalam aqidah dan ibadah.

Einstein berpostulat bahwa konsep tentang waktu bersifat relatif. 

Ia menggabungkan antara ruang dan waktu, sehingga kita tidak hanya punya ruang, tetapi ruang-waktu. Teori Einstein tentang relativitas terbagi menjadi dua kelompok, yaitu teori relativitas khusus dan teori relativitas umum.

Relativitas khusus memastikan bahwa kecepatan membuat waktu menjadi relatif, sementara teori ralativitas umum memostulatkan bahwa gravitasi membuat waktu menjadi relatif. Relativitas khusus  membuktikan bahwa kalau seseorang bergerak dengan kecepatan V km/detik maka bagi kita yang diam di bumi ini waktu seharinya akan sama dengan:




Dengan kecepatan cahaya c = 300.000 km/detik, jika ada seorang penerbang yang dapat melaju dengan kecepatan tinggi sebesar 298.000 km/detik, maka 24 jam baginya akan tercatat oleh kita sebagai 1.000 tahun.

Inilah inti relativitas khusus yang dinyatkan oleh Einstein bahwa waktu akan berlalu lebih lambat pada orang yang mengendarai kendaraan dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Di dalam media tempat makhluk bumi melewatinya selama 100 hari, mungkin akan ia lewati selama 50 hari dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya.

Kecepatan diatas jelas berada diluar jangkauan manusia. Roket pesawat luar angkasa  saja hanya dapat mendorong pesawat itu dengan kelajuan sekitar 15 km/detik.

Di dalam kitab suci Umat Islam, terdapat ayat yang menyatakan bahwa malaikat melesat dalam satu hari lamanya sama denga 50.000 tahun hitungan hari manusia.

Mengenai perjalanan Isra dan Mi’raj, Almarhum Prof. Musthafa Maraghi Rektor Magnificus Univeritas Al-Azhar Mesir yang legendaris itu menyatakan bahwa: "Perjalanan di muka bumi (Isra’) dan perjalanan ke langit (Mi’raj), kedua-duannya terjadi dalam satu malam.".

Dimensi Tersembunyi dan Ruang Ekstra: Extra Dimensions & Hyperspace

Sejak Prof. Dr. Michio Kaku, Fisikawan Fenomenal keturunan Jepang membahas ruang hiper dalam bukunya, Hyperspace, tahun 1994, berbagai hasil penelitian antara tahun 2000 dan 2003 membahas lebih jauh berbagai unsur ruang hiper.

Alam Semesta Mungkin Terletak pada Membran

Alam semesta yang bisa kita lihat mungkin terletak pada sebuah membran atau selaput yang mengapung di dalam suatu ruang dimensional yang lebih tinggi. Dimensi-dimensi tambahan ini bisa menolong menyatukan forsa-forsa alam dan bisa berisi alam-alam semesta paralel.

Menurut definisi umumnya, membran adalah suatu lapisan lentur yang tipis, terutama dari jaringan kulit tanaman atau hewan. Dalam kaitan dengan lokasi alam semesta yang bisa dilihat, membran ini tampak seperti potongan keju yang punya ruang-waktu. Di dalam ruang-waktu membran inilah terletak alam semesta yang bisa kita lihat.

Alam semesta yang terletak pada membran dalam suatu kawasan berdimensi lebih tinggi boleh jadi adalah tempat kita tinggal.

Pikiran mendasar ini diuraikan dalam The Universes Unseen Dimensions (Scientific American August 2000 halaman 48-55) oleh Prof. Nima Arkani-Hamed, Prof. Savas Dimopoulos dan Prof. George Divali. Ketiga-tiganya mengembangkan teori tentang dimensi-dimensi tambahan ketika bekerja bersama-sama pada Universitas Stanford, AS, Februari 1998.

Prof. Arkani-Hamed Fisikawan keturunan Iran ini lahir di Houston (AS) tahun 1972 dan memperoleh gelar Doktor (Ph.D.) dalam ilmu fisika dari Universitas Kalifornia, Berkeley, tahun 1997. Dimopoulos asal Atena, Yunani, memperoleh gelar doktor dari Universitas Chicago (AS) dan menjadi profesor ilmu fisika pada Universitas Stanford sejak 1979.

Prof. Gia Divali berasal dari Georgia, suatu bekas republik Uni Soviet, dan memperoleh gelar doktor dalam ilmu fisika energi tinggi dan kosmologi dari Universitas Negeri Tbilisi, Georgia. Pada tahun 1998, dia menjadi asisten profesor ilmu fisika pada Universitas New York (AS).


Perjalanan Keluar Dimensi Ruang Waktu 

Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan seperti dengan pesawat terbang antarnegara dari Mekkah ke Palestina dan penerbangan antariksa dari Masjidil Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sidratul Muntaha.

Isra’ Mi’raj adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang waktu. Tentang caranya, iptek tidak dapat menjelaskan.

Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ruang waktu, dan bukan dalam keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian yang diceritakan dalam hadits shahih. Penjelasan perjalanan keluar dimensi ruang waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan menganggapnya sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.

Kita hidup di alam yang dibatas oleh dimensi ruang-waktu (tiga dimensi ruang –mudahnya kita sebut panjang, lebar, dan tinggi –, serta satu dimensi waktu ).

Sehingga kita selalu memikirkan soal jarak dan waktu. Dalam kisah Isra’ mi’raj, Rasulullah bersama Jibril dengan wahana “buraq” keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha.

Rasul bukan bermimpi karena dapat menjelaskan secara detil tentang masjid Aqsha dan tentang kafilah yang masih dalam perjalanan. Rasul juga keluar dari dimensi waktu sehingga dapat menembus masa lalu dengan menemui beberapa Nabi.

Di langit pertama (langit dunia) sampai langit tujuh berturut-turut bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi Isa dan Nabi Yahya, (3) Nabi Yusuf, (4) Nabi Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi Musa, dan (7) Nabi Ibrahim. Rasulullah SAW juga ditunjukkan surga dan neraka, suatu alam yang mungkin berada di masa depan, mungkin juga sudah ada masa sekarang sampai setelah kiamat nanti.

Sekadar analogi sederhana perjalanan keluar dimensi ruang waktu adalah seperti kita pergi ke alam lain yang dimensinya lebih besar. Sekadar ilustrasi, dimensi 1 adalah garis, dimensi 2 adalah bidang, dimensi 3 adalah ruang. Alam dua dimensi (bidang) dengan mudah menggambarkan alam satu dimensi (garis).

Demikian juga alam tiga dimensi (ruang) dengan mudah menggambarkan alam dua dimensi (bidang). Tetapi dimensi rendah tidak akan sempurna menggambarkan dimensi yang lebih tinggi. Kotak berdimensi tiga tidak tampak sempurna bila digambarkan di bidang yang berdimensi dua.

Sekarang bayangkan ada alam berdimensi dua (bidang) berbentuk U. Makhluk di alam “U” itu bila akan berjalan dari ujung satu ke ujung lainnya perlu menempuh jarak jauh. Kita yang berada di alam yang berdimensi lebih tinggi dengan mudah memindahkannya dari satu ujung ke ujung lainnya dengan mengangkat makhluk itu keluar dari dimensi dua, tanpa perlu berkeliling menyusuri lengkungan “U”.

Alam malaikat (juga jin) bisa jadi berdimensi lebih tinggi dari dimensi ruang waktu, sehingga bagi mereka tidak ada lagi masalah jarak dan waktu. Karena itu mereka bisa melihat kita, tetapi kita tidak bisa melihat mereka. Ibaratnya dimensi dua tidak dapat menggambarkan dimensi tiga, tetapi sebaliknya dimensi tiga mudah saja menggambarkan dimensi dua.

Bukankah isyarat di dalam Al-Quran dan Hadits juga menunjukkan hal itu. Malaikat dan jin tidak diberikan batas waktu umur, sehingga seolah tidak ada kematian bagi mereka. Mereka pun bisa berada di berbagai tempat karena tak dibatas oleh ruang. Rasulullah bersama jibril diajak ke dimensi malaikat, sehingga Rasulullah dapat melihat Jibril dalam bentuk aslinya (Baca QS 53:13-18).

Rasul pun dengan mudah pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, tanpa terikat ruang dan waktu. Langit dalam konteks istra’ mi’raj pun bukanlah langit fisik berupa planet atau bintang, tetapi suatu dimensi tinggi. Langit memang bermakna sesuatu di atas kita, dalam arti fisik maupun non-fisik.

Sains Terintegrasi dengan Aqidah dan Ibadah
 
Kita tidak boleh memutlakkan pendapat kita seolah tidak bisa berubah, termasuk untuk mencapai titik temu. Kriteria astronomis hisab rukyat juga bukan sesuatu yang mutlak, mestinya bisa kita kompromikan untuk mendapatkan kesepakatan ada ada ketentraman dalam beribadah shaum Ramadhan dan ibadah yang terkait dengan hari raya (zakat fitrah, shalat hari raya, Shaum di bulan Syawal,  shaum Arafah)

Isra’ mi’raj memberikan inspirasi mengintegrasikan sains dalam memperkuat aqidah dan menyempurnakan ibadah, selain mengingatkan pentingnya shalat lima waktu.

Wallohualambissawab.


Thanks To:

Prof. H. Thomas Djamaluddin, M.Sc., D.Sc.

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Anggota Tim Tafsir Kauni Kementerian Agama-LIPI.

Kak Handika Satrio Ramadhan, M.Sc., Ph.D.
[Fisikawan Teori dan Kosmolog, Dosen Fisika UI]

Kak Khalid Fatmawijaya, S.Si.
[Peneliti Muda di The Abdus Salam International Center for Theoretical Physics, Italia]

Kak Iqbal Robiyana, S.Pd.
[Mahasiwa S2 Fisika UI]

Semoga Bermanfaat

Insha Allah.

MMCS: Multi-Mission Combat Ship

Presiden berada di ruang kendali operasional KRI Makassar, salah satu kapal perang terbaru RI 
yang aktif sejak 2007


Lockheed Martin’s Multi-mission Combat Ship (MCS) is a highly maneuverable, multi-role combatant with shallow draft, automation, flexible crew size, and leading edge / open technology to integrate systems, sensors, and weapons capabilities.





Built on Lockheed Martin’s expertise with the US Navy’s littoral shipbuilding program, MCS is a next generation surface combatant that delivers maximum firepower tailored to partner navies’ requirements.  There is current interest in hull lengths from 85 meters to 118 meters; the hull is proved from 67 meters to 150 meters at various displacements.



MCS’ reconfigurable hull design and open integration, multi-mission capability enables the simultaneous conduct anti-air, mine countermeasures, anti-surface, anti-submarine, and electronic warfare tasks.  Its large aviation flight deck and hangar for manned and unmanned platforms supports dual air vehicle operations. MCS’ versatile stern ramp, launch and recovery system, and flexible / modular capacity support maritime security, unmanned systems, and special operations missions.   

With proven combat management system lineage and prioritization of command and control features for smaller crews, Lockheed Martin’s MCS has the interoperability necessary for today’s joint and allied naval force maneuvers. 


Multi-Mission Capability

Example: MCS Configuration

• Anti-Air Warfare
• Anti-Submarine Warfare
• Mine Warfare
• Anti-Surface Warfare
• Electronic Warfare
• Special Operations


PT. PAL Indonesia harus segera menyerap IPTEKS Canggih dari kapal-kapal laut yang hebat ini dengan cara meneliti, membongkar dan menginovasinya.

Sources:

Lockheed Martin

TNI AL Indonesia