Monday, 24 December 2012

Sisi Lain Sang Genius Profesor Dirgantara

Hari kemarin penulis menghadiri undangan pernikahan salah satu Putri Dosen penulis, Bpk. Yaya Kardiawarman, M.Sc., Ph.D. beliau merupakan salah satu ahli Fisika Zat Padat dan Superkonduktor di Indonesia, alumni Pendidikan Fisika, FPMIPA UPI dan State University of New York, NY. USA.

Ia merupakan salah satu dosen yang saya sangat kagumi, dan ketika berdiskusi di rumahnya beliau sering menuturkan untuk mencontoh Prof. Habibie.

Ketika kemarin bersalaman pada acara pernikahan putrinya ia sempat berpesan kepada saya sambil tersenyum:

"Ulah di sawah wae atuh Rip, Diajar Terus!".

Haduh bisa saja ini si bapak. he.,he.,he.,

Setelah itu saya bersama Kang Bambang Achdiyat, S.Pd, Teh Siti Latifah, S.Pd., Kang Marjan Puadi Permadi, S.Pd. dan lain-lain menonton sebuah film yaitu:


Habibie & Ainun

Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik dari film ini, semoga kami dapat meneladani dan mengambil hikmah dari sebuah karya tersebut amin.

Ada salah satu scene yang sangat mengharukan.

Prof. Habibie: "Demi ini (pesawat) aku telah kehilangan banyak waktu bersamamu. 
Bersama anak-anak. Bersama keluarga. Tapi mereka tidak percaya, bahwa bangsa ini bisa mandiri." 

*Pernyataan Prof. Habibie setelah lengser dari Pucuk Pemerintahan Presiden RI dan memegang hasil karyanya yang penuh debu, Pesawat Kebanggaan Bangsa Indonesia.

Lalu beliau meringis menahan tangis. 
Ibu Ainun menenangkan dan memeluknya, tangis Pak Habibie pun pecah.

Air mata saya pun jatuh.

Betapa ironinya seorang cerdik pandai yang dihargai dan disanjung di negeri orang tetapi tidak diberi kesempatan pada bangsanya Ibu Pertiwi, tanah air tempat kelahirannya.

Sebuah Lirik Lagu: Cinta Sejati

Oleh: Bunga Citra Lestari, pemeran Ibu Ainun bersama Reza Rahadian pemeran Bapak Habibie.

Manakala hati menggeliat mengusik renungan
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati  


 Kami bersama anak-anak mengunjungi P.T. Dirgantara Indonesia

Kisah Hidup Mr. Crack

Beliau Belajar di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diploma ingineur pada 1960 dan gelar doktor ingineur pada 1965 dengan predikat summa cum laude. Sebuah Predikat pada level Doktoral Kostruksi Pesawat Terbang satu-satunya di dunia yg pernah dicapai seseorang.

Sebutan "Manusia multi-dimensional" muncul setelah Bacharuddin Jusuf Habibie meraih medali penghargaan "Theodore van Karman", dari International Council of The Aeronautical Sciences (ICAS) saat kongres ke-18, di Beijing, Cina, 24 September 1992. Anugerah bergengsi tingkat internasional tempat berkumpulnya pakar-pakar terkemuka konstruksi pesawat terbang.

Di khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli dirgantara mengenal apa yang disebut: Teori Habibie, Faktor Habibie, Fungsi Habibie. Fungsi, hukum, atau faktor ini berhubungan dengan perambatan retak pada logam. Sebuah metode yang belum pernah ada sebelumnya yang memprediksi secara detil perambatan retak, dengan menghitung tegangan-tegangan sisanya.

Habibie juga dikenal sebagai "Mr. Crack" karena keahliannya menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang. 

Dalam Buku Elementary Engineering Fracture Mechanics, David Broek menulis: Habibie mengusulkan suatu prosedur yang mampu memprediksi dengan baik hasil simulasi terbang sebuah pesawat oleh Schijve. Basis dari bidang yang spesifik ini kemudian dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah struktur (salah satunya) pesawat terbang.

Beberapa metode integrasi tersedia, di mana efek retardation diperhitungkan dengan cara yang semi empiris. Metode Habibie ini mirip dengan metode yang diusulkan Wheeler. Meskipun sepertinya, metode Wheeler lebih baik dalam memformulasikan zona plastis di ujung retak.

Ketika teori kelelahan dikembangkan tahun 1950-an, Habibie mengeluarkan juga metodenya tahun 1971.

Salah satu metodenya diajarkan di Massachusetts Institute of Technology untuk memprediksi perambatan retak. Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, diantisipasi terlebih dahulu kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (Safety Factor).

Retak yang terjadi di pesawat terbang bisa saja diakibatkan oleh jalan di landasan, take off, menanjak, cruise, menurun, landing, dan parkir. Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10 persen dari bobot sebelumnya.

Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25 persen setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang.

Pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Dengan demikian, secara ekonomi kinerja pesawat bisa ditingkatkan.

Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per-bagian kerangka pesawat, sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatigue menjadi turun.

Kejeniusan dan prestasi inilah yang mengantarkan Habibie diakui lembaga internasional. Di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat).

Sementara itu penghargaan bergensi yang pernah diraih Habibie di antaranya, Edward Warner Award dan von Karman Award yang hampir setara dengan Hadiah Nobel. Di dalam negeri, Habibie mendapat penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana.

Kejeniusan mantan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini semakin tampak brilian ketika berhasil meraih gelar doctor ingenieur dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliah Habibie 10.

Prestasi ini mengantarkan Habibie menjadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). 

Tak hanya itu, dalam disiplin ekonomi makro pernah dikenal istilah Habibienomics. Semacam pemahaman yang menegaskan bagaimana gagasan Habibie tentang pemberian nilai tambah ekonomi tinggi di setiap produksi barang dan jasa melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Disamping dikenal sebagai seorang ilmuwan, BJ. Habibie adalah Presiden Republik Indonesia Ke-3 dengan masa jabatan mulai dari 21 Mei 1998 sampai dengan 20 Oktober 1999.



Di Belakang Setiap Pria Hebat Selalu Ada Wanita Hebat 

Sungguh, pernikahan adalah upaya penyatuan dua kekuatan yang jika kita berhasil melakukannya maka keberhasilan pun akan kita raih, meski harus terlebih dulu dan juga memakan waktu yang tidak sebentar melewati berbagai halangan menghadang.

Setiap debu berkali-kali menerpa bening mata kita sehingga membuat suram jalan terbentang dihadapan, ombak yang tak jarang dengan tiba-tiba menerjang mahligai rumah tangga, badai dan angin yang meliuk-liuk mengintai dan siap menghantam kokohnya bangunan cinta yang tersusun indah dalam bingkai perkawinan.

Sungguh, jika bukan karena keberhasilan memadukan dua kekuatan yang dimiliki kedua insan pasangan suami istri, mungkin pernikahan hanyalah tinggal cerita.

Dan satu tonggak kokoh yang membuat kaki-kaki ini tetap berdiri melangkah bersama menyusuri perjalanan berumah tangga selama sekian puluh, bahkan sekian ratus tahun hingga Allah menetapkan kehendaknya, adalah rasa syukur dan penerimaan yang tulus terhadap sebuah hati dan jiwa yang Allah berikan untuk dipasangkan dengan kita.

Sebuah qalbu indah yang begitu ikhlas menjalin kebersamaan melakukan semuanya berdua dengan kita sehingga bersamaan dengan itu, Allah pun menurunkan ketenangan, kebahagiaan dan kasih sayang (sakinah, mawaddah dan rahmah) menyertai dua hati yang menyatu itu.

Cinta, saling percaya, pengorbanan, dan berbagai tonggak lainnya seolah menjadikan biduk rumah tangga sepasang suami istri akan tetap oleng diterjang badai jika tak memiliki tonggak yang satu ini.

Oleh karena itu percayalah, apapun yang kita dapatkan, kita miliki, segala keberhasilan, kesuksesan dan segala yang menjadi kebanggaan kita saat ini, bukanlah semata upaya diri sendiri.

Bukankah seharusnya kita bersyukur karena Allah telah menganugerahkan sebuah jiwa yang juga begitu kuat mendorong kita dari dalam rumah, dari pembaringan dalam kamar tidur, dari meja makan, untuk bisa menjulang ke atas.

Pepatah kuno mengatakan, "didiklah seorang lelaki maka kamu mendidik seorang manusia. Namun jika kamu mendidik seorang perempuan, maka kau telah mendidik satu keluarga, bahkan telah mendidik satu negara."

Sejarah menuturkan, para ibu kita membuktikan bahwa mereka adalah pejuang. Mereka tak hanya menggenapi takdir penciptaannya sebagai wanita, namun mampu menjadi manusia yang berdaya dan memberdayakan.

Salam hormat kami untukmu, Sang Ibu, semua Ibu di seluruh Indonesia dan Dunia

Kami, Bangsa, Negara dan Dunia ini berutang kepadamu.


Ucapan Terima Kasih Kepada:

Mamah, Bapa, Ade ku yang senantiasa memberikan semangat

Kang Bambang Achdiyat, S.Pd, Penulis dan Founder Belajar Menuju Ihsan
Teh Siti Latifah, S.Pd., dan Kang Marjan Puadi Permadi, S.Pd. Founder Physics for Fun

Semua Keluarga dan Sahabat-Sahabatku 

Semangat, Berjuang, Kita Bisa.


No comments: