Monday 29 July 2013

Berkah Ramadhan: Ocean Paradigm Study Group

OPSG 


Empowerment studies related with oceanic resources, in general we study Indonesia natural resources empowerment.

Allhamdulilah penulis dapat bergabung dalam sebuah Komunitas Ilmiah yang didirikan oleh Bpk. Dr. Miftachul Hadi, M.Sc. Ocean Paradigm Study Group. Ia adalah peneliti LIPI dan Ketua Persatuan Pelajar Indonesia di Brunei Darussalam.

Potensi Raksasa Benua Maritim Indonesia

Peneliti Senior Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Prof. Dr. Ir. H. Rokhmin Dahuri, MS. menyatakan bahwa total seluruh potensi 11 sektor ekonomi kelautan Indonesia adalah 11,2 triliun dolar AS. [Rp. 1.120.000.000.000.000.000./Satu Juta Seratus Dua Puluh Ribu Trilyun Rupiah] ini berarti hampir menyamai PDB Negeri Super Power Amerika Serikat yang sebesar US$ 14 Triliun. Hanya dengan potensi kelautan, Nusantara dapat menyalip kekuatan ekonomi USA dan China.

Allah Maha Besar.

Namun kontribusinya baru 22 persen karena kebijakan pemerintah bukan berdasarkan kelautan (ocean based).

Berkah Ekonomi Kelautan

Sedikitnya ada 11 sektor ekonomi kelautan yang dapat dikembangkan:

(1) Perikanan tangkap,
(2) Perikanan budidaya,
(3) Industri pengolahan hasil perikanan,
(4) Industri bioteknologi kelautan,
(5) Pertambangan dan energi,
(6) Pariwisata bahari,
(7) Kehutanan daerah Pantai,
(8) Perhubungan laut,
(9) Sumberdaya pulau-pulau kecil,
(10) Industri dan jasa maritim, dan
(11) SDA non-konvensional.

Prof. Rokhmin menjelaskan, potensi ekonomi kelautan Indonesia besar sekali, bukan hanya perikanan, tambak, dan budidaya tetapi juga ada industri bioteknologi kelautan, pertambangan mineral lepas pantai, sumber energi bersih dll. Menurutnya, potensi dari 11 sektor ekonomi kelautan minimal sebanyak 1,2 triliun dolar AS. per tahun “Artinya ini kan lebih besar dibandingkan produk domestik bruto (PDB) kita,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela diskusi 'Membangun Ekonomi Kelautan' di Jakarta, Rabu (24/7/2013) malam.

Selain itu, kata Prof. Rokhmin, jika potensi ekonomi kelautan Indonesia kalau bisa dimanfaatkan secara maksimal maka bisa membiayai pengeluaran negara sekaligus menciptakan sedikitnya 40 juta tenaga kerja. 

Dia menerangkan, wilayah darat yang dimiliki Indonesia hanya seperempat bagian, dan sisanya adalah lautan.

Jadi secara geoekonomi maupun geopolitik, Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia seharusnya melakukan pembangunan berdasarkan kelautan dan pulau-pulau kecil (ocean based). 

Namun faktanya, nilai kontribusi 11 sektor ekonomi kelautan itu baru sebanyak 22 persen terhadap PDB maupun kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan.

Menurutnya, banyak pakar ekonomi yang menduga bahwa salah satu yang muncul inefisiensi atau lemahnya daya saing bangsa Indonesia itu karena Indonesia mengingkari fitrah atau jati diri sebagai bangsa kelautan.  


5 F = Food, Fuel, Fluids & Fibers for Fortune


"TATA RUANG KELAUTAN"

Food, Fuel, Fluids and Fibers for Fortune.

Intisari:

(1) Indonesia terletak diantara "dua samudera besar dunia", berikut arus lautnya (temperatur, salinitas, ikan dst).

(2) Alfafa, sumber nutrisi bergizi bagi ternak, pengikat nitrogen.

(3) Perlunya membentuk "hub" pelabuhan penghubung/transit untuk menjembatani transportasi nasional.

(4) Indonesia (2010, 2011) sebenarnya surplus beras dan jagung, problem transportasi.

(5) Indonesia memiliki banyak teluk-teluk unik yang cocok untuk budidaya kelautan.

(6) Hanya Indonesia yang dilalui "arus laut besar dunia" (warm, less salinity, dst): sumber energi hidrokinetik yang melimpah, budidaya algae (syarat hidup optimum algae a.l. suhu hangat).

(7) Selat Malaka sebagai urat nadi lalu lintas perekonomian dunia, Indonesia belum membangun/inves infrastruktur pelabuhan kapal. Singapura menarik keuntungan besar dari port-nya.

(8) Bangsa Indonesia harus memiliki karakter yang kuat, harus percaya diri.

Bersama Para Sahabat Forsalim di Tempat Penangkaran Biota Laut


"Indonesia sejatinya adalah surga dunia, persiapkan kekuatan untuk membangun Indonesia!"

Salam Indonesia!

Menggagas Indonesian Cyber Defense Force

M: "Quoting Tennyson's poem Ulysses: Though much is taken, much abides, and though we are not now that strength which in old days, moved earth and heaven; that which we are, we are; One equal temper of heroic hearts, made weak by time and fate, but strong in will to strive, to seek, to find, and not to yield."
*Skyfall*


Rektor Universitas Pertahanan Indonesia (UPI), Letnan Jenderal Subekti, mengatakan, saat ini potensi ancaman perang dari luar negeri sudah banyak bergeser. 

Dia meyakini ancaman perang sudah sangat kecil kemungkinannya."Ancaman perang beralih secara non-fisik atau disebut perang cyber, ini tren baru," kata Subekti di kampus Unhan, Jalan Kenari, Jakarta Pusat. 

Negara-negara kuat, dia melanjutkan, sudah tidak perlu repot-repot mengerahkan kekuatan militer penuh untuk menghancurkan negara musuh. Cukup menggunakan smart power untuk menyerang sendi-sendi vital negara musuh, seperti ideologi hingga sosial budaya. "Cara menyerang bisa melalui media sosial, Internet, atau teknologi informasi lain," kata dia. 

Subekti mengklaim, saat ini Indonesia sudah siap menghadapi ancaman perang cyber. Salah satu bukti, Kementerian Pertahanan sudah punya badan anti-perang cyber untuk melindungi data-data strategis. 

Pemerintah juga sudah punya skema perlindungan ideologi dan sosial budaya dari ancaman laten perang cyber negara lain. "Kami juga segera punya badan nasional perang cyber untuk semakin memperkuat diri." Mantan Pangdam VI/Mulawarman ini menambahkan, Indonesia sudah beberapa kali mendapat ancaman perang cyber. 

Sebagai contoh, ada upaya pembelokan ideologi negara, provokasi konflik sosial budaya masyarakat Indonesia, hingga masuknya berita, foto, dan konten porno yang mengancam moral bangsa. Namun, saat disinggung asal-muasal negara pengirim serangan non-fisik ini, Subekti bungkam.



Metode Serangan Cyber:
Bacaan Lebih Lanjut:
INDONESIA CYBER ARMY: ICA
  "4 P’s of  Prevent, Pursue, Protect and Prepare.”
*Prof. Juwono Sudarsono, M.A., Ph.D. Former Ministry of Defense and Founder Universitas Pertahanan Indonesia*

Resep Membuat Gedung Tertinggi di Dunia

BIG BIGGER BIGGEST: Skyscraper





The world's tallest man-made structure is the 829.8 m (2,722 ft) tall Burj Khalifa in Dubai, United Arab Emirates. The building gained the official title of "Tallest Building in the World" at its opening on January 4, 2010.

The Council on Tall Buildings and Urban Habitat, an organization that certifies buildings as the "World’s Tallest", recognizes a building only if at least fifty percent of its height is made up of floor plates containing habitable floor area. Structures that do not meet this criterion, such as the CN Tower, are defined as "towers".

There are dozens of radio and television broadcasting towers which measure over 600 metres (about 2,000 ft) in height, and only the tallest are recorded in publicly available information sources.
Salah Satu Adegan Film Ghost Protocol di Gedung Burj Dubai

Sumber: 

Wikipedia
Big Bigger Biggest
Ghost Protocol