Wednesday 19 December 2012

Mengembangkan Pendidikan MIPA dengan Peralatan Sederhana


"Genius adalah 99% Kerja Keras" 
~Almarhum Thomas Alva Edison~

Apakah anak-anak Indonesia tertinggal kecerdasannya dibandingkan dengan anak-anak bangsa-bangsa maju di dunia?
Jawabannya adalah, tidak. Sama sekali tidak.
Anak-anak Indonesia lebih unggul, lebih cerdas, lebih genius dibanding anak-anak dari bangsa-bangsa lainnya, termasuk dari bangsa-bangsa maju!

Banyak juga anak-anak genius Indonesia justru datang dari daerah yang seringkali kita anggap sebagai daerah tertinggal, misalnya Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara dsb. Ternyata dalam melahirkan manusia-manusia genius, mereka sama sekali tidak tertinggal.

Bahkan disana banyak anak-anak yang kecerdasannya tidak akan tertandingi oleh kebanyakan anak-anak paling cerdas di daerah-daerah lainnya.

Sebetulnya ada suka duka bagi anak-anak yang genius di Indonesia, mereka sebetulnya perlu pendidikan khusus tapi sayang sarana masih terbatas. Sekolah untuk anak supernormal sampai saat ini belum dapat diselenggarakan di Indonesia, walaupun disadari urgensinya. Upaya ke arah terwujudnya sekolah tersebut telah lama dirintis dengan berbagai kegiatan yang akan menunjang keberhasilan jenis sekolah untuk anak supernormal di masa yang akan datang.

Butuh Layanan Khusus, menurut data, baru 9.551 siswa cerdas dan berbakat istimewa mendapat layanan khusus di sekolah. Diperkirakan ada 2,2 persen anak usia sekolah atau sekitar 1.050.000 orang anak Indonesia di sekolah memiliki kualifikasi cerdas istimewa. Ini luar biasa.

Sementara menurut Fisikawan Prof. Yohanes Surya, potensi ribuan anak genius kurang terasah baik. Diduga beberapa penyebabnya adalah karena pengajaran kurang baik dan pelajar kurang dimotivasi agar mengeluarkan kemampuan terbaik. Prof. Surya mengatakan, penelitian di dunia menyebutkan, ada satu orang genius dari setiap 11.000 orang. Jadi dari 230 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 20.900 orang jenius. ”Mereka punya IQ minimal 160 atau setara Einstein,” ujarnya. 

Presiden MENSA [Perkumpulan orang ber-IQ tinggi.] Indonesia, Sahat Simarmata, orang-orang ber-IQ tinggi hanya sebagian kecil dari populasi penduduk, tepatnya sekira dua persen saja. Sayangnya, sebagian dari orang jenius itu justru berkiprah di luar negeri ketimbang di Tanah Air.

Apakah arti 2 % ini?

Berarti ada sekitar 2/100 x 260.000.000. = 5.200.000 orang mempunyai kecerdasan super tinggi.

Bayangkan apabila jumlah ini dapat dioptimalkan?

MASALAH DI SEKOLAH

ISAAC NEWTON dituduh anak bodoh oleh gurunya karena suka melamun dan tidak konsentrasi.

THOMAS A. EDISON senang belajar dan suka bertanya, tapi malah dikeluarkan dari sekolah.

ALBERT EINSTEIN senang belajar tapi sering bolos karena menganggap sekolah justru menghambat kesenangannya membaca dan main biola. Ia sempat keluar dari sekolah menengah di Munich karena gurunya galak dan melarangnya banyak bertanya.

BILL GATES dan Mark Zuckerberg (Pendiri Microsoft dan Pendiri Facebook) drop-out dari Harvard, salah satu sekolah terbaik di dunia.

LEONARDO DA VINCI senang belajar. Ia tidak pernah bersekolah.

Apakah sekolah justru terlalu formal, kaku, terlalu sistematik sehingga akhirnya justru malah menghabisi kesenangan belajar seseorang?


“Knowledge which is acquired under compulsion has no hold on the mind“
~ Plato~

Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang secara langsung bertanggung jawab penuh terhadap kinerja pendidikan yang berkualitas harus mampu membenahi segala aspek yang menjadi wewenang dalam pelaksanaan manajemen sekolah. 

Diantaranya adalah peningkatan proses pembelajaran agar menjadi lebih bermutu sehingga mampu menghasilkan output yang diharapkan.

Proses pembelajaran yang diterapkan harus memperlihatkan spesifikasi dari karakterisrik mata pelajaran serta perkembangan peserta didik sehingga tercipta suasana kelas yang kondusif dan nampak semangat mereka dalam mengikuti pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran yang seperti inilah yang semestinya mendapat perhatian lebih dari pihak sekolah melalui program-program yang dirancang sistematis dan berkesinambungan. Pada lingkup pembelajaran berbasis IPA karakteristik yang paling menonjol yaitu adanya pengaitan konsep dengan kehidupan nyata melalui pengamatan atau percobaan di laboratorium. 

Bahkan pada kasus tertentu tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai jika tidak mengadakan eksperimen dalam pembelajarannya,  disamping untuk mencapai tujuan pembelajaran metode ini memberikan kesan yang mendalam dan lebih bermakna bagi peserta didik sehingga menumbuhkan sikap positif bagi proses dan hasil belajarnya. 

Dari sini timbul perilaku antusias yang besar dalam diri tiap peserta didik mengikuti pembelajaran IPA yang selama ini seakan menjadi ‘hantu’ karena lebih banyak dicekoki konsep abstrak yang seharusnya mampu mereka bangun melalui aktivitas di laboratorium.

Para pelajar sedang melakukan aktifitas pembelajaran di Ruang Laboratorium Sekolah

MASALAH DI MASYARAKAT



Apakah masyarakat kita justru terlalu sinis, kaku, tak menghargai suatu karya, terlalu saling curiga dan saling iri dengki sehingga akhirnya justru malah menghabisi kesenangan belajar dan kreatifitas seseorang?

MASALAH DI PEMERINTAHAN

Kemdikbud sedang uji publik kurikulum baru.  

Hasil evaluasi TIMSS (Trends in Student Achievement in Mathematics and Science) 2011 untuk matematika kelas VIII, Indonesia pada posisi 5 besar dari bawah (bersama Syria, Moroko, oman, Ghana). Peringkat Indonesia (36/40 dengan nilai 386) mengalami penurunan dari TIMSS 2007 (peringkat 35/49 dengan nilai 397). Tertinggi diraih oleh Korea (nilai 613) disusul Singapore (nilai 611). Nilai rata-rata 500.

Untuk sains/IPA kelas VIII, Indonesia juga menempati posisi 5 besar dari bawah (bersama Macedonia, Lebanon, Moroko, Ghana). Peringkat Indonesia (39/42 dengan nilai 406) berada di bawah Palestina, Malaysia, Thailand dsb. Singapore peringkat pertama (nilai 590). Nilai yang diperoleh Indonesia juga menurun dibandingkan hasil tahun 2007 (peringkat 36/49 dengan nilai 427). Nilai rata-rata 500.

Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau kurikulum 2013 diberlakukan dengan kondisi IPA diintegrasikan kedalam bahasa Indonesia dimana sekitar 70 % materi IPA terpangkas.

Ide kurikulum baru ini tidaklah jelek. Ada beberapa sisi positifnya yaitu diharapkan pembelajaran lebih menyenangkan. Namun ada bagian yang sangat mengganjal saya yaitu tentang pemangkasan dan pendangkalan materi IPA dalam kurikulum baru ini.

Kalau kita bandingkan KD (kompetensi dasar) kurikulum baru dengan KTSP, terlihat bahwa materi IPA terpangkas lebih 60-70% . Silakan lihat materi apa saja yang terpangkas di :

http://www.yohanessurya.com/download/PerbandinganKurikulumIPA.pdf

Pemangkasan ini terjadi akibat pengintegrasian IPA dengan bahasa Indonesia. Ini sangat mengkhawatirkan.

Pemangkasan ini dapat mengakibatkan PEMBODOHAN BANGSA.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah training/persiapan guru untuk mengajar dengan kurikulum baru ini. Kalau training/persiapan kurang baik, maka target yang disasar oleh kurikulum baru ini sulit tercapai, pembelajaran akan tetap membosankan.

Diharapkan masyarakat dapat ikut menganalisa KD (kompetensi dasar) SD bahasa Indonesia ini yang bisa diperoleh dari internet dan bisa memberikan masukan bagi pemerintah/kemendikbud.

Tentu kita semua tidak ingin anak-anak kita semakin tertinggal dalam bidang sains dan teknologi, bukan?


Membangun Sekolah Unggul

Harris & Bennett dalam karyanya “School Effectiveness Research: META ANALISIS” mengemukakan karakteristik-karakteristik sekolah unggul, yaitu sebagai berikut :
1.KEPEMIMPINAN YANG PROFESIONAL (Professional Leadership) 

2.VISI DAN TUJUAN BERSAMA (Shared Vision and Goals) 

3.LINGKUNGAN BELAJAR (a Learning Environment) 

4.KONSENTRASI PADA BELAJAR-MENGAJAR (Concentration on Learning and Teaching) 

5.HARAPAN YANG TINGGI (High Expectation) 

6. PENGUATAN/PENGAYAAN/PEMANTAPAN YANG POSITIF (Positive Reinforcement) 

7. PEMANTAUAN KEMAJUAN (Monitoring Progress) 

8. HAK DAN TANGGUNG JAWAB PESERTA DIDIK (Pupil Rights and Responsibility) 

9. PENGAJARAN YANG PENUH MAKNA (Purposeful Teaching) 

10. ORGANISASI PEMBELAJAR (a Learning Organization) 

11. KEMITRAAN KELUARGA-SEKOLAH (Home-School Partnership).

Membuat Alat Peraga Pembelajaran Fisika yang Sederhana

Roket dari Korek Api:

Oleh: Yudhi (Siswa Kelompok Ilmiah Remaja)

Walaupun percobaan ini tidak sebagus roket air, tapi menarik untuk kita buat karena alat dan bahan yang diperlukan banyak kita temui di rumah dan warung terdekat.

Selamat mencoba ya. 

Alat dan bahan :

• Alumunium foil
• Kotak korek api + batang korek api
• Penjepit kertas (pa
per clip)

•Jarum atau segala apapun yang lurus pokoknya.
• Gunting

Langkah percobaan :


•Gunting alumunium foil dengan lebar 8 cm x 3 cm.
•Potong bagian kepala dari batang korek api dan letakkan di atas
alumunium foil. 


Lihat gambar!

 






•Gulung bagian ujung kiri alumunium foil sehingga membentuk tabung dengan bagian kepala korek api di tengahnya. Ingat membentuk tabu
ng, jangan ditekan alumunium foilnya.


•Ambil dan luruskan paper clip. Kemudian ujung paper clip tersebut masukkan ke dalam lubang tabung alu
munium foil tadi sehingga menyentuh kepala batang korek api. Ingat jangan menyentuh alumunium tapi kepala korek api ya.


•Nah sekarang baru tekan si alumunium s
ampai rapat.


•Gulung lagi alumunium foil 2-3 kali, kemudian sobek sisanya. 


Lihat gambar!

 




 



•Si ujung alumunium yang dekat paper clip diputar sampai erat, dan si ujung alumunium yang dekat korek api diputar kemudian digunting.

•Lepaskan paper clip terus masukkan jarum pada lubang bekas
paper clip tadi.


•Selesai deh roket sederhananya, yang kita perlukan sekarang ialah landasannya.


•Landasannya bisa dari bungkus korek api atau sisa alumunium foil.


•Usahakan agar si roket membentuk sudut 45 derajat.


Ayo kenapa?

Lihat gambar!

 












•Akhirnya ayo kita nyalakan roketnya!














•Maka terbanglah si roket mini ke angkasa.


(Ga juga sih palingan cuma 8-10 meter dah turun lagi)


Konsep Fisika:


Korek api itu (kepalanya) merupakan bahan bakar yang baik untuk roket mini ini. Ketika roket mini ini dinyalakan, maka si kepala korek api ini akan terbakar dan menimbulkan panas dan gas. Karena gas tersebut dikelilingi oleh tembok alumunium foil, maka terjadi pengumpulan gas yang sangat tinggi di dalam roket. Dan akhirnya si roket terbang karena dorongan dari gas tersebut.

Mari Melahirkan Orang-orang Genius

“It is almost a miracle that modern teaching methods have not yet entirely strangled the holy curiosity of inquiry; for what this delicate little plant needs more than anything, besides stimulation, is freedom.”
~Albert Einstein~

Kita harus membentuk manusia yang haus ingin tahu akan ilmu dan penelitian. Selama ini sekolah kita hanya berorientasi pada isi bukan kapasitas siswa. Lihat saja banyak mata pelajaran dipaksajejalkan di jenjang pendidikan yang masih rendah. Tanpa diasah seberapa dalam kapasitasnya.

Kapasitas disini adalah rasa ingin tahu, semangat mengeksplorasi, tak kenal menyerah, gila baca dan lain-lain. Bukan banyaknya berapa istilah ilmu yang dihafal tanpa tahu benar apa maksudnya.

Bahwa selama ini kita menyampaikan IPS, IPA dan Matematika hanya sebagai mata pelajaran saja. Bukan sebagai suatu ilmu yang menyatu dengan kehidupan ini. Terlihat dengan topik pembicaraan pada bidang tersebut dilepaskan dengan kehidupan nyata. Untuk IPA. Hakikatnya, jika berbicara IPA itu mencakup 4 hal yang tidak akan terlepas satu dengan yang lain. Fakta Sains, Sikap Sains, Proses Sains dan Produk Sains. Kebanyakan yang terjadi hanya fakta sains yang dijadikan sebagai obyek pembelajaran.

Kembali lagi siswa dijadikan sebagai mesin penghafal fakta-fakta Sains. Padahal perkembangan Sains sangatlah pesat. Sudah tentu fakta-fakta itu dengan cepatnya akan usang. Selain itu anak juga harus mempunyai sikap Sains, ingin tahu eksplorasi, tidak cepat puas. dari belajar Sains anak sangat sayang lingkungan dan makhluk lainnya. Menciptakan kelestarian bukan eksploitasi tanpa batas.

Untuk Matematika.

Matematika adalah merupakan bahasa praktis pemecahan masalah kehidupan.

Bayangkan jika beli 18 apel ditambah 17 mangga, cukup ringkasnya ditulis dengan 18 + 17 = 35.

Sehingga pembelajaran Matematika harus menyatu dengan persoalan kehidupan.

Jika menghitung luas, langsung menghitung kamar, kain atau lapangan.

Tidak semata yang ada di gambar saja.

Ternyata untuk Matematika itu tidak mengenal usia.

Artinya di usia manapun orang akan mampu menguasainya.

Sebagai contoh, Gauss menemukan deret aritmetikanya saat usia 7 tahun, usia yang sangat muda.

Newton menemukan Kalkulus di saat ia butuh alat persaman untuk menguak hukum-hukum gravitasi dan gerak di alam.

Einstein belajar Matematika di saat ia butuh alat persamaan untuk menguak keingintahuannya.

Janganlah membunuh rasa ingin tahun anak dengan memarahi dan mencemooh mereka yang sering bertanya mengenai segala macam hal, arahkan mereka, bina mereka, didik mereka, jadikan anak-anak tersebut para pengubah dunia.
Sungguh sangat rugi jika kita mempunyai anak yang jenius “hanya” semata ingin melakukan rutinitas seperti kebanyakan orang, padahal mungkin jika lebih diasah dan dimotivasi bisa menjadi orang yang memberikan manfaat yang besar untuk kehidupan manusia di dunia ini. 

Ya Rabbana Jadikanlah Kami, Keluarga dan sahabat-sahabat kami serta masyarakat bangsa ini menjadi orang-orang yang pandai bersyukur serta selalu dinaungi kasih sayang-Mu. 

Terimakasih saya ucapkan kepada guru-guru di masa lalu, sahabat-sahabat yang telah menjadi sumber inspirasi yang telah mampu memantik semangat pada diri saya, dan mampu mendorong saya untuk memiliki passion serta kebanggaan dengan hal-hal yang saya miliki.

 
Jika kita lihat binar mata mereka, canda tawa mereka
Jika kita lihat senyum kecil mereka, ingatlah mimpi mereka
Tunjukkan pada dunia, mereka bisa
Tunjukkan pada semua, mereka bisa mengubah dunia

Menjadi Pengajar dan pendidik bukan tentang dirimu, 
Tapi tentang mereka: 
Para anak bangsa yang berhak dapatkan pendidikan berkualitas dan guru terbaik.
Yang dapat menunjukkan kepada dunia,
Bahwa mereka bisa.

Semangat!

Semangat dan Maju Terus Pendidikan Indonesia

Amin.

Wallohualam Bissawab. 

Dari Berbagai Sumber.

No comments: