Intro:
A nuclear weapon is an explosive device that derives its destructive force from nuclear reactions, either fission or a combination of fission and fusion. Both reactions release vast quantities of energy from relatively small amounts of matter. The first fission ("atomic") bomb test released the same amount of energy as approximately 20,000 tons of TNT. The first thermonuclear ("hydrogen") bomb test released the same amount of energy as approximately 10,000,000 tons of TNT.
Waspada Perang Nuklir
Korea Utara secara dramatis semakin memanaskan situasi di Semenanjung Korea. Pada Kamis (4/4/2013), Pemerintah Korea Utara mengatakan telah menyetujui serangan nuklir ke Amerika Serikat.
"Saat-saat ledakan terjadi semakin dekat," demikian pernyataan militer Korea Utara seraya mengingatkan perang dapat pecah "hari ini atau esok".
Ancaman baru Korea Utara ini muncul tak lama setelah kabar Amerika Serikat menyiagakan pertahanan misilnya di Guam dan mengerahkan dua kapal perusak ke perairan Korea Selatan.
Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan kantor berita KCNA, para jenderal Tentara Rakyat Korea memperingatkan Washington DC atas ancaman ini.
"Amerika Serikat akan dihantam misil berhulu ledak nuklir yang berukuran kecil, ringan, dan sudah direkayasa," demikian KCNA.
"Operasi militer tanpa ampun yang akan dilakukan angkatan bersenjata kami yang sangat revolusioner akhirnya dievaluasi dan diratifikasi," demikian pernyataan Korea Utara.
Bulan lalu, Korea Utara mengancam akan melakukan serangan nuklir ke Amerika Serikat, dan pekan lalu panglima Angkatan Darat Korea Utara memerintahkan semua roket strategis dalam keadaan siaga tempur.
Menurut Pakar militer Russia, uji nuklir yang di lakukan oleh Korea Utara berkekuatan sekitar 20 kilo ton.
Satu kilo ton setara dengan 1000 ton bahan peledak TNT [Tri Nitro Toluena/trinitrotoluene], 1000 ton TNT setara dengan kekuatan bom atom yang dijatuhkan Tentara Sekutu di Nagasaki, Jepang pada akhir Perang Dunia II Agustus 1945.
Ini berarti, bom nuklir yang diuji Korea Utara memiliki kekuatan sebesar 20 kali bom atom yang di jatuhkan di Nagasaki.
Cara Mendeteksi Uji Senjata Nuklir
Sebuah gempa bumi meletup dengan episentrum di Pegunungan Sungjibaegam, 5 km sebelah barat kamp kerja paksa Hwasong atau sekitar 300 km sebelah timur laut kota Pyongyang (Korea Utara) pada Selasa pagi 12 Februari 2013 pukul 09:58 WIB lalu.
Seperti hari kerja biasanya, USGS dan lembaga-lembaga geologi-geofisika global lainnya pun merekam gempa ini lewat jaringan seismogram yang bertebaran pada berbagai penjuru, khususnya di kawasan tepian Samudera Pasifik bagian utara.
USGS National Earthquake Information Center awalnya melansir gempa tersebut memiliki magnitudo (mb) 4,9 skala Richter namun belakangan direvisi kembali menjadi 5,1 skala Richter. Sekilas gempa tersebut tergolong wajar, di segenap penjuru Bumi setiap harinya rata-rata terdapat 4 kejadian gempa berskala 5 skala Richter.
Energi
Seberapa besar energi ujicoba senjata nuklir Korea Utara kali ini?
Seperti halnya semua ujicoba senjata nuklir pada matra lainnya, ujicoba bawah tanah dalam pun tak dapat dirahasiakan dari mata dunia.
Ujicoba ini melepaskan energi sangat besar dan sebagian diantaranya bakal terkonversi menjadi gelombang seismik yang dapat kita rasakan sebagai gempa bumi.
Namun gempa bumi yang dilepaskan ledakan nuklir bawah tanah memiliki pola gelombang seismik yang sangat berbeda dibanding gempa bumi tektonik maupun vulkanik.
Gelombang seismik produk ledakan selalu bersifat dilasional, dimana amplitudo terbesarnya terjadi di detik awal. Sementara gelombang seismik dari gempa bumi tektonik maupun vulkanik bersifat deviatoris, dimana amplitudo terbesarnya terjadi di tengah-tengah durasi gempanya.
Gelombang dilasional hanya akan terjadi jika di dalam tanah (umumnya pada kedalaman sangat dangkal) mendadak terbentuk rongga besar yang kemudian runtuh.
Ledakan nuklir bawah tanah berkemampuan membentuk rongga besar semacam itu dalam sekejap, seiring tingginya panas yang dilepaskannya sehingga menyebabkan batuan di seputar titik ledak meleleh, sementara yang berjarak lebih jauh bakal hancur maupun retak-retak.
Sebagai gambaran, peledakan bom nuklir berkekuatan 20 kiloton TNT di bawah tanah dalam bakal membentuk rongga seukuran 60 meter yang berisikan lelehan batuan, diselubungi oleh kawasan hancuran batuan bergaris tengah 200 meter dan di lapisan terluar terdapat kawasan batuan yang retak-retak dengan dimensi 650 meter.
Pelelehan, penghancuran dan peretakan batuan bakal menyebabkan daya dukungnya hilang sehingga tak sanggup lagi menopang beban berat batuan-batuan lain diatasnya. Sehingga kolom batuan di atas titik ledak pun ambles yang diiringi pembentukan gelombang seismik.
Amblesan ini bakal kasat mata di permukaan tanah dalam rupa terbentuknya kawah amblesan (subsidens) yang dikelilingi jalinan retakan tanah. Seperti halnya gelombang seismik lainnya, gelombang produk ledakan nuklir bawah tanah dapat ditentukan magnitudonya.
Dan dari magnitudo ini dapat ditentukan energi atau kekuatan atau daya ledak bom nuklir yang diujicoba, yang dinyatakan dalam persamaan umum berikut :
Seperti halnya semua ujicoba senjata nuklir pada matra lainnya, ujicoba bawah tanah dalam pun tak dapat dirahasiakan dari mata dunia.
Ujicoba ini melepaskan energi sangat besar dan sebagian diantaranya bakal terkonversi menjadi gelombang seismik yang dapat kita rasakan sebagai gempa bumi.
Namun gempa bumi yang dilepaskan ledakan nuklir bawah tanah memiliki pola gelombang seismik yang sangat berbeda dibanding gempa bumi tektonik maupun vulkanik.
Gelombang seismik produk ledakan selalu bersifat dilasional, dimana amplitudo terbesarnya terjadi di detik awal. Sementara gelombang seismik dari gempa bumi tektonik maupun vulkanik bersifat deviatoris, dimana amplitudo terbesarnya terjadi di tengah-tengah durasi gempanya.
Gelombang dilasional hanya akan terjadi jika di dalam tanah (umumnya pada kedalaman sangat dangkal) mendadak terbentuk rongga besar yang kemudian runtuh.
Ledakan nuklir bawah tanah berkemampuan membentuk rongga besar semacam itu dalam sekejap, seiring tingginya panas yang dilepaskannya sehingga menyebabkan batuan di seputar titik ledak meleleh, sementara yang berjarak lebih jauh bakal hancur maupun retak-retak.
Sebagai gambaran, peledakan bom nuklir berkekuatan 20 kiloton TNT di bawah tanah dalam bakal membentuk rongga seukuran 60 meter yang berisikan lelehan batuan, diselubungi oleh kawasan hancuran batuan bergaris tengah 200 meter dan di lapisan terluar terdapat kawasan batuan yang retak-retak dengan dimensi 650 meter.
Pelelehan, penghancuran dan peretakan batuan bakal menyebabkan daya dukungnya hilang sehingga tak sanggup lagi menopang beban berat batuan-batuan lain diatasnya. Sehingga kolom batuan di atas titik ledak pun ambles yang diiringi pembentukan gelombang seismik.
Amblesan ini bakal kasat mata di permukaan tanah dalam rupa terbentuknya kawah amblesan (subsidens) yang dikelilingi jalinan retakan tanah. Seperti halnya gelombang seismik lainnya, gelombang produk ledakan nuklir bawah tanah dapat ditentukan magnitudonya.
Dan dari magnitudo ini dapat ditentukan energi atau kekuatan atau daya ledak bom nuklir yang diujicoba, yang dinyatakan dalam persamaan umum berikut :
Konstanta a umumnya berharga 0,75 sementara konstanta C adalah konstanta empirik yang sangat bergantung pada karakteristik geologi lokasi ujicoba nuklir, namun umumnya berharga antara 3,9 hingga 4,5.
Dengan mengacu pada ujicoba nuklir 2006 dan 2009 Korea Utara, maka nilai C bagi Pegunungan Sungjibaegam adalah antara 4,17 hingga 4,23.
Maka pada mb = 5,1 diperoleh energi ujicoba nuklir Korea Utara kali ini sebesar 14 hingga 17 kiloton TNT.
Dengan demikian energinya hampir menyamai bom nuklir Hiroshima sekaligus merupakan peningkatan dari ujicoba sebelumnya yang hanya berkekuatan 0,8 kiloton TNT (2006) dan 2,8 kiloton TNT (2009).
Peningkatan ini hanya berarti satu hal, Korea Utara berhasil meningkatkan kemampuannya sehingga mampu membuat senjata nuklir yang lebih baik dibanding dua kesempatan sebelumnya, meskipun, negeri itu baru kehilangan pemimpin besarnya dan terus menerus didera kemiskinan dan kelaparan berat serta dihimpit kekuatan-kekuatan regional dan global yang tak bersahabat dengannya.
Bagi Korea Utara, ujicoba nuklir 2013 ini menaikkan posisi tawarnya, sebab dengan biaya 'murah' kini mereka mampu menempatkan diri sejajar dengan negara-negara berkekuatan nuklir lainnya.
Jika perkembangan ini terus berlanjut, bukan tak mungkin dalam tempo beberapa tahun lagi Korea Utara mampu meledakkan senjata nuklir terbaru yang tidak hanya berbasis reaksi pembelahan nuklir (fisi) semata, namun juga mengombinasikannya dengan reaksi penggabungan nuklir (fusi).
Langkah ini hanya akan berujung pada pembuatan bom Hidrogen yang berkemampuan lebih dahsyat.
Lihat Juga:
Aftermath:
More technical details
- Effects of nuclear explosions
- Intercontinental ballistic missile
- Neutron bomb
- Nuclear bombs and health
- Nuclear weapon yield
Sumber:
1. Bapak Ma'rufin Sudibyo, S.T.
2. Kompas Internasional
3. Wikipedia
Ucapan Terima Kasih Kepada:
Kak Rezy Pradipta, Ph.D.
(Alumni Tim Olimpiade Fisika Indonesia, Belajar di Department of Nuclear Engineering at MIT)
Dr. Mohamed Mustafa ElBaradei, J.S.D. (Former Director General of IAEA)
Prof. Mujid S. Kazimi, Ph.D. (Director, Center for Advanced Nuclear Energy Systems MIT)
Prof. Djarot Sulistio Wisnubroto, M.Sc., D.Sc. (Presiden BATAN)
Kak Iqbal Robiyana, S.Pd. (Founder Center for Nuclear Education at Indonesia University of Education)
Teh Nina Widiawati, S.Pd. (Mahasiswa S2 Bidang Peminatan Fisika Nuklir)
Teh Fitria Miftasani, S.Pd.(Mahasiswa S2 Bidang Peminatan Fisika Nuklir)
Dr. Petros Aslanyan, M.Sc. (Joint Institute for Nuclear Research, Rusia & Yerevan State University)
Semangat Semoga Bermanfaat
No comments:
Post a Comment