Thursday, 11 April 2013

Teorema Bayes yang Melegenda


Kata Bayes saya dapatkan dari seorang Fisikawan muda tanah air Kak Suharyo Sumowidagdo, Ph.D. yang bekerja di CERN (Pusat Penelitian Fisika Nuklir dan Partikel di Eropa): CERN | Accelerating science

Mengenal sosok Kak Haryo.
Ia adalah lulusan program sarjana dan master dari jurusan Fisika Universitas Indonesia (UI) serta menamatkan jenjang doktoralnya di Florida State University tahun 2008. Perburuan "Partikel Tuhan" di CERN dilakukan lewat dua eksperimen, yaitu Compact Muon Solenoid (CMS) dan A Toroidal LHC Apparatus (ATLAS). Masing-masing bekerja secara independen, bertujuan mencapai kesempurnaan penelitian.
“Saya menjadi anggota kolaborasi eksperimen CMS setelah menyelesaikan Ph.D. fisika partikel eksperimen di kolaborasi eksperimen di Amerika Serikat, tepatnya tahun 2008,” jelas Kak Haryo.

Kak Haryo dan rekannya bertanggung jawab untuk pengoperasian dan pemeliharaan detektor muon (salah satu partikel penyusun materi). Selain itu, Haryo juga berperan mengambil data di ruang kontrol. Secara spesifik, Kak Haryo ikut serta dalam pembuatan software sistem kendali bagi detektor muon. Detektor ini berada 100 meter di bawah tanah sehingga pendendalian harus dilakukan lewat jarak jauh dengan sistem kendali.

Banting Setir
Kak Haryo sebelumnya menekuni fisika partikel teoretik. Ia melakukan riset untuk studi sarjana di bawah bimbingan Professor Terry Mart di UI dan lulus dari program itu tahun 1999. Namun, setelah menempuh doktoral, ia beralih ke fisika partikel eksperimental. Topik disertasinya tentang top quark yang meluruh menjadi tau lepton. Hal tersebut sudah diprediksi sebelumnya, tapi belum dibuktikan. Setelah menyelesaikan Ph.D.-nya, Kak Haryo menjadi peneliti postdoktoral di University of California Riverside.

Di CMS, ia meneliti tentang massa top quark. Penelitian itu berguna untuk memprediksi massa Higgs Boson.
Secara mengejutkan, Haryo mengatakan:

“Adalah sebuah artikel di Kompas tanggal 30 April 1994 dan beberapa artikel sambungannya tahun 1994-1995 yang menginspirasi saya untuk menjadi seorang fisikawan partikel eksperimen.”

Artikel tersebut memuat keterlibatan ilmuwan Indonesia, Stephen van den Brink, dalam tim riset Universitas Chicago dan Universitas Pittsburgh untuk menemukan bukti kuat adanya top quark di Laboratorium Akselerator Nasional Fermi.
Menurut Kak Haryo, berbeda dengan fisikawan partikel teori yang membuat formulasi teori baru atau perhitungan matematis rumit, fisikawan partikel eksperimental mencari keberadaan partikel dari sebuah teori atau mengukur sifat partikel.
Kak Haryo merasa bahwa fisika partikel eksperimental punya tantangan tersendiri. Dan, dari banting setirnya itu Haryo pun punya kesempatan untuk bergabung dalam misi besar CERN mencari keberadaan Higgs Boson.


Penulis dan Peneliti Muda sedang mengikuti penjelasan Kak Haryo mengenai:
CERN and its Particle Physics Programme

Fisika partikel dan nuklir, terutama bagi Indonesia yang masih berkutat dengan pembangunan ekonomi, kadang dianggap tidak aplikatif. Menurut kak Haryo, pandangan tersebut sebenarnya tidak tepat.

"Mengatakan fisika partikel tidak aplikatif bagi saya adalah seperti tidak perlu meneliti tentang listrik magnet yang diperlukan untuk menciptakan bohlam listrik karena kita cukup menggunakan lilin saja untuk penerangan!" tegasnya.

Riset listrik magnet pada abad 17 dan 18 bisa dikatakan sama seperti penelitian fisika partikel eksperimen saat ini. Tidak seorang pun tahu apa kegunaan mempelajari listrik statis dari menggesek-gesek kain wol atau batu ambar. Tapi, pada akhirnya riset tersebut sangat berguna.

Dalam kenyataannya, riset fisika partikel di CERN secara tidak langsung memberi sumbangsih pada perkembangan teknologi. Contoh nyatanya adalah aplikasi pada kedokteran dan teknologi informasi.

"Teknologi yang diperlukan untuk membangun detektor dan akselerator fisika partikel, ternyata memiliki aplikasi praktis untuk kehidupan sehari-hari. Keberadaan alat pencitraan medis yang murah di rumah sakit dimungkinkan karena teknologi kabel listrik superkonduktor yang digunakan di akselerator Fermilab dan Tevatron,"
jelas Kak Haryo.

"Teknologi internet (WWW) diciptakan di CERN tahun 1989 untuk membantu komunikasi ilmiah antar fisikawan, dan saat ini teknologi komputasi grid dan global digunakan eksperimen CERN untuk mengolah data," tambahnya. 

Lalu apa Teorema Bayes itu?

Torema Bayes

In probability theory and statistics, Bayes' theorem (alternatively Bayes' law) is a theorem with two distinct interpretations. In the Bayesian interpretation, it expresses how a subjective degree of belief should rationally change to account for evidence. In the frequentist interpretation, it relates inverse representations of the probabilities concerning two events.

In the Bayesian interpretation, Bayes' theorem is fundamental to Bayesian statistics, and has applications in fields including science, engineering, economics (particularly microeconomics), game theory, medicine and law. The application of Bayes' theorem to update beliefs is called Bayesian inference.



Bayes' theorem is named after Thomas Bayes (/ˈbz/; 1701–1761), who first suggested using the theorem to update beliefs. His work was significantly edited and updated by Richard Price before it was posthumously read at the Royal Society. The ideas gained limited exposure until they were independently rediscovered and further developed by Laplace, who first published the modern formulation in his 1812 Théorie analytique des probabilités.

Contoh Aplikasi Teorema Bayes

Di sebuah negara, diketahui bahwa 2% dari penduduknya menderita sebuah penyakit langka. 97% dari hasil tes klinik adalah positif bahwa seseorang menderita penyakit itu. Ketika seseorang yang tidak menderita penyakit itu dites dengan tes yang sama, 9% dari hasil tes memberikan hasil positif yang salah.

Jika sembarang orang dari negara itu mengambil test dan mendapat hasil positif, berapakah peluang bahwa dia benar-benar menderita penyakit langka itu?

Secara sepintas, nampaknya bahwa ada peluang yang besar bahwa orang itu memang benar-benar menderita penyakit langka itu. Karena kita tahu bahwa hasil test klinik yang cukup akurat (97%).

Tetapi apakah benar demikian? 

Marilah kita lihat perhitungan matematikanya.

Marilah kita lambangkan informasi di atas sebagai berikut:
  • B = Kejadian tes memberikan hasil positif.
  • B = Kejadian tes memberikan hasil negatif.
  • A = Kejadian seseorang menderita penyakit langka itu.
  • A = Kejadian seseorang tidak menderita penyakit langkat itu.
Kita ketahui juga peluang dari kejadian-kejadian berikut:
  • P (A) = 2%
  • P (A) = 98%
  • P (B | A) = 97%
  • P (B | A) = 9%
Dengan menggunakan rumus untuk peluang bersyarat, dapat kita simpulkan peluang dari kejadian-kejadian yang mungkin terjadi dalam tabel di bawah ini:













Misalnya seseorang menjalani tes klinik tersebut dan mendapatkan hasil positif, berapakah peluang bahwa ia benar-benar menderita penyakit langka tersebut?

Dengan kata lain, kita mencoba untuk mencari peluang dari A, dimana B atau P (A | B).

Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa P (A | B) adalah peluang dari positif yang benar dibagi dengan peluang positif (benar maupun salah), yaitu 0,0194 / (0,0194 + 0,0882) = 0,1803.

Kita dapat juga mendapatkan hasil yang sama dengan menggunakan rumus teorema Bayes di atas:

P(A | B) = P(BA)
P(B)
= P(B | A) × P(A)
P(B | A)P(A) + P(B | A)P(A)
= 97% × 2%
(97% × 2%) + (9% × 98%)
= 0.0194
0.0194 + 0.0882
= 0.0194
0.1076
P(A | B) = 0.1803

Hasil perhitungan ini sangat berbeda dengan intuisi kita di atas. Peluang bahwa orang yang mendapat hasil tes positif itu benar-benar menderita penyakit langka tidak sebesar yang kita bayangkan. Cuma ada sekitar 18% kemungkinan bahwa dia benar-benar menderita penyakit itu.

Mengapakah demikian?

Ketika mengira-ngira peluangnya, seringkali kita lupa bahwa dari seluruh populasi negara itu, hanya 2% yang benar-benar menderita penyakit langka itu. Jadi, walaupun hasil tes adalah positif, peluang bahwa seseorang menderita penyakit langka itu tidaklah sebesar yang kita bayangkan.

Kita bisa juga meninjau situasi di atas sebagai berikut. Misalnya populasi negara tersebut adalah 1000 orang. Hanya 20 orang yang menderita penyakit langka itu (2%).

19 orang dari antaranya akan mendapat hasil tes yang positif (97% hasil positif yang benar). Dari 980 orang yang tidak menderita penyakit itu, sekitar 88 orang juga akan mendapat hasil tes positif (9% hasil positif yang salah).

Jadi, 1000 orang di negara itu dapat kita kelompokkan sebagai berikut:
  • 19 orang mendapat hasil tes positif yang benar
  • 1 orang mendapat hasil tes negatif yang salah
  • 88 orang mendapat hasil tes positif yang salah
  • 892 orang mendapat hasil tes negatif yang benar
Bisa kita lihat dari informasi di atas, bahwa ada (88 + 19) = 107 orang yang akan mendapatkan hasil tes positif (tidak perduli bahwa dia benar-benar menderita penyakit langka itu atau tidak). Dari 107 orang ini, berapakah yang benar-benar menderita penyakit?

Hanya 19 orang dari 107, atau sekitar 18%.


Unduh Disertasi S3 Kak Suharyo Sumowidagdo:

First Measurement of top quark production in muon plus hadronic tau final states
 
Ucapan Terima Kasih:

Kang Iqbal Robiyana, S.Pd.

Semoga Bermanfaat

Sumber:

1. Indonesia Proud
2. Kuliah Umum CERN
3. http://en.wikipedia.org/wiki/Bayes%27_theorem
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_keputusan
5. http://www.idomaths.com/id/peluang5.php

1 comment:

JS said...

Sebagian dari artikel ini (Contoh aplikasi Teorema Bayes) telah dijiplak kata per kata dari artikel asli I Do Maths Indonesia yang ada di http://www.idomaths.com/id/peluang5.php. Pemilik blog harap segera menghapus bagian artikel yang merupakan jiplakan atau pemilik I Do Maths akan mengambil tindakan lanjut.

Anda boleh menuliskan kembali contoh yang sama dengan kata2 anda sendiri serta menuliskan sumber aslinya, tetapi jiplakan kata per kata merupakan plagiarisme.