Wednesday, 2 January 2013

Prof. Tomonaga: Peraih Nobel Fisika yang Pantang Menyerah

Sin-Itiro Tomonaga (朝永 振一郎)
Born March 31, 1906
Tokyo, Japan
Died July 8, 1979 (aged 73)
Tokyo, Japan
Fields Theoretical physics
Institutions Institute for Advanced Study
Tokyo University of Education/
University of Tsukuba
Alma mater Kyoto Imperial University
Known for Quantum electrodynamics
Notable awards Nobel Prize in Physics (1965)
Asahi Prize (1946)


Sin-Itiro Tomonaga, peraih Nobel fisika tahun 1965 tampaknya memang sudah ditakdirkan untuk menjadi seorang tokoh ilmuwan terpandang. Ia memperoleh bakat ilmiahnya dari sang ayah Sanjuro Tomonaga yang merupakan profesor filsafat terkenal di Kyoto Imperial University. Pria kelahiran Tokyo, Jepang pada 31 Maret 1906 sebagai anak tertua ini memperoleh pendidikan berkualitas sejak masa kanak-kanak.

Ia pun lulus dari the Third Higher School, Kyoto, sebuah sekolah terkenal yang telah melahirkan banyak tokoh ilmuwan maupun pemimpin bangsa di Jepang. Meskipun demikian tentu saja ketokohannya itu tidak ia peroleh secara cuma-cuma dari langit. Tomonaga oleh para koleganya dikenal sebagai pribadi yang selain berbakat di bidangnya, juga penuh dedikasi dan pekerja keras yang pantang menyerah. 

Tomonaga menyelesaikan Rigakushi (sebutan untuk gelar sarjana Jepang) dalam bidang fisika di Kyoto Imperial University pada 1929. Setelah itu ia terlibat dalam proyek riset selama 3 tahun di universitas yang sama dan kemudian ditunjuk sebagai asisten riset oleh Dr. Yoshio Nishina, seorang fisikawan terkenal di institut riset fisika dan kimia, Tokyo. Di sana ia memulai penelitiannya mengembangkan teori fisika kuantum elektrodinamika di bawah bimbingan Dr. Nishina. 

Hasil riset yang kemudian dipublikasikannya dengan judul photoelectric pair creation tercatat sebagai sebuah karya penting dan terkenal pada masa itu. Pada 1937, Tomonaga meninggalkan Jepang menuju Leipzig, Jerman untuk mempelajari fisika nuklir dan teori medan kuantum. Ia bekerja sama dengan tim teoritis Dr. W. Heisenberg (fisikawan terkenal, penemu teori Kuantum) dalam riset itu. Hasilnya kelak ia tuangkan dalam tesisnya untuk mendapatkan gelar Rigakuhakushi (setara dengan Doktor) dari Universitas Tokyo, Desember 1939. 

Setahun berselang Tomonaga memusatkan perhatian pada teori meson dan mengembangkan teori tentang struktur awan meson di sekitar nukleon. Ia bergabung dengan Universitas Bunrika (yang kemudian beralih menjadi universitas pendidikan Tokyo) sebagai profesor fisika pada 1941. Tahun 1942 ia pertama kali mengajukan formulasi kovarian relativistik dari pengembangan teori medan kuantum. 

Ketika negerinya terlibat perang, Tomonaga tidak menghentikan risetnya sekalipun dalam keadaan terisolasi. Ia pantang menyerah pada situasi apapun juga. Saat itu di tengah berbagai keterbatasan ia tetap mampu mempublikasikan kertas kerja penting di bidang kuantum elektrodinamika. 

Ia berhasil memecahkan persoalan gerak elektron dalam magnetron dan juga mengembangkan teori terpadu tentang sistem yang terdiri dari resonator pandu gelombang (wave guides resonators) dan resonator rongga (cavity resonators). Setelah perang usai, pada 1949, ia diundang bergabung dengan The Institute for Advanced Study, Princeton, gudangnya para fisikawan dunia. 

Di sana ia menjadi orang pertama yang menjelaskan osilasi kolektif dari suatu sistem kompleks mekanika kuantum. Hasil risetnya ini menjadi pembuka bagi berkembangnya bidang baru dalam fisika kuantum: modern many-body problem. Tahun 1955, ia pun mempublikasikan teori dasar mekanika kuantum untuk gerak kolektif. 

Berkat risetnya yang berkesinambungan sehingga mampu menghasilkan kontribusi penting di bidang kuantum elektrodinamika yang disadari sangat mempengaruhi perkembangan fisika partikel elementer, Tomonaga dianugerahi Nobel Fisika 1965 bersama dengan Julian Schwinger dan Richard Feynman. Selain Nobel, Tomonaga banyak memperoleh penghargaan bergengsi lainnya seperti: The Japan Academy Prize (1948); dan The Lomonosov Medal, U.S.S.R. (1964). 

Perhargaan-penghargaan ini diperolehnya berkat berbagai karyanya dalam bidang kuantum elektrodinamika, teori meson, fisika nuklir, sinar kosmis dan banyak topik lainnya yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah.. Bukunya “Mekanika kuantum” yang dipublikasikan tahun 1949 sangat terkenal dan diterjemahkan dalam bahasa inggris tahun 1963. 

Walaupun sangat sibuk, Tomonaga tidak lupa memperhatikan perkembangan pendidikan dan riset untuk orang-orang Jepang. Tahun 1956 sampai 1962 ia mengembangkan Universitas Pendidikan Tokyo, ia juga mendirikan Institute for Nuclear Study, di Universitas Tokyo, tahun 1955 dan memimpin The Science Council, Jepang serta menjadi direktur The Institute for Optical Research, Universitas Pendidikan Tokyo. 

Dia juga memegang posisi-posisi penting di berbagai departemen untuk komisi di bidang sains dan riset dan sebagai pembuat kebijakan. Tahun 1979 Tomonaga meninggalkan seorang istri, dua anak laki-laki dan satu anak perempuan. Anak perempuannya menikah dengan seorang profesor fisika dari Rochester University, Amerika Serikat.



Research works:

Prof. Dr. Tomonaga contributed to a broad range of theoretical physics, but his main works can be classified into the following four:

1) The super-many-time theory and renormalization theory Quantum field theory, which explains the behavior of elementary particles, had a flaw that the relation of this theory with the theory of relativity was not entireily clear. Dr. Tomonaga overcame this difficulty by introducing the super-many-time theory based on the idea that each point of space has its own specific time.

Furthermore, the field theory of the electron and electro-magnetic fields, quantum electrodynamics, had an inherent contradiction that all calculated physical quantities became infinite. However, the super-many-time theory showed that each infinite term could be regarded as a correction to the mass and charge of electrons. By renormalizing these infinities into the mass and charge of the electron, all physical quantities become finite, and thus the theory can explain experiments well. This is the renormalization theory of Dr. Tomonaga.

2) The theory of collective motions: Macroscopic matter contains approximately 10^22 atoms (??) per 1 cm^3, and these atoms exhibit not only random but also organized motion as a whole. These are called collective motions of many-body systems (e.g., acoustic waves in matter). Dr. Tomonaga established a general method for dealing with many-body systems which can separate collective motions from random motions of atoms. This method is currently applied in many areas of theoretical physics.

3) The mesonic theory: According to the meson theory of Dr. H. Yukawa, nucleons (protons and neutrons) in the atomic nuclei interact with a strong force called the nuclear force via mesons. Dr. Tomonaga clarified the physical meaning of the meson theory by analyzing the mathematical structures of the theory, such as problems concerning the "field reaction" which mesons give to nucleons, and the method of intermediate coupling for less strong mutual interactions.

4) Magnetron and stereo-circuits: The theoretical work on the oscillation mechanism of the magnetron is very famous as an applied physics work done during the war. In particular, the theory of microwave stereo-circuits, which was constructed by analogy with an atomic nucleus reaction theory, put vitality into this then-stagnant field of electronics. 


Nobel Lecture:

Nobel Lecture, May 6, 1966


Development of Quantum Electrodynamics

 

Personal recollections

 

(1) In 1932, when I started my research career as an assistant to Nishina, Dirac published a paper in the Proceedings of the Royal Society, London1. In this paper, he discussed the formulation of relativistic quantum mechanics, especially that of electrons interacting with the electromagnetic field. At that time a comprehensive theory of this interaction had been formally completed by Heisenberg and Pauli2, but Dirac was not satisfied with this theory and tried to construct a new theory from a different point of view.

Heisenberg and Pauli regarded the (electromagnetic) field itself as a dynamical system amenable to the Hamiltonian treatment; its interaction with particles could be described by an interaction energy, so that the usual method of Hamiltonian quantum mechanics could be applied. On the other hand, Dirac thought that the field and the particles should play essentially different roles. That is to say, according to him, "the role of the field is to provide a means for making observations of a system of particles" and therefore "we cannot suppose the field to be a dynamical system on the same footing as the particles and thus be something to be observed in the same way as the particles".More Nobel Lecture

No comments: