Sunday 14 April 2013

Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nano Terapan

"Pekerjaan dan Usaha Sekecil apa pun akan membesarkan kehidupan kita, jika kita melakukannya dengan penuh cinta kasih serta kesungguhan besar." 
~Petuah Bijak~



Iptek Nano Terapan: Konversi Dari Hasil Penelitian Menjadi Produk

Teknologi nano, yakni teknik terbaru dengan material berukuran nanometer atau sepersemilyar meter kini mulai menyerbu pasar. 

Dalam teknologi terapan dan juga di bidang kedokteran, dengan bantuan teknologi nano, terbuka cakrawala baru yang cukup cerah. Akan tetapi, selain keunggulan-nya kini juga dipertanyakan ancaman bahaya teknologi nano tersebut.

Dengan teknologi nano, dewasa ini dapat dibuat berbagai material yang samasekali baru. Misalnya perekat yang bisa menempel layaknya kaki tokek. Atau sebaliknya, lapisan yang bersifat seperti daun keladi, yang bahkan dapat mencegah menempelnya madu. Juga lensa kacamata yang tidak bisa kotor atau bisa menepis menempelnya uap air. 

Sementara di bidang kedokteran, teknologi nano menjanjikan sejumlah kemungkinan terapi baru. Disamping berbagai keunggulan-nya  para pakar teknologi kini juga mempertanyakan dampak sampingan berbahaya dari teknologi nano.


Indonesia Potensial Jadi Pemasok Material Nano

“Sekarang ini dunia sedang mengarah pada revolusi nanoteknologi di mana dalam periode 2010 sampai 2020 akan tejadi percepatan luar biasa dalam penerapan nanoteknologi di dunia industri,” kata Pakar Nanoteknologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Nurul Taufiqu Rochman M. Eng.


Nurul menyebutkan ada tiga isu penting dalam pengembangan nanomaterial yakni bagaimana membuat partikel berukuran nano sebagai bahan baku produk nano, bagaimana mengkarakterisasi partikel nano yang telah dibuat dan bagaimana menyusun partikel nano menjadi produk akhir yang diinginkan.

ia mengatakan, nanoteknologi berkaitan dengan bagaimana mengatur material, sruktur dan fungsi zat pada skala nano (satu nano meter (nm) sama dengan satu meter dibagi satu milyar) sehingga menghasilkan fungsi materi baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Sedangkan nanomaterial merupakan landasan utama dalam rantai pengembangan produk nano yang kebutuhannya di pasar global meningkat drastis, kata Ketua Masyarakat Nanoteknologi Indonesia itu.

Dalam pembuatan material nano ada dua proses pendekatan yang perlu dilakukan Indonesia yaitu top-down di mana material misalnya pasir besi dihaluskan sedemikian rupa sampai menjadi seukuran nano meter (sebagai perbandingan, besar atom sama dengan 1 nm).

Partikel baru yang sangat halus itu akan mempunyai sifat-sifat dan performan yang jauh lebih baik dan berbeda dengan material aslinya, misalnya teknik pembuatan peralatan elektronik dari semikonduktor silikon yang dibentuk sesuai pola tertentu.

“Dengan pendekatan ini misalnya dapat dibuat IC berukuran 1 Cm^2 berisikan bermilyar-milyar transistor untuk komponen hardisk berkapasitas penyimpanan terabyte, atau nano baja berstruktur sangat halus mencapai puluhan nm dengan kekuatan dan umur dua kali lipat,” kata Nurul.

Berhubung Indonesia sangat kaya dengan berbagai material, teknologi penghalusan materi menjadi seukuran nano ini harus dikuasai, ia mencontohkan pasir besi yang harganya hanya Rp.250 per kg akan melonjak menjadi Rp. 1 juta per kg jika dijual dalam ukuran nano.

“Harganya jadi 4.000 kali lipat. Itulah mengapa teknologi dan industri pembuatan material nano ini harus dikuasai karena memiliki nilai tambah sangat besar. Indonesia harus menjadi salah satu pemasok terbesar material nano di pasar global,” katanya.

Teknologi ini, ujarnya, saat ini sedang dikembangkan di LIPI, dengan menggunakan sumber-sumber mineral pasir besi yang diseparasi menjadi silika dan alumina yang ketika di-nano-kan dapat diaplikasikan menjadi beton berkekuatan tinggi, menjadi bahan sensor, membran dan lain-lain, sementara yang telah dipurifikasi menghasilkan oksida besi untuk toner printer.

Pendekatan kedua yang juga harus dikuasai adalah bottom-up yakni dengan menyusun atom demi atom atau molekul menjadi bahan yang memenuhi suatu fungsi tertentu yang diinginkan seperti misalnya menyusun atom grafit menjadi intan, ujarnya.




Sumber:

Jeremy J. Ramsden, Ph.D. is Professor of Nanotechnology, Advanced Materials, at Cranfield University, UK. He founded the MEMOCS research consortium uniting a dozen European academic research groups and industrial firms working in the field of integrated-optical membrane-based sensors for medical and environmental applications. He is currently Editor-in-Chief of the Journal of Biological Physics and Chemistry (JBPC) and of Nanotechnology Perceptions.

He studied Natural Sciences at Cambridge University, and earned his Ph.D. from the Institute of Chemical Physics, Swiss Federal Institute of Technology, Lausanne for work on the electronic properties of small semiconductor aggregates. He completed his postdoctoral studies in spectroscopic investigations of protein dynamics at Princeton University, and at the Biocentre of the Hungarian Academy of Sciences in Szeged.

Arip Nurahman Notes
http://nanotech.co.id/
http://masyarakatipteksindonesia.blogspot.com/2010/04/pendidikan-nanoteknologi_4554.html
http://situs.opi.lipi.go.id/mni/

Semoga Bermanfaat

No comments: